Ada sebuah rahasia besar dibalik sosok M, seorang dance crew populer di Surabaya dan sekitar Jawa Timur. Sosok yang misterus dan di puja banyak kaum hawa itu nyatanya memilih menjadi pelampiasan sang selebgram cantik asal Surabaya, Miki namanya.
Miki yang baru saja ditinggal pergi pacarnya demi gadis lain pun menerima M sebagai pelampiasan. Ia mengabaikan berbagai macam rumor yang beredar tentang M yang selalu memakai masker hitam ditiap kemunculannya.
Tapi siapa yang akan menyangka, sosok asli dari M si dancer jalanan itu, dancer yang di rumorkan memiliki wajah yang buruk rupa hingga harus menyembunyikan wajahnya di balik masker hitam itu, nyatanya adalah seorang pewaris tunggal dari Misha Corp sebuah perusahaan raksasa yang terkenal di Indonesia. Emeris Misha.
Kisah cinta Miki dan sang pewaris pun memunculkan banyak rahasia besar yang telah terkubur dalam pada keluarga Misha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nens, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Miki menggigiti ujung ibu jarinya tangan kanannya. Tangan kirinya tengah menempelkan ponselnya ke telinga. Ia berusaha menghubungi M. Walau hasilnya tetap nihil. M sama sekali tidak menjawab telfonnya sejak tadi siang. Bahkan chat darinya pun tidak dibaca oleh lelaki bermasker itu.
"Hhhh...," Miki mendesah berat.
Entah kenapa ia merasa sangat sedih. Bukan uring-uringan seperti sebelumnya. Mungkin karena kali ini ia melakukan kesalahan yang menjadikan itu sebagai alasan bagi M untuk tidak mengangkat telfon atau membaca chat darinya.
Miki memandangi ponselnya dengan tatapan sedih. Ia mengigit bibir bawahnya, bingung harus berbuat apa lagi. Ia ingin menemui M langsung, sepeti apa yang M lakukan padanya. Tapi kembali lagi, ia belum mengetahui apapun tentang M. Jadi ia tidak tahu harus kemana untuk mencari lelaki itu.
"Kak," panggil Pooh.
Miki menoleh.
"Duh! Mukanya...," eluh Pooh begitu melihat wajah muram Miki. "Nanti pas foto jelek banget loh ya hasilnya. Nanti di marahin mama kita," ia mengingatkan.
"Iya, tau," sahut Miki yang kemudian berjalan ke arah meja untuk meletakkan HP nya.
"Lagian, ada apaan sih kok mukanya gitu banget? Kan udah putus sama kak Bian. Sekarang lagi baper sama siapa coba. Jomblo kan?"
"Jangan nyebut nama BIAN!!" sambar Miki menatap sebal adiknya.
"Ya deh!" sahut Pooh. "Yuk, pose!" perintahnya kemudian.
Dengan langkah gontai Miki berjalan ke hadapan sorot lampu. Sebelum berpose, ia diam menenangkan diri. Setelahnya ia mulai berpose.
JEPRET!! JEPRET!!
Pose demi pose Miki lakukan tanpa sekalipun pikirannya teralihkan dari M. Beberpa kali Pooh meminta kakaknya untuk fokus. Tapi hasilnya nihil. Wajah kakaknya tetap terlihat datar dan tidak berekspresi.
Kalau begini, Pooh lebih memilih ekspresi judes sang kakak ketimbang ekspresi kosong nan datar macam ini.
****
"Masih belum mau angkat telfon kamu ya si M?" tanya Oliveemulai khawatir dengan kondisi Miki.
"Boro-boro. Chatku sejak 2 hari kemaren belum di read sama sekali," jawab Miki memelas.
"Sakit hati parah tuh anak. Pastinya! Lagian kamu juga sih. Bego banget, sumpah!" Ali mulai mengintimidasi.
"Padahal aku udah sering bilang, jangan berharap sama Bian lagi. Kamunya bandel. Malah di depan M pula kayak gitu. Ya wajar aja M akhirnya giniin kamu. Wong kamunya juga tega gitu sama M!" Oliveeikut-ikutan.
Miki makin merasa terpuruk. Ia makin menyalahkan dirinya atas tindakan bodoh yang ia lakukan dan tentunya ia makin merasa bersalah pada M.
"Aku beneran pengen ketemu M buat minta maaf...," ucap Miki lesuh sambil menelungkupkan kepalanya di atas spedometer motor meticnya.
"Kudu kemana coba buat nyari dia?" tanya Ali.
"Sebenernya ada sih tempat yang pasti di datengin M," Ucap Olive.
Ucapan Olive itu langsung membuat Miki dan Ali menoleh kearahnya hampir berbarengan.
"Kamu kan dulu pernah cerita, di rumahnya Gisti itu ternyata dijadiin tempat buat latihan anak-anak BDE. Nah,kan Emeris anggota inti. Tentu aja dan pasti dia bakalan dateng buat latihan disana," jelas Olive.
"Lha kan aku udah cerita kalau Gisti ngajakin saingan buat dapetin M. Dianya marah dan nggak terima aku jadian sama M. Masa iya aku sekonyong-konyong dateng gitu ke rumah dia kayak nggak ada apa-apa yang terjadi sebelumnya sama dia? Ya nggak mungkinlah!" seloroh Miki.
"Bener juga sih," sahut Ali setuju.
"Lha, kan aku cuma ngasih saran. Lagi pula cuma itu doang tempat yang kita tau pasti kalau M bakalan dateng kesitu," Olive sedikit bersikeras dengan sarannya.
"Tapi Gistinya itu loh!" sahut Miki.
Hubungannya dengan Gisti sudah tidak sebagus dulu. Bahkan Gisti sudah tidak mau mengorder baju lagi padanya. Ia memilih langsung memesan melalui web dan mentransfer uangnya. Ketimbang ber-COD ria dengan Miki seperti sebelumnya.
"Eh, papaku dateng!" ucap Olive yang melihat mobil hitam sang papa merapat di depan ketiganya.
Ali dan Miki menoleh kearah Mobil. Keduanya menundukkan kepala sambil tersenyum manis menyapa papa Olive.
"Aku pulang duluan. Bye Mik! Bye Li! Nanti kita telfonan Mik!" pamit Olive.
Kedua sahabat yang ditinggal itu pun mengangguk. Keduanya memandang Olive yang masuk kedalam mobil dan berlalu pergi sambil melambai-lambaikan tangannya dari jendela mobil.
"Hhh..," Miki mendengus begitu Olive telah pergi.
"Coba cari cara deh buat ngerayu Gisti," usul Ali yang kini masih setia menemaninya.
"Apaan coba?" tanya Miki meminta pendapat.
"Gisti sukanya apa?"
"Nggak tahu."
"Maksutku, item yang ada di butik mamamu. Dia suka apa? Kasihfree. Coba aja. Kali aja berhasil."
Miki terdiam. Ia memikirkan usulan Ali.
"Pulang yuk! Udah sepi nih. Lagian udah sore," ajak Ali yang menyadari kini hanya dirinya dan Miki lah murid yang masih nangkring di depan gerbang sekolah.
Semula ia dan Miki memang sengaja nongkrong di depan gerbang untuk menemani Olive menunggu papanya yang akan terlambat menjemput dan sekarang Olive sudah pergi. Bukankah itu berarti ini sudah saatnya mereka pergi juga?
Miki menoleh kesekeliling. Benar kata Ali. Sudah sepi.
"Ok. Pulang!" Miki menstarter motor meticnya.
Ali pun juga menstarter motor yang sedari tadi ia tunggangi.
Keduanya lantas melaju berbarengan ke arah lampu merah. Lalu berpisah begitu lampu hijau menyala. Itu karena arah rumah keduanya berbeda.
****
Emeris tengah sibuk memprogram sebuah system pada pengembangan proyek game MCKO. Sudah cukup lama ia duduk di meja kerjanya di dalam kantor gedung perusahaannya. Itu membuat pundak dan punggungnya terasa pegal.
Ia pun memutusnya melakukan sedikit perenggangan. Ia menggeliat di atas kursi yang memiliki sandaran tinggi itu. Matanya melirik jam yang tertempel di dinding kantornya.
Jam menunjukkan pukul 19.30 malam. Itu artinya sudah 4 jam lebih dirinya berkutat pada system rumit itu. Pantas saja kalau ia mulai merasa penat. Ia juga merasa lapar.
Diambilnya ponsel yang tergeletak di atas meja. Ia ingin memesan makanan. Begitu ia ingin memasuki situs kuliner langganannya, matanya mendadak terpaku pada tab yang muncul begitu ia menekan browsernya.
Wajah Miki langsung terpampang di screen lebarnya. Sepertinya terakhir kali ia menggunakan browsernya untuk menstalker Miki di web butik sang mama dulu.
Miki.
"Hhh...," Emeris mendesah besar.
