NovelToon NovelToon
Sisi Gelap Sebuah Klinik

Sisi Gelap Sebuah Klinik

Status: sedang berlangsung
Genre:Rumahhantu / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

Doni, seorang anak yang menitipkan hidupnya di sebuah klinik, namun ternyata klinik tersebut menyimpan sejuta rahasia penting, terutama untuk hidupnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

sosok Misterius di pemakaman

Kebisingan kota menggulung di sekeliling Ara saat kakinya melangkah melewati pintu gerbang pemakaman Exora. Udara sore itu hangat dan angin berhembus lembut, namun beban di dadanya menambah berat langkahnya. Dia mengingat pertemuan sebelumnya dengan Doni, wajah penuh harap pria itu tersimpan dalam ingatan.

Sebuah bayangan melintas di depan matanya. Seorang wanita tua melangkah keluar dari kompleks makam, warna gaun lusuhnya terbaur dengan dedaunan yang kering. Pikirannya berputar; perasaannya tak bisa disangkal. Wanita itu mencolok, seolah mengeluarkan aura misterius.

“Permisi! Nenek!” Ara memanggil, suaranya bergetar di antara geliat angin.

Wanita itu berhenti sejenak, kemudian menoleh. Matanya berbinar, dan kemudian seolah menimbang kebisingan yang tiba-tiba muncul.

“Ada apa, Nak?” suaranya lembut namun tegas.

“Aku... aku lihat kau keluar dari sini. Apakah kau—”

Wanita itu mengangguk pelan. “Ya, aku berkunjung untuk merindukan mereka yang pergi.”

Di dalam dirinya, Ara merasakan tarikan rasa penasaran. Dia mendekati wanita itu lebih dalam, merasakan suasana pemakaman yang suram di sekeliling mereka.

“Siapa yang kau rindukan?” Ara bertanya lembut, berusaha menggali lebih dalam.

“Saudara perempuan ku. Dia pergi terlalu cepat,” jawab wanita itu sambil menatap batu nisan yang terlihat samar dalam cahaya senja.

“Dari mana kau berasal? Apa kau tinggal di sini?” Ara bersikeras.

Wanita itu mengalihkan pandangan keluar, seolah enggan membahasnya. “Ingin tahu tentang masa lalu sering kali berakhir dengan rasa sakit.”

Ara terdiam sejenak, diganggu oleh perasaan tak nyaman. “Maaf, aku tidak bermaksud—”

“Tapi kau harus tahu bahwa kadang rahasia perlu tetap tersembunyi.”

Dengan rasa penasaran yang membara, Ara mengambil keputusan. “Aku sedang mencarikan seseorang. Temanku... dia mencari ibunya. Apakah kau mendengar berita tentang seorang wanita yang meninggal saat melahirkan?”

Wanita itu menoleh tajam, wajahnya tampak tegang. “Pencarian itu berbahaya,” katanya sambil mendekat.

“Kenapa? Apa ada yang salah?” Ara mencahari kejelasan, merasakan ketegangan dalam suara wanita itu.

“Beberapa hal sebaiknya tetap terpendam. Dan jika kau menggali terlalu dalam, kau bisa terjebak dalam kisah kelam.” Wanita tersebut mengucapkan kata-kata itu dengan tatapan tajam.

“Aku hanya ingin membantu temanku,” Ara berusaha meyakinkan, tetapi hatinya bergetar oleh peringatan yang samar.

Wanita itu menggelengkan kepala, berusaha untuk tidak terbawa arus pembicaraan. “Anak muda, ada konsekuensi. Siapa yang kau cari bisa terluka.”

“Tidak ada tanggung jawab ku jika aku tidak tahu siapa dia,” Ara bersikeras.

“Mungkin terlalu banyak yang kau inginkan,” jawab wanita itu dengan nada menegaskan, gerakannya kini lebih lambat dan terukur. “Ada kalanya kita harus belajar melepaskan.”

Ara tidak ingin berputus asa. Dengan harapan yang menggelora, dia melangkah maju. “Kau tahu sesuatu. Aku bisa merasakan itu. Apa kau tahu siapa ibunya? Siapa yang bisa membantuku?”

“Jangan pernah mengandalkan kegelapan untuk mencari kebenaran,” wanita itu menatap Ara. Ada kesedihan dalam matanya. “Kadang, kebenaran menyakitkan lebih dari kebohongan.”

Ara berjuang menahan emosinya. “Doni berhak tahu. Gak ada yang bisa menghentikanku.”

Wanita tua itu terdiam, seolah terjebak dalam seribu pikiran. Dalam tatapannya, Ara menangkap kilasan gambar masa lalu penuh luka.

“Ada makna dalam perpisahan,” wanita itu mulai bersuara pelan. “Tapi itu bukan untuk dibagikan. Pergilah sebelum terlambat.”

Ara tidak ingin mundur. “Jika kau tahu sesuatu, tolong. Beritahu aku. Doni sangat membutuhkan ini.”

Kembali wajah wanita itu bersinar dengan ketegangan. Namun, akhirnya, dia memutuskan untuk meredakan beban di dadanya. “Ada yang bisa kau lakukan. Jika kau masih ingin menemui orang itu, bisa jadi akulah orangnya.”

“Siapakah kau?” Ara menanyakan dengan antusias.

“Aku pernah mengenali ibunya. Dia pergi meninggalkan semua kenangan di belakangnya.”

Ara seolah terbang. "Kau tahu di mana dia? Apakah kau bisa membantuku menemui dia?”

“Malam ini. Di tempat gelap di antara pepohonan. Itulah satu-satunya tempat aman. Hanya aku yang bisa membantumu," dengan suara bergetar, wanita tua itu berbagi butiran harapan. “Tapi ingat, tidak ada jaminan keselamatan.”

Jantung Ara berdebar. “Aku janji akan hati-hati.”

"Aku harap kau tahu apa yang kau lakukan. Dan ingat, tidak semua rahasia layak untuk diungkap." Wanita itu memberi pesan datar sebelum melangkah pergi ke dalam kegelapan pemakaman.

Aroma tanah basah dan dedaunan membangkitkan perasaan campur aduk dalam benak Ara. Dia merasa seolah menyeberangi batas antara keinginan dan kenyataan. Langkahnya membawanya keluar dari kawasan makam, pikirannya bergelut dengan tanya; pria muda yang dia kenali ini memiliki nasib terjerat dalam kisah yang lebih dalam dan berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan.

Belum sempat dia memutuskan untuk pulang atau melanjutkan pencarian, sebuah pikiran mencengkeramnya. Dia harus memberi tahu Doni tentang percakapan ini.

“Doni pasti ingin tahu,” gumamnya, langkahnya menjadi lebih cepat. Ia tidak tahu bahwa keputusan untuk melanjutkan pencarian ini bisa mengubah segalanya.

Sementara itu, wanita tua tersebut menunduk saat dia menelusuri jalan setapak menuju rumah petak sederhana tak jauh dari kuburan. Di antara semak-semak, bayang-bayang kelam melintas, mengingatkan wanita itu pada komitmen yang penuh resiko.Takdir yang selalu membayangi.

Jalan setapak penuh dengan kerikil dan dedaunan kering di bawah langkah wanita tua itu. Setiap langkah yang diambil bertaburan dengan kenangan, seolah setiap batu dan ranting mengingatkan pada perjalanan panjang yang telah dilaluinya. Dia berhenti sejenak, mengingat wajah-wajah yang telah hilang, suara-suara yang sudah pudar.

“Semua ini harus berakhir,” bisiknya pada dirinya sendiri. Dalam hatinya, rasa bersalah menyergapnya, menegur keputusan yang berat ini. Dia tahu, jalan yang dia pilih berbahaya.

Di sebuah pondok kecilnya, dia merenung, menatap ke luar jendela. Kebisingan kota samar-samar di belakang rumah, namun malam sudah mulai menjelma. Lampu-lampu menyala satu per satu, membuatnya teringat pada keceriaan yang pernah ada di antara mereka yang telah pergi. Dia merindukan kehangatan yang kini tiada.

Tatkala bayang-bayang malam menutupi tempat itu, pikirannya berseliweran pada pertemuan dengan Ara. Wanita muda itu memiliki tekad yang kuat. “Dia akan mencarinya,” ujarnya, merapatkan tangannya di dada. “Bisakah dia melawan apa yang tak seharusnya diketahui?”

***

Sementara itu, Ara berkendara motor ke arah tempat tinggalnya, rasa gelisah menggelora dalam jiwanya. Dengan setiap putaran roda, percakapan dengan wanita tua itu terbenam dalam pikirannya.

“Aku harus memberi tahu Doni,” ucapnya mengulang-ulang. “Dia perlu tahu.”

Sesampainya di rumah, langsung dia menghubungi Doni. Telepon berdering panjang sebelum akhirnya menerima panggilan.

“Ara?” suara Doni terdengar serak, tanda bahwa dia tengah berjuang dengan pikirannya.

“Aku baru saja berbicara dengan seorang wanita tua di pemakaman Exora. Dia tahu tentang ibumu,” ujar Ara, berusaha kuitkan suara antusiasme dalam nada pasifnya.

“Dia? Siapa?” Suara Doni tiba-tiba mengeras, penuh harap dan cemas sekaligus.

“Aku bisa membawamu bertemu dengannya, dia—”

“Kenapa dia tidak mau bicara padaku? Apa yang membuatnya tertekan?”

“Mungkin karena ada rahasia yang mengikatnya, Doni. Dia memberitahu aku bahwa beberapa hal lebih baik tak diungkapkan. Tapi, jika kau benar-benar ingin tahu, kita harus bertemu malam ini,” Ara menjelaskan cepat, perasaannya serba salah, takut jika dia melangkah jauh lebih dalam.

“Di mana? Dia akan bertemu kita?”

Aroma lekat kopi hangat memenuhi ruangan. Ara menyesap, berusaha menenangkan diri. “Di tempat dekat pemakaman. Ada bahaya di sana, Doni. Kau harus berhati-hati.”

“Biar aku yang menangani ini. Jika dia tahu sesuatu, dia pasti mau bicara padaku.”

“Doni...” Ara mendesak, khawatir jika ketekunan Doni akan menghancurkan mereka.

“Aku akan pergi. Jika kau berani menemani, kita bisa melakukannya bersama,” jