NovelToon NovelToon
Cinta 'Terkontrak'

Cinta 'Terkontrak'

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Romansa / Slice of Life / Chicklit
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: Luckygurl_

Senja Maharani, seorang sekretaris muda yang cerdas, ceroboh, dan penuh warna, di bawah asuhan Sadewa Pangestu, seorang CEO yang dingin dan nyaris tak berperasaan. Hubungan kerja mereka dipenuhi dinamika unik: Maha yang selalu merasa kesal dengan sikap Sadewa yang suka menjahili, dan Sadewa yang diam-diam menikmati melihat Maha kesal.

Di balik sifat dinginnya, Sadewa ternyata memiliki sisi lain—seorang pria yang diam-diam terpesona oleh kecerdasan dan keberanian Maha. Meski ia sering menunjukkan ketidakpedulian, Sadewa sebenarnya menjadikan Maha sebagai pusat hiburannya di tengah kesibukan dunia bisnis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Luckygurl_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menguji kesetiaan

Ruang kerja Niken terasa lebih sunyi dari biasanya, sejak Maha masuk kedalam ruang kerja Niken. Meski awalnya berniat untuk bercengkrama selama jam istirahat, Maha justru terdiam. Ia duduk di kursi yang biasa digunakan rekan kerja Niken. Pandangannya terlihat kosong, seolah pikirannya melayang jauh dari ruangan itu.

Sementara Niken yang sedang menikmati makan siang yang dibelikan oleh Maha, pun melirik sahabatnya dengan penuh perhatian. Ia mengenal Maha dengan sangat baik untuk tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Sadewa lagi, ya?" celetuk Niken, memecah keheningan.

Maha mendesah pelan, lalu merapikan posisi duduknya agar lebih nyaman. Pandangannya kini tertuju pada Niken, penuh rasa ingin tahu yang tak bisa disembunyikan. “Ken, kalau seseorang udah sering melakukan skin ship dan bisa dibilang cukup intens. Apa itu artinya hubungan mereka udah masuk ke tahap yang serius?” tanyanya, suaranya terdengar ragu namun penuh rasa penasaran.

Niken menatap Maha dengan alis terangkat, “Umur kamu berapa, sih? Masa hal kayak gitu masih kamu tanyain? Hm? Lagian, udah jelas kamu tahu jawabannya, Maha. Hubungan dewasa itu memang punya dinamika seperti itu,” ujarnya sambil tersenyum.

Maha menegakkan punggungnya dengan ekspresi kesal. “Nggak usah ngotot kali, Ken. Aku, ‘kan, cuma tanya aja,” balasnya sambil menyandarkan tubuh kembali ke kursi.

Niken terkekeh tatkala melihat sahabatnya bersungut-sungut seperti anak kecil. Ia tahu Maha hanya butuh kepastian, meski mungkin jawabannya sudah ada dalam benaknya sendiri. “Maha, merasa nyaman dan aman, itu yang penting. Hubungan nggak selalu diukur dari intensitas sentuhan, tapi dari kejujuran dan rasa saling percaya.” sahutnya.

Maha menyadari bahwa mungkin yang ia cari bukan sekadar jawaban sederhana, melainkan pengakuan atas perasaan yang semakin dalam dan di balik keheningan sejenak, ada perasaan lega karena ia tahu bahwa ada seseorang yang selalu siap mendengarkan dan memberi dukungan tanpa syarat.

Mata Niken menyipit, menatap Maha dengan penuh selidik, seolah mencoba membaca pikirannya. “Hayo, kamu sama Sadewa udah ngelakuin apa, nih? Atau jangan-jangan kalian udah... ehem-ehem?” godanya dengan nada yang dibuat-buat, diiringi tawa kecil.

Maha langsung tersentak, seolah tertangkap basah. Bayangan kejadian di dapur bersama Sadewa melintas di benaknya, membuat wajahnya memerah seketika. Secara refleks, tangannya terangkat menyentuh lehernya, tempat tanda merah itu masih terasa meskipun sudah disamarkan dengan foundation.

“Pikiranmu aja, Ken. Gila kali aku begituan sama Sadewa, edan kamu!” Maha menyangkal dengan sedikit kesal, tapi tak bisa menyembunyikan tawa kecil yang terselip. “Eh, aku udah cerita belum, sih, waktu itu aku dikenalin sama teman-temannya Sadewa? Terus, aku ketemu Saka di sana,” lanjutnya dengan antusiasme yang tiba-tiba meledak.