2 hari belakangan ia berhasil menyisihkan Miki dari pikirannya. Tapi sekarang...,gara-gara browsernya. Ia jadi teringat kembali pada gadis Hobbitnya.
Bagaimana keadaan dia sekarang? Apa dia sudah balikan dengan yang namanya Bian itu? Secara terakhir kali bertemu, yang namanya Bian itu membawa pergi Miki bersamanya dengan begitu romantis. Begitu pikir Emeris.
Rasa penasaran membuat Emeris me-reload page butik mama Miki itu. Tidak lama muncul lah gambar-gambar model baju terbaru karya mama Miki. Tapi bukan baju-baju itu yang ingin dilihat Emeris. Melainkan wajah judesgadis Hobbitnya.
Napas Emeris pun sedikit tertahan melihat wajah Miki di foto-foto itu.
Ia mengerutkan keningnya. Wajah macam apa yang tengah ia lihat. Ia merasa seakan tengah menatap wajah orang lain. Walau di wajah Miki tersungging sebuah senyuman...,tapi sorot mata tajam nan mengintimidasi itu menghilang. Sorot mata yang mencuri perhatian Emeris sejak awal pertama kali ia menemukan foto Miki.
Kemana perginya sorot mata tajam nan penuh ketegasan itu. Sorot mata yang mencerminkan sesosok gadis tangguh dan kuat.
Sorot mata itu menghilang.
Kenapa bisa begitu??Pikir Emeris penuh tanya.
Entah kenapa, dadanya sedikit terasa sesak. Ada sebuah kerisauan yang mengusik di dasar hatinya.
****
Miki memandangi sebuah outer di dalam lemarinya. Ia baru memakainya sekali. Dan itu hanya untuk pemotretan. Outer keren yang tidak lagi di produksi oleh mamanya. Outer yang sempat membuat Gisti menangis karena tidak kebagian stok, padahal ia sangat menginginkan outer itu.
Miki mengambil outer itu dari dalam lemari. Outer itu di gantung pada sebuah gantungan baju dengan di coveri plastik transparan tebal. Miki memperlakukan istimewa outer itu karena outer itu memang memiliki warna putih yang sangat bersih dan aksen printing snow berwarna silver dengan glitter-glitter yang gemerlapan.
"Ini??" tanyanya pada diri sendiri.
Ia memikirkan usul Alitadi sore. Merayu Gisti dengan item yang sangat di inginkan gadis kaya raya itu. Dan seingatnya, item ditangan inilah yang sangat diinginkan oleh Gisti.
Tapi, Miki sedikit tidak rela. Pasalnya outer ini juga adalah outer tercantik yang ia punya. Ia belum pernah memakainya karena ia sengaja menyimpannya untuk dikenakan pada moment yang berarti.
Tapi demi agar bisa bertemu M...,pada akhirnya ia mengalah dan merelakan outer cantik itu untuk Gisti. Ini yang namanya pengorbanan.
Miki menggantungkan outer itu di gantungan baju di belakang pintu kamarnya. Ia berjalan mundur menjauh, lalu mengarahkan kamera ponselnya ke arah outer lengan panjang nan indah itu.
Miki pun memotret outer itu dengan wajah muram dan bibir manyun.
"Bye, outer cantik...," pamitnya sedih begitu ia mengirim foto jepretannya kepada Gisti via chat.
Me:
Kamu mau ini?
Tambah Miki.
Miki menunggu balasan Gisti sembari mengelus dan memandangi outer itu sepuas yang ia mau. Ia merasa yakin akan perpisahan antara dirinya dengan si outer indah.
Tiba-tiba hp nya bergetar.
Video call dari Gisti.
Miki mencureng kaget mendapat Videocall dadakan dari Gisti. Tapi ia pun kemudian menerima panggilan itu.
Wajah Gisti seketika itu juga memebuhi layar hp Miki.
"Seriusan itu outer yang dulu sold out all stok??!!" jerit Gisti dengan mata melotot tidak percaya.
Miki tersenyum garing. Tenyata usulan Alibenar juga.
Miki mengangguk. "Iya. Kamu mau nggak?" tanyanya.
"Maulah!! Kok bisa ada lagi? Mamamu produksi itu lagi??"
"Enggak. Itu punyaku. Tapi nggak pernah aku pakek. Aku simpen terus di dalem lemari," Jelas Miki sambil mengubah kameranya menjadi kamera belakang.
Ia menunjukkan outer nya kepada Gisti lalu menunjukkan lemarinya yang penuh dengar dress-dress cantik karya butik sang mama.
"Wah! Dressmu banyak banget!!" seru Gisti takjub.
