NovelToon NovelToon
Wanita Di Atas Kertas

Wanita Di Atas Kertas

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Wanita Karir
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Naya, hidup dalam bayang-bayang luka. Pernikahan pertamanya kandas, meninggalkannya dengan seorang anak di usia muda dan segudang cibiran. Ketika berusaha bangkit, nasib mempermainkannya lagi. Malam kelam bersama Brian, dokter militer bedah trauma, memaksanya menikah demi menjaga kehormatan keluarga pria itu.

Pernikahan mereka dingin. Brian memandang Naya rendah, menganggapya tak pantas. Di atas kertas, hidup Naya tampak sempurna, mahasiswi berprestasi, supervisor muda, istri pria mapan. Namun di baliknya, ia mati-matian membuktikan diri kepada Brian, keluarganya, dan dunia yang meremehkannya.

Tak ada yang tahu badai dalam dirinya. Mereka anggap keluh dan lemah tidak cocok menjadi identitasnya. Sampai Naya lelah memenuhi ekspektasi semua.

Brian perlahan melihat Naya berbeda, seorang pejuang tangguh yang meski terluka. Kini pertanyaannya, apakah Naya akan melanjutkan perannya sebagai wanita sempurna di atas kertas, atau merobek naskah itu dan mencari kehidupan dan jati diri baru ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan di Ibu Kota

Perjalanan menuju ibu kota terasa panjang dan mencekam bagi Naya. Duduk di kursi belakang mobil bersama Sean yang tertidur di pelukannya, ia memandang keluar jendela, menyaksikan jalanan yang semakin ramai. Sementara itu, di kursi depan, Gunawan menyetir dengan wajah tegang, dan Sarah hanya diam menatap lurus ke depan. Rangga duduk di samping Naya, sesekali melirik adiknya, namun memilih untuk tidak membuka percakapan.

Sejujurnya, Naya ingin membatalkan perjalanan ini. Ada ketakutan yang berputar-putar di pikirannya—bagaimana kalau pertemuan ini justru membuat segalanya semakin kacau?

Tapi ini bukan hanya soal dirinya lagi. Ini soal masa depan, masa depan Sean Brian dan mungkin ada kehidupan lain yang mulai tumbuh.

Ketika akhirnya mereka tiba di rumah keluarga Brian, Gunawa tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Rumah besar itu berdiri megah di tengah kawasan elit ibu kota. Halamannya luas, dengan taman terawat rapi dan deretan mobil mewah yang berjejer di garasi. Pilar-pilar tinggi menyokong atap rumah yang menjulang, sementara pintu utama tampak berat dan kokoh, dihiasi ukiran elegan.

Sarah menelan ludah. Ia memang tahu keluarga Brian bukan keluarga biasa, tapi menyaksikannya langsung membuat hatinya ciut.

“Naya, ayo turun,” ujar Sarah pelan.

Naya mengangguk, merapikan gendongan Sean, lalu mengikuti keluarganya menuju pintu depan.

Seorang pelayan membukakan pintu, mempersilakan mereka masuk ke ruang tamu yang luas. Ruangan itu dilapisi marmer mengkilap, dengan perabotan mahal dan lukisan-lukisan besar yang terpajang di dinding. Aroma kopi dan bunga segar samar-samar tercium.

Tak lama kemudian, muncul Wisnu—ayah Brian—dengan sosok tinggi tegap, mengenakan kemeja abu-abu dengan lencana kecil di dadanya, simbol jelas dari status militernya. Di sampingnya, Ratna—ibu Brian—tersenyum ramah, meski ada ketegangan halus di matanya.

“Selamat datang,” sapa Wisnu sambil menjabat tangan Gunawan. “Silakan duduk.”

Gunawan membalas jabatan tangan itu dengan erat, matanya tajam menatap Wisnu.

Brian pun muncul dari ruang dalam, mengenakan kemeja biru muda. Tatapannya langsung jatuh ke arah Naya—ada kekhawatiran di matanya.

“Terima kasih sudah datang,” ucap Brian pelan.

Naya hanya mengangguk, memeluk Sean lebih erat.

Ketegangan kian terasa saat mereka duduk berhadapan di ruang tamu. Gunawan tidak menyentuh secangkir teh yang disajikan, begitu pula Rangga. Sarah hanya diam, matanya memperhatikan sekeliling ruangan sejenak sebelum akhirnya tertuju pada Ratna.

Gunawan akhirnya membuka pembicaraan.

“Kami datang bukan untuk mengagumi rumah besar ini,” ucapnya lugas, tanpa basa-basi. “Kami di sini untuk meminta kejelasan.”

Suasana semakin mencekam.

Brian terlihat gelisah, sementara Wisnu tetap tenang, meski sorot matanya mulai serius.

“Kejelasan apa yang Anda maksud, Pak Gunawan?” tanya Wisnu.

Gunawan menarik napas panjang. “Kejelasan soal alasan Brian ingin menikahi anak saya.”

Naya terkejut. Ia tahu ayahnya akan langsung ke pokok permasalahan, tapi mendengarnya secara langsung seperti ini membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

Brian membuka mulut, tetapi Wisnu mengangkat tangan, memberi isyarat agar anaknya membiarkan dia yang berbicara.

“Kami sudah membahas ini, Pak Gunawan,” ujar Wisnu. “Brian serius dengan Naya. Kami mendukung keputusan anak kami.”

Gunawan tersenyum tipis, nyaris sinis. “Serius saja tidak cukup.”

“Pak Gunawan…” suara Ratna lembut, “kami tidak pernah melihat Naya sebagai seseorang yang kurang. Statusnya, latar belakang keluarganya—semua itu bukan masalah bagi kami.”

Gunawan menyipitkan mata. “Maaf, Bu Ratna, tapi saya bukan orang bodoh. Semua orang mempertimbangkan latar belakang saat membahas pernikahan.”

Ruangan menjadi hening.

Naya merasa telapak tangannya berkeringat.

“Yang jadi pertanyaan saya,” lanjut Gunawan, “dengan segala kehormatan dan status keluarga kalian, kenapa Brian memilih Naya?”

“Karena saya mencintainya,” jawab Brian tiba-tiba.

Naya langsung menatap Brian, terkejut. Ini pertama kalinya Brian mengucapkan kata itu—cinta.

Namun Gunawan tetap tak terpengaruh. “Kalau memang cinta, kenapa tidak pernah kamu katakan sebelumnya?”

Brian tampak tertohok, tapi sebelum ia bisa menjawab, Gunawan menambahkan, “Selama ini, semua keputusanmu selalu didasari oleh tanggung jawab. Kamu merasa bertanggung jawab karena Naya janda, karena ada Sean. Tapi saya tidak pernah mendengar kamu bicara tentang cinta.”

Suasana semakin panas.

Wisnu mencoba menjaga ketenangannya. “Pak Gunawan, cinta itu tidak selalu harus diucapkan dengan kata-kata.”

Gunawan menatap tajam. “Tapi cinta selalu terlihat dalam tindakan.”

Naya merasa dadanya semakin sesak.

Sarah akhirnya bersuara, pelan tapi mantap. “Kami hanya ingin memastikan Naya tidak menikah karena belas kasihan.”

Brian menggeleng. “Ini bukan belas kasihan. Saya benar-benar ingin bersama Naya.”

“Karena kamu cinta, atau karena kamu merasa bertanggung jawab?” tanya Gunawan tajam.

Brian terdiam.

Ratna menggenggam tangan suaminya, seolah mencoba menenangkan suasana. Sementara itu, Rangga menatap Brian tanpa berkedip, menunggu jawaban yang tak kunjung keluar.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti seabad, Brian akhirnya berkata pelan, “Perihal tanggung jawab, sebagai lelaki bukankah kita memang harus memberikan tanggung jawab, rasa aman, nyaman dan cinta ?.”

Gunawan mendengus, tertawa kecil. “Jadi benar. Semua ini berawal dari tanggung jawab.”

“Pak Gunawan—” Wisnu mencoba menengahi, tetapi Gunawan mengangkat tangannya, memotong pembicaraan.

“Dengar,” kata Gunawan, suaranya tegas namun tenang. “Kami memang orang biasa. Kami tidak punya rumah sebesar ini. Kami tidak punya jabatan tinggi atau nama besar. Tapi kami punya harga diri.”

Ia memandang Brian lekat-lekat. “Dan kami tidak akan membiarkan anak kami menikah hanya karena seseorang merasa bertanggung jawab atasnya.”

Ratna tampak hendak membela Brian, tetapi Sarah angkat bicara. “Kami hanya ingin Naya bahagia. Bukan bertahan dalam pernikahan yang didasari belas kasihan.”

Naya menggigit bibirnya, air matanya hampir jatuh.

Gunawan berdiri. “Bagi kami alasan ini terlalu dibuat buat, entah apa yang kalian sembunyikan selama ini. Yang pasti, tanpa alasan yang jelas kami tidak akan melepas Naya hanya untuk mendapatkan kemungkinan gagal yang kedua kalinya.”

Lisa menatap Naya yang tangannya mulai gemetar, Lisa teringat bahwa serangan panik Naya bisa terjadi dalam tekanan seperti ini.

Wisnu akhirnya berkata pelan, “Kami mengerti kekhawatiran Anda, Pak Gunawan.”

Gunawan mengangguk tipis. “Kami akan kembali besok untuk mendengarkan sesuatu yang lebih masuk akal, jika besok kalian masih tidak bisa meyakinkan apa apa. Maka tidak ada lagi kesempatan.”

Setelah beberapa detik hening, Gunawan dan keluarganya berpamitan.

" Om .. " Panggil Lisa pada Gunawan.

" Boleh Naya di izinkan untuk menginap disini saja ? Atau mungkin jika berkenan om, tante, Kak Rangga juga bisa menginap disini. " Pinta Lisa.

" Tidak terimakasih, saya sudah pesan hotel tidak jauh dari sini. Dan untuk Naya, kalau Naya mau silahkan saja. " Jawab Gunawan.

Lisa memberi kode dengan anggukan kepala pelan. Berharap Naya mengerti.

" Naya disini saja Yah, ada yang perlu saya bicarakan dengan Lisa."

" Baiklah, jaga dirimu. "

Gunawan disusul Ratna dan Rangga meninggalkan kediaman mewah keluarga Brian.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!