“Saka?! Cowok yang dulu sempat ngelamar kamu dua tahun lalu? Kamu cuma cerita kalau dikenalin ke teman-temannya Sadewa, tapi nggak bilang soal Saka,” Niken membelalakkan mata, hampir menjatuhkan sendok di tangannya.

“Iya, dia… Aku kaget banget ternyata dia temannya Sadewa. Dulu waktu aku dekat sama dia, kok aku nggak tahu Sadewa, ya? Padahal Saka sering ajak aku ketemu teman-temannya juga. Tapi orang-orang yang pas Sadewa ajak aku itu beda semua, auranya anak konglomerat semua,” jelas Maha mengangguk, wajahnya memancarkan keheranan yang masih terasa segar.

“Ya berarti intensitas kedekatan kamu sama Saka waktu itu nggak benar-benar dekat. Terus gimana respon dia pas ketemu kamu, datang sama Sadewa?” ujar Niken, mencoba menganalisis. Ia benar-benar penuh rasa ingin tahu, sampai tangannya terlipat di depan dada.

“Saka kayak nggak ngenalin aku, Ken. Bahkan, ngelirik aku aja nggak. Mungkin dia masih marah atau bahkan murka sama aku karena lamarannya aku tolak. Tapi masa iya, nggak bisa move on? Udah dua tahun juga, ‘kan?” suara Maha terdengar lirih, mengusik keheningan di ruangan itu.

“Mungkin kamu udah di blacklist dari hidup Saka, Maha,” balas Niken. “Dia mungkin bener-bener ogah interaksi lagi sama kamu. Dan aku bisa pahami perasaan Saka, lamarannya ditolak sama wanita yang dia cintai, terus setelah dua tahun berlalu, dia lihat kamu digandeng Sadewa yang sekarang jadi temennya. Apa nggak syok tuh hati Saka?” lanjutnya, tertawa kecil.

Bahu Maha merosot seolah menanggung beban yang tak terlihat. “Iya, sih. Cuma aku merasa bersalah, Ken. Sikap Saka waktu itu masih terngiang-ngiang di benakku sampai sekarang.” ucapnya pelan, pandangannya tertuju ke lantai.

Pikiran Maha berkelana kembali ke pertemuannya dengan keluarga Sadewa, membuat senyum kecil menghiasi wajahnya tanpa sadar. Kenangan itu menghangatkan hatinya, meski ada banyak hal yang masih belum ia pahami.

Niken, yang masih memperhatikan Maha, pun mengerutkan kening. “Dih, kenapa tiba-tiba senyum-senyum gitu? Kesambet?!” cibirnya.

Maha tersenyum lebih lebar, lalu menjawab, “Nggak... kamu tahu, Ken, Sadewa itu udah ngenalin aku ke ibunya...” jawabnya, ada kebahagiaan tersirat dalam suaranya, seolah momen itu adalah sesuatu yang spesial.

“Ya bagus, dong. Berarti sesuai isi kontrak,” ujar Niken, mengangguk, ikut merasakan kebahagiaan sahabatnya.

Namun, tiba-tiba Maha menggeser kursinya lebih dekat ke arah Niken. Matanya berbinar dengan rasa ingin berbagi rahasia. Ia mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya ke Niken, lalu berbisik dengan pelan, “Sadewa ternyata udah punya anak,”

“Huh! Yang benar kamu, Maha!” Pekik Niken, matanya membelalak karena terkejut. Seolah apa yang baru saja didengarnya terlalu sulit untuk dicerna.

“Sumpah, namanya Embun. Embun siapa ya lupa, pokoknya namanya aesthetic gitu. Umurnya sepuluh tahunan, cantik banget,” kata Maha dengan senyum mengembang, saat menceritakan sosok putri kecil Sadewa. Ada kebahagiaan yang tersirat dalam nada suaranya, seolah anak itu membawa warna baru dalam hidupnya.

Niken masih terkejut, tapi kini rasa penasaran mulai menggantikan keterkejutannya. “Tunggu deh, berarti Sadewa itu duda atau gimana?” tanyanya dengan nada penuh selidik.

