Fitri terpaksa bersedia ikut tuan Tama sebagai jaminan hutang kedua orang tuanya yang tak mampu mwmbayar 100 juta. Dia rela meski bandit tua itu membawanya ke kota asalkan kedua orang tuanya terbebas dari jeratan hutang, dan bahkan pak Hasan di berikan uang lebih dari nominal hutang yang di pinjam, jika mereka bersedia menyerahkan Fitri kepada sang tuan tanah, si bandit tua yang beristri tiga. apakah Fitri di bawa ke kota untuk di jadikan istri yang ke 4 atau justru ada motif lain yang di inginkan oleh tuan Tama? yuk kepoin...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arish_girl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2 Ikut Ke Rumah Besar
"jangan! Jangan lakukan itu! aku mohon!! Tolong jangan bawa anakku!" kata Bu Wati terisak sembari menarik kuat tangan Fitri agar tidak mendekati Tuan Tama.
"Tidak apa, ibu. Percayalah Fitri akan baik-baik saja." kata Fitri mencoba menenangkan hati sang ibu.
"tidak anakku, kau belum tahu siapa Tuan Tama. Dia adalah juragan tanah yang sangat kejam, kalau sampai terjadi sesuatu padamu, ibu tidak bisa memaafkan diri ibu." kata Bu Wati. "Bapak, jangan biarkan anak kita dibawa oleh mereka." tangis Bu Wati pecah menatap tajam ke arah Pak Hasan agar sang suami itu menahan Fitri agar tidak bawa oleh orang-orang rentenir itu.
"sudah cukup! aku tidak mau bertoleransi lagi, jika kalian berdua tidak menginginkan Fitri sebagai jaminan, tidak apa. Aku juga tidak butuh anakmu ini, asalkan sekarang juga kau bayar hutang kalian 100 juta sekaligus bunganya." bentak Tuan Tama yang merasa jengah melihat drama yang dilakukan oleh Pak Hasan dan istrinya.
Seketika bu wati terdiam, ia tahu tentu ia dan suaminya tidak akan pernah bisa untuk melunasi hutang-hutangnya itu. Jangankan yang 100 juta, membayar bunganya saja mereka tidak memiliki cukup uang untuk melunasinya.
Kenapa, kenapa kalian diam?" bentak Tuan Tama. Kedua tangan pria tua itu melingkar di kedua Sisi pinggangnya, berkacak sembari menendang salah satu barang-barang yang sudah berhasil dikeluarkan oleh anak buahnya.
Brak....brak..
sebuah ember besar telah ditendang oleh kaki Tuan Tama karena kekesalannya.
Pak Hasan dan Bu Wati seketika terlonjak kaget melihat keberingasan Tuan Tama. Bu Wati menangis, ia tidak bisa berbuat apapun selain diam dan membiarkan tuan tanah yang kejam itu membawa putrinya.
"Apakah kalian masih yakin tidak akan memberikan putrimu kepadaku?" lagi-lagi Tuan Tama menekankan keinginannya untuk membawa Fitri.
Pak Hasan dan Bu Wati terdiam, mereka hanya bisa menangis menatap kepergian putrinya yang dibawa masuk ke dalam mobil oleh kedua anak buah tuan tanah Wiratama.
"saya akan lihat perkembangan selanjutnya, jika dalam sebulan, anak mu fitri tidak membuat ulah di rumahku, maka ku nyatakan hutangmu yang 100 juta beserta bunga-bunganya telah lunas. Akan tetapi jika belum genap sebulan anakmu membuat ulah, maka kau akan tanggung sendiri akibatnya. Ancam Tuan Tama sebelum ia pergi menyusul anak buahnya.
"pak, aku tak bisa tenang. Aku takut terjadi sesuatu pada Fitri." isak tangis bu Wati pecah.
"kita do'akan saja, Fitri baik baik saja." kata pak Hasan pasrah. Mau gimana lagi, ia juga tak bisa berbuat apapun selain pasrah dan meminta perlindungan dari Yang Maha Kuasa, semoga saja, Yang Maha Kuasa melindungi Fitri.
sementara Fitri di bawa ke sebuah rumah besar, ruma yang tak lain menjadi istana kebanggaan bagi keluarga Wiratama. Rumah di mana di dalamnya terdapat beberapa orang keluarga dan kerabat yang mereka tinggal bersama dalam satu atap.
"ayoo turu!" bentak anak buah tuan Tama dengan kasar.
"bisa gak sih pelan pelan saja. saya bisa turun tanpa di dorong dorong begini." keluh Fitri dengan Walah merengut.
"tidak usah banyak komplain. kamu itu hanya tawanan tuan Tama. jadi, bersikaplah layaknya jongos, jangan berlagak seperti nyonya di rumah ini." sergah satu di antara para anak buah tuan Tama.
Fitri pun turun dari mobil, ia langsung di giring menuju rumah besar itu.
"Lastri...!!" teriak salah satu anak buah tuan Tama yang membawa Fitri masuk ke rumah itu.
seorang wanita paruh baya terlihat berlari ke ruang tengah dan segera menghadap anak buah tuan Tama. "iya, Joko. ada apa?" tanyanya saat sudah sampai di depan anak buah tuan Tama yang biasa di panggil joko.
"tuan membawa tawanan baru, silakan kamu ajarkan bagaimana dia harus bersikap dan bagaimana dia harus melayani semua anggota keluarga di rumah ini. Dan katakan pula padanya, jika dia sampai melakukan kesalahan, kasih tau dia, hukuman apa yang akan dia Terima jika sampai melanggar aturan dari tuan Besar." Joko menasehati Lastri.
"baik, Pak Joko. saya akan lakukan sesuai pesan anda." sahut Lastri dengan hormat.
"lakukan tugasmu sebagai tawanan. ingat, jangan membuat ulah. kedua orang tuamu akan menjadi taruhannya jika kau tak patuhi aturan tuan besar." kata Joko.
"Fitri terdiam, dia pasrah saja dengan nasib apa selanjutnya yang bakal terjadi padanya.