Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #13
Suara denting piring di tengah ruang makan terdengar mengiringi suasana makan malam antara Alif dan Zara. Tak ada yang bersuara. Bahkan, untuk sekadar saling menatap rasanya begitu sulit.
Zara masih enggan banyak bicara dengan sang suami. Baginya, akan lebih baik mengurangi komunikasi demi menghindari rasa nyaman di hati satu sama lain. Sementara Alif masih sibuk memikirkan cara agar sang istri tidak memprioritaskan pria lain, kecuali dirinya.
"Aku sudah kenyang," ucap Zara singkat. Ia melangkahkan kaki pergi ke kamar meninggalkan Alif tanpa menunggu jawaban dari pria itu.
"Oke, Jasmine," jawab Alif meski Zara semakin menjauh dan tidak mungkin lagi terdengar oleh Zara.
Setelah memastikan Zara sudah berada di kamar, Alif segera meraih ponselnya dan langsung berinteraksi dengan internet. Pencarian utamanya malam ini yaitu cara memikat hati wanita.
Pria itu mulai membaca dengan seksama poin-poin yang tersaji dilayar ponsel. Semakin lama dahinya tampak berkerut yang menandakan ia tidak begitu setuju dengan informasi itu.
"Kenapa semua ini terasa berlebihan? Apakah aku harus menjadi pria seperti Naufal agar Jasmine tertarik padaku?" tanya Alif pada dirinya sendiri.
Akan tetapi, karena tak ingin semakin pusing, ia akhirnya memutuskan masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.
Pandangan pertama pria itu langsung mengarah ke sofa di mana Zara kini sudah tertidur pulas di sana. Langkah kaki membawanya mendekati sang istri. Ingin rasanya ia mengangkat tubuh mungil tersebut ke kasur, tetapi rasa segan membuat pria itu mengurungkan niat.
Anggaplah dia pria pengecut, tetapi itulah komitmennya. Tak ingin menyentuh sampai sang istri mengizinkan dengan ikhlas dan suka sama suka. Setidaknya dengan cara itu Alif bisa menghargai keputusan Zara.
Pada akhirnya, hanya selimut yang bisa ia pakaikan sang istri agar wanita itu tidak kedinginan. "Tidur yang nyenyak, Jasmine. Semoga Allah segera melembutkan hatimu untukku."
.
.
.
Hari terus berganti, membawa harapan baru bagi setiap insan. Harapan untuk sebuah hati dan sikap yang belum berubah sedikit pun hingga saat ini. Itulah yang terjadi pada Zara. Sementara Alif masih bersikap dingin di depan walau bucinnya di balik layar sungguh luar biasa.
Tips dari internet sudah ia terapkan sedikit demi sedikit, tetapi pada akhirnya ia akan malu sendiri dan serba salah. Seperti saat ini, keduanya baru saja menaiki mobil. Alif akan memberikan materi pembekalan KKP, sementara Zara akan menghadiri pembekalan itu.
Keadaan Zara yang sedikit pilek membuat Alif sedikit khawatir, hanya saja ia tak begitu tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya tanpa terkesan berlebihan atau terlalu datar.
"Jika kamu sakit, sebaiknya kita ke dokter saja," ujar Alif dengan wajah datar, padahal ia sudah berusaha terlihat khawatir.
"Nggak papa, Pak. Ini hanya pilek biasa. Minum obat flu juga nanti reda, kok," balas Zara.
"Kalau gitu, kamu istirahat saja di rumah," ujar Alif kembali mencoba memberikan perhatiannya walau lagi-lagi dengan wajah tanpa ekspresi.
"Nggak bisa, Pak. Pembekalan sebelum KKP itu hukumnya wajib. Jadi, nggak boleh tidak hadir," balas Zara.
Alif mengusap wajahnya kasar sambil menghela dalam. Apa caranya yang salah hingga ia merasa tidak puas dengan apa yang baru saja ia lakukan. Bahkan, Zara sama sekali tak menunjukkan senyuman kepadanya saat berbicara.
Baru saja Alif hendak menjalankan mobilnya, ia tak sengaja melihat sang istri lupa memakai sabuk pengaman. Dengan tekad yang kuat dan optimis, pria itu mendekatkan tubuhnya kepada Zara untuk membantu memakaikan sabuk pengaman. Wanita yang saat ini sibuk mencari tissue seketika diam mematung kala menyadari posisi mereka kini sangat dekat, bahkan tepat berada di depannya.
"Ba-bapak mau ap ... Huaacccih!"
Suasana hening sejenak. Zara begitu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Wajah Alif yang berada di hadapannya kini tampak sangat mengenaskan. Bagaimana tidak? Beberapa bulir bening sudah melekat di wajah tampan yang kini sedang memejamkan mata secara refleks.
"Ma-maaf, Pak!" ucap Zara pelan. Tangannya yang sudah berhasil mendapatkan tissue tadi langsung membersihkan wajah itu dengan perasaan sedikit takut.
Rasa kesal dan malu kini menyelimuti hati Alif. Ia kembali ke posisi awalnya, lalu meraih tissue di tangan Zara dengan cepat dan membersihkan mukanya sendiri. Insiden ini lagi-lagi menandai kegagalannya bersikap romantis kepada sang istri.
"Pakai sabuk pengamanmu," ucap Alif singkat, lalu mulai menjalankan mobil.
Tak menunggu lama, mereka kini tiba di tempat biasa yang menjadi lokasi aman Zara turun dari mobil. Wanita itu langsung turun dan berjalan sendiri, sementara Alif diam mengamati sang istri dari jauh. Pria itu baru kembali menjalankan mobilnya setelah memastikan Zara sudah memasuki lingkungan kampus.
.
.
.
"Ada apa dengan penyusunan lokasi ini?" Alif memijit pangkal hidungnya usai melihat daftar posko KKP. Dari 120 mahasiswa farmasi yang akan ikut KKP, terdapat 8 pembagian posko yang akan menjadi tempat istirahat bagi para mahasiswa usai melakukan KKP di puskesmas, rumah sakit, dan masyarakat, dengan masing-masing dua dosen sebagai pembimbing.
Akan tetapi, bukan itu yang membuat Alif frustrasi. Masalahnya adalah Naufal Wijaya bersama seorang dosen wanita Mayasari adalah pembimbing posko di mana Zara berada.
.
.
.
"Maaf, Pak, Alif. Saya tidak bisa bertukar tempat dengan Anda," ujar Naufal.
.
.
"Bu Maya, tolong. Tinggal Ibu satu-satunya harapan saya. Maukah Ibu bertukar tempat KKP dengan saya?"
"Ya elah, Pak Alif, saya kira tadi Bapak mau melamar saya."
.
.
#bersambung#