Maha mengedikkan bahunya ringan. “Nggak tahu aku, nggak mau tanya juga,” jawabnya, berusaha terlihat santai meski dalam hatinya ada secuil rasa ingin tahu yang ia simpan.

“Sinting, nih, anak. Kalau ternyata Sadewa masih punya istri dan kontrakmu ini cuma alibi buat cari istri kedua, gimana?” Niken melontarkan pertanyaan dengan nada khawatir, matanya menatap Maha penuh perhatian.

“Ck, nggak lah. Kalaupun kayak gitu, pasti ibunya Sadewa juga ngomong ke aku, Ken,” sahut Maha, mencoba menenangkan kegelisahan sahabatnya. Meski begitu, ada sedikit keraguan yang terselip di ujung kalimatnya.

“Anjir, polos banget ini anak. Eh, Maharani yang cantik jelita, perbanyak baca buku dark romance sama nonton drama Korea atau Cina tentang kehidupan keluarga konglomerat. Biasanya, tuh, anak sama ibu kongkalikong buat nyariin istri baru, karena istri lamanya nggak ada keuntungannya,” ucap Niken, setengah bercanda tapi penuh makna.

Maha mendengus pelan, ia mengibaskan tangan ke arah Niken. “Sumpah, otaknya udah terkontaminasi cerita-cerita dark romance. Jadinya ngalor ngidul. Udah ah, mau balik ke ruangan. Kerjaan numpuk. Bye!” katanya sambil beranjak dari tempat duduknya.

Namun, saat melangkah keluar, senyum kecil tak dapat disembunyikan di sudut bibirnya. Ucapan Niken barusan membuat Maha tergelitik. “Sumpah, ada-ada aja si Niken.” gumamnya sambil menggeleng pelan, menahan tawa.

Sesampainya di meja kerjanya, Maha tertegun. Saat di atas mejanya ada sebuah buket bunga mawar putih tergeletak anggun, menguarkan keharuman lembut yang mengisi udara sekitarnya. Matanya berbinar saat jemarinya meraih buket itu, membelai kelopak-kelopak lembutnya.

“Manis banget,” bisiknya, sambil membawa bunga itu lebih dekat ke hidungnya, menikmati aroma segar mawar yang menenangkan. Namun, senyuman Maha perlahan memudar. Tatapannya menjadi datar saat melihat nama yang tertulis di kartu kecil yang menyertai buket itu. Danu.

Perlahan, ia meletakkan bunga tersebut kembali ke mejanya. Sebuah kekhawatiran merayap di hatinya. Kalau sampai Sadewa tahu Mas Danu ngasih aku bunga, pasti dia marah banget, pikirnya, cemas. Bayangan wajah Sadewa yang muram dan penuh amarah muncul di benaknya.

Sikap Sadewa yang dominan selalu membuatnya merasa terkekang. Ia tahu Danu hanya bermaksud baik, tetapi perhatian seperti ini bisa menimbulkan masalah besar. Maha tidak ingin Danu terlibat dalam kekacauan yang mungkin terjadi, terutama dengan Sadewa yang bisa sangat posesif.

Dengan perasaan campur aduk, Maha memandang buket itu sekali lagi, lalu duduk perlahan di kursinya. Bunga itu kini terasa seperti beban yang tak terlihat, menyisakan kekhawatiran yang terus berputar dalam pikirannya. Namun, bayangan Sadewa yang marah kembali menghantuinya. Dengan langkah pelan, ia berdiri dari kursinya, menggenggam buket itu dengan hati yang diliputi kebimbangan.

Akhirnya, dengan berat hati, Maha melangkah menuju tempat sampah di sudut ruangan. Ia menatap bunga-bunga itu sejenak, seolah meminta maaf atas keputusan yang akan diambilnya. Perlahan, ia meletakkan buket itu di dalam tempat sampah, merasakan hatinya mencelos saat kelopak-kelopak indah itu kini tergeletak di tempat yang tak layak.

Maha menatap kosong ke arah bunga yang kini tersembunyi di balik tumpukan kertas. Ada rasa bersalah yang menggerogoti hatinya, rasa bersalah pada Danu yang telah dengan tulus memberikan bunga itu.

“Maafin aku, Mas Danu.” bisiknya lirih.