"Itu yang ku bungkusing plastik belum pernah ku pakai semua. Termasuk outer ini."
"Anak juragan butik mah enak ya, bisa koleksi dress yang dia mau."
"Hehe...," Miki tertawa garing. Bukannya lebih enak Gisti. Anak bejabat kaya yang bisa beli ini itu.
"Berapa outernya?" tanya Gisti dengan raut wajah berbinar.
Sepertinya Gisti tidak marah lagi pada Miki. Kalau dilihat dari wajah girang itu.
"Ambil aja kalau mau," kini Miki mengembalikan lagi kameranya ke kamera depan.
"Gratis??" tanya Gisti tidak percaya.
Miki mengangguk. Walau dalam hati ingin rasanya ia menangis. Outer itu di jual seharga Rp 389.000 di butik mamanya, dulu. Dan sekarang ia harus memberikannya secara gratis demi M.
"Nggak ah! Jangan gila kamu. Itu limited edition mau kamu kasihgratis ke aku. Aku bukan cewek doyan gratisan ya!" seru Gisti menolak.
"Sebenernya nggak gratis-gratis amet sih...," Miki memulai menebar umpan.
Mata Gisti terlihat memicing curiga. "Mau apa kamu?" tanyanya kemudian.
"Aku mau kelatihannya BDE," Miki to the point.
"Ketemu M?" tebak Gisti.
Miki langsung mengangguk mantap.
"Ck!" Gisti melengos. "Aku udah curiga, mana ada orang nawarin outer limited edition. Apa lagi gratis!" dumelnya.
"Hhh...,please, Gis. Bantuin aku...," Miki memelas.
Gisti tidak langsung menjawab. Ia masih melengos menatap kearah lain.
"Ok! Aku tahu kamu jengkel and nggak suka sama aku gara-gara M. Kamu nggak suka M jadian sama aku. Aku ngerti itu. Tapi aku juga nggak tahu kok kalo kamu suka beneran sama dia. Makanya ku terima aja M pas nembak," jelas Miki masih berusaha memelas.
"Iya, aku paham," sahut Gisti di luar dugaan. "Aku paham kok sekarang. Suka, cinta...,nggak bisa di paksa. Jadi soal kamu jadian sama M itu sih..., jelas bukan hal yang kamu rencanain," ucapnya yang kembali menatap ke kamera.
"Iya bener!" sahut Miki merasa lega.
"Lagian juga..., kamu itu goblok apa gila?! Kamu bikin M kayak kambing congek tahu nggak! Udah di samperin jauh-jauh ke sekolah kita buat nemuin kamu. Eh, kamunya malah mau-maunya dibawa pergi sama mantanmu! Tuh mantanmu masih sama Regina tau!!" sengap Gisti terlihat gemas kepada gadis cebol di hadapannya.
Miki manyun seakan ingin menangis. "Iya..., aku salah, Gis. Salah banget sama M..., makanya aku mau minta maaf langsung. Tapi aku nggak tahu alamat dia dimana."
"Rumahnya jauh tahu. Di daerah pelabuhan perak sana."
"Kamu tahu dari mana?"
"Ya diakan cerita sendiri dulu pas pertama kali join sama crew-nya bang Toya. Makanya dia sering dateng telat kalo pas latihan atau ngaksi di bungkul," jelas Gisti lagi.
"Hmm...,jadi perak sana ya rumahnya."
"Hu uh!"
"Terus gimana, Gis? Boleh nggak aku ke latihannya BDE dirumahmu?" Miki kembali memelas.
"Ya udahlah. Dateng aja. Sama bawain itu outer," ucap Gisti akhirnya.
"Yeeyy!! Gratis pokoknya buat kamu!" Miki girang.
"Aku kan udah bilang, aku nggak doyan gratisan. Aku bayar setengah harga! Soalnya aku udah bantuin kamu ketemu sama M."
"Okelah. Terserah kamu!" Miki tersenyum lebar.
"Jumat sore, kesini. Sama anter outernya. Itu hari BDE latihan," ucap Gisti.
"Siap, bos!" sanggup Miki.
"Ya udah. Thanks honey buat outernya. Muach!!" Gisti melempar ciumannya sebelum videocall itu terputus.
"Yess!!!" seru Miki girang begitu ia berhasil membujuk Gisti untuk membiarkannya bertemu dengan M.
Ternyata Gisti tidak seburuk yang Miki kira. Gisti tergolong anak yang baik dan tulus.
"Hihihi...,
" Miki cekikikan.