Hai pembaca!
Kali ini, saya akan membawa Anda ke dalam sebuah kisah yang terinspirasi dari kejadian nyata, namun dengan sentuhan kreativitas yang membuatnya semakin menarik. Simaklah cerita tentang Halimah, seorang wanita yang terjebak dalam badai cinta, kekerasan, dan teror yang mengancam jiwa.
Semuanya bermula ketika Halimah bertemu dengan seorang pria misterius di media sosial. Percakapan mereka berlanjut ke chat pribadi, dan tak disangka, suami Halimah menemukan bukti tersebut. Pertengkaran hebat pun terjadi, dan Halimah dituduh berselingkuh oleh suaminya.
Halimah harus menghadapi cacian dan hinaan dari keluarga dan tetangga, yang membuatnya semakin rapuh. Namun, itu belum cukup. Ia juga menerima teror dan ancaman, bahkan dari makhluk gaib yang membuatnya hidup dalam ketakutan.
Bagaimana Halimah menghadapi badai yang menghantamnya? Apakah ia mampu bertahan dan menemukan kekuatan untuk melawan? Ikuti kisahnya dan temukan jawabannya. Jangan lewatkan kelanjutan cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DODIAKSU 31
"Ayo kita menikah, Halimah," ucap Alaric dengan suara lembut yang menggetarkan hati.
Halimah yang sedang minum, tiba-tiba tersedak dan matanya melotot ke arah Alaric dengan rasa heran.
Mobil yang mereka tumpangi segera berhenti di pinggir jalan, dan Alaric langsung memeriksa keadaan Halimah dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Kamu tidak apa-apa, Halimah? Kalau minum, hati-hati dong," ucapnya sambil mengusap sisa air yang ada di pipi dan pakaian Halimah.
Perhatian Alaric yang tulus dan penuh kasih sayang membuat hati Halimah luluh. Ia merindukan perhatian seperti ini dari seorang lelaki, merindukan untuk dimanja dan diperhatikan dengan sepenuh hati.
"Kamu serius dengan yang kamu katakan?" tanya Halimah lagi, dengan suara yang tidak percaya. "Kamu mau menikah dengan aku?"
"Aku ingin kamu menikah denganku, Halimah," ucap Aleric dengan suara tegas dan penuh keyakinan.
"Aku tahu semua orang sedang membicarakan kita, dan aku tidak ingin kita menjadi gunjingan orang lain. Aku ingin kita membangun hidup bersama, jauh dari sorotan dan kebisingan dunia luar."
Halimah menatap Aleric dengan mata yang dipenuhi keraguan. "Tapi apa kamu yakin, aku ini tidak secantik dan sepintar istrimu dulu," ucapnya dengan suara yang lirih.
"Aku hanya lulusan SMA, apa kamu tidak malu menikahi aku?"
Aleric meraih tangan Halimah dan menatapnya dengan mata yang penuh kasih sayang. "Aku tidak perlu semua itu, Halimah," ucapnya dengan suara yang lembut.
"Asalkan kamu setia dan menerima aku apa adanya, itu sudah lebih dari cukup. Aku ingin membangun hidup bersamamu, bukan dengan bayangan masa lalu atau harapan akan masa depan yang sempurna."
Halimah tertegun, secara tidak langsung Aleric telah melamarnya. Tapi entah mengapa, hatinya masih sedikit ragu. Ia takut masa lalu yang pahit akan terulang lagi, dan ia tidak ingin terluka sekali lagi.
"Aku belum bisa memberikan jawabannya sekarang, Mas," ucap Halimah dengan suara yang lembut dan penuh keraguan.
"Aku belum bilang tentangmu ke Rafa, dan kini keputusan ku hanya ada pada dia. Rafa adalah satu-satunya orang yang aku percayai untuk memutuskan masa depanku."
Aleric tersenyum dengan senyum yang penuh keyakinan dan kasih sayang. "Nanti aku akan coba meminta izin pada Rafa, bahkan jika perlu, langsung kepada kedua orang tuamu. Aku ingin memastikan bahwa semua orang yang kamu cintai setuju dengan keputusan kita."
Halimah membalas senyuman Aleric dengan senyum yang lembut, dan mengangguk mengiyakan niatnya. Namun, rasa takut masih menyelimuti hatinya seperti bayangan yang gelap dan tidak terpisahkan. Ia takut bahwa keputusan ini akan membawanya ke dalam kesulitan dan kesedihan yang lebih dalam.
Setibanya di klinik, Halimah mengikuti Aleric ke mana pun ia pergi, menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana ia mengawasi para pekerja yang sibuk membangun klinik itu. Aleric terlihat sangat terlibat, bahkan ia tidak segan untuk turun tangan dan membantu para pekerja. Halimah terkesan dengan kesabaran dan keramahan Aleric, yang dengan mudah bergaul dengan para pegawai dan membuat mereka merasa nyaman.
Bangunan klinik tersebut memiliki struktur yang sederhana namun modern. Dindingnya terbuat dari batako yang masih terbuka, menunjukkan bahwa bangunan tersebut masih dalam proses pembangunan. Atapnya terbuat dari genteng metal yang berwarna merah, memberikan kesan yang kokoh dan tahan lama.