Maha kembali duduk di kursinya, merapatkan kedua tangannya di pangkuan, mencoba menenangkan gejolak di hatinya. Bunga yang terbuang itu menjadi simbol dilema yang harus ia hadapi, antara menjaga hati Danu atau menghindari kemarahan Sadewa.

Sementara itu, di ruangannya, Sadewa duduk santai di kursi kerjanya. Di depan matanya ada layar monitor yang menampilkan rekaman langsung dari ruangan Maha. Sebuah senyum smirk menghiasi wajahnya saat ia melihat Maha membuang buket bunga ke tempat sampah.

Buket dari Danu? Tidak, itu sebenarnya dari Sadewa.

Sadewa telah merancang segalanya dengan cermat. Ia ingin menguji kesetiaan Maha, melihat bagaimana reaksi gadis itu saat menerima buket yang ia buat seolah-olah berasal dari Danu. Ia ingin memastikan bahwa Maha benar-benar memahami batasan yang telah ia tetapkan.

Melihat Maha membuang bunga itu tanpa ragu, ada rasa puas yang merayap di dalam dada Sadewa. Ia merasa menang, seolah telah berhasil menancapkan pengaruhnya lebih dalam lagi di hati Maha. Senyuman smirk itu semakin lebar, penuh dengan rasa percaya diri.

“Sepertinya sudah tidak ada ruang untuk Danu di hatinya.” gumam Sadewa, suaranya penuh keyakinan. Ia menatap layar monitor itu untuk beberapa saat lagi, menikmati momen kecil kemenangan ini. Bagi Sadewa, ini bukan hanya soal bunga, melainkan soal kepatuhan dan rasa memiliki yang tak tergoyahkan.

1
Lilis Yuanita
lnjut
Bunda Mimi
Apakah Maha hamil???
Lucky ᯓ★: waduhhhh/Gosh/
total 1 replies
Rian Moontero
lanjuuutt👍🤩🤸🤸
Lilis Yuanita
ngapain ngarepin maha klo maha d acuhin
Lucky ᯓ★: pria tsunder kan begitu kak /Chuckle//Chuckle//Chuckle/
Lucky ᯓ★: pria tsunder kan begitu kak /Chuckle//Chuckle//Chuckle/
total 2 replies
Bunda Mimi
makasih thor, hari ini update nya 2x,,, trus byk lagi dialog antar tokoh😍😍😍
Bunda Mimi
pokoknya tetap Tim Dewa dan Maha y thor, Danu sama Niken aza😅
Lucky ᯓ★: waduh, plot twist sekali ini bunda /Facepalm/
total 1 replies
Bunda Mimi
terima kasih update nya thor
Lucky ᯓ★: sama-sama bunda /Rose/
total 1 replies
Bunda Mimi
gedeg liat Sadewa🤬
Lucky ᯓ★: aaa aku baru tahu /Cry/ terimakasih bunda /Kiss//Kiss//Kiss/
Bunda Mimi: pasti bisa🤣
total 9 replies
Bunda Mimi
udah panjang bab nya,,,, tapi selalu merasa kurang thor😅
Bunda Mimi: di tunggu crazy up nya thor🤣
Lucky ᯓ★: eiiii sabar dong /Proud/
total 2 replies
Bunda Mimi
Baguss,,,,,, Suka Alur nya
Lucky ᯓ★: ahhh aku melting, terimakasih bebi /Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Bunda Mimi
Tq thor update nya,,,,,
Lucky ᯓ★: iya bebi, sama-sama. Terimakasih juga sudah setia membaca /Kiss/
total 1 replies
Bunda Mimi
thor bab 21 dan 22 nya kok sudah tidak ada ya
Bunda Mimi: ok siap thor
Lucky ᯓ★: terimakasih atas dukungannya kak, dan mohon maaf jika nanti update ulang dengan isi yang sama. aku revisi karena biar lebih nyaman untuk dibaca, juga ini saran dari editor saya
total 4 replies
Wayan Sucani
Luar biasa
Wayan Sucani
Rasanya berat bgt
catalina trujillo
Bikin ketawa sampe perut sakit.
Lửa
Ngakak sampai sakit perut 😂
Kiyo Takamine and Zatch Bell
Asiknya baca cerita ini bisa buat aku lupa waktu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!