Di sekitar bangunan, terdapat beberapa pekerja yang sedang sibuk melakukan pekerjaan mereka. Mereka menggunakan peralatan seperti cangkul, sekop, dan palu untuk membangun bangunan tersebut.
Di bagian depan bangunan, terdapat sebuah papan yang bertuliskan "Klinik Sehat" dengan huruf yang besar dan jelas. Papan tersebut menunjukkan bahwa bangunan tersebut akan digunakan sebagai klinik kesehatan.
Saat mereka selesai mengontrol semua, Aleric mengajak Halimah untuk singgah di restoran mewah di daerah pedesaan. Meskipun bukan restoran bintang lima, namun tempat itu memiliki suasana yang elegan dan nyaman. Halimah merasa sedikit terkejut dengan keputusan Aleric, tapi ia juga merasa senang karena bisa menghabiskan waktu bersama dengan lelaki yang makin lama makin ia kenal dan cintai.
Di dalam restoran, Aleric memilih meja yang strategis, dengan pemandangan yang indah dan suasana yang romantis. Ia meminta Halimah untuk duduk, sambil ia sendiri memilih menu yang lezat dan sehat. Halimah merasa terkesan dengan perhatian Aleric, yang membuatnya merasa seperti seorang putri yang dimanjakan.
"Aku akan memilih menu untukmu, ingat aku doktermu, Halimah," ucap Aleric sambil tersenyum ke arahnya dengan mata yang berkilauan.
"Aku ingin memastikan bahwa kamu mendapatkan makanan yang sehat dan lezat, layaknya seorang pasien yang harus dijaga kesehatannya."
Halimah tertawa dan membalas senyuman Aleric dengan senyum yang manis. "Iya, Pak Dokter," ucapnya dengan suara yang lembut.
"Aku akan menuruti semua perkataanmu, karena aku tahu bahwa kamu hanya ingin yang terbaik untukku."
Karena kebiasaan yang telah terbentuk selama ini, Halimah tanpa sadar melakukan hal yang sama pada Aleric, seperti yang dia lakukan pada suaminya dulu. Dia meladeni Aleric dengan penuh perhatian, bahkan hendak menyiapkan minum untuknya. Namun, Aleric tidak membiarkan hal itu terjadi.
"Kamu mau apa, Halimah?" tanya Aleric sambil menahan tangan Halimah dengan lembut. "Aku mau menuangkan air untukmu," jawab Halimah dengan polos.
Aleric tersenyum dan menatap Halimah dengan mata yang penuh kasih sayang. "Halimah, aku bukan suamimu yang dulu," ucapnya dengan suara yang lembut.
"Aku tidak perlu kamu perlakukan seperti itu. Sejatinya, tidak hanya pria yang butuh perhatian, tapi wanita juga perlu dihargai dan diperlakukan dengan baik."
Aleric kemudian menuangkan air ke dalam gelas dan meletakkannya di depan Halimah.
"Aku ingin kamu tahu bahwa aku menghargai kamu, tidak hanya sebagai seorang wanita, tapi juga sebagai individu yang berharga," ucapnya sambil menatap Halimah dengan mata yang penuh kasih sayang.
Air mata Halimah menetes tanpa sadar, ia terharu oleh perlakuan Aleric yang penuh kasih sayang dan perhatian. Selama ini, ia hanya terbiasa menyiapkan semuanya untuk Anton dan Rafa, anaknya, tanpa pernah mendapatkan perlakuan yang sama.
Aleric melihat air mata Halimah dan segera bertanya, "Kamu kenapa menangis? Apa aku salah bicara?" Suaranya penuh kekhawatiran dan kasih sayang.
Halimah menggeleng dan mengusap air matanya, "Nggak, Mas. Aku hanya terharu saja kamu memperlakukan aku seperti ini." Suaranya terdengar lembut dan penuh emosi.
Aleric tersenyum dan mengambil tangan Halimah, "Aku kira kenapa. Tentu itu juga sudah jadi kewajibanku, Halimah. Semoga kita segera bisa menjadi suami istri, agar aku bisa memanjakanmu dan membuatmu merasa bahagia setiap hari." Ucapnya penuh harapan dan kasih sayang, membuat Halimah merasa seperti di atas awan.
Setelah mereka selesai makan, mereka segera keluar dari restoran dan melanjutkan perjalanan untuk mengantarkan Halimah pulang. Perjalanan yang melelahkan akhirnya berakhir ketika mereka tiba di kompleks perumahan Halimah. Namun, ketika mereka mendekati rumah Halimah, mereka terkejut melihat beberapa mobil dan motor yang terparkir di depan rumah.
Halimah merasa heran dan penasaran, "Ada apa di rumahku? Kenapa ramai sekali?" tanyanya.
Aleric memandang ke arah rumah dengan mata yang tajam, "Aku tidak tahu, Halimah. Tapi kita akan segera mengetahuinya," ucapnya sambil memarkirkan mobilnya di pekarangan.
Saat mereka turun dari mobil, beberapa orang yang terlihat di depan rumah memandang ke arah mereka dengan mata yang tajam. Anton dan Ariyani terlihat di antara mereka, dengan wajah yang terlihat tidak senang. Suasana di sekitar rumah terasa tegang, dan Halimah merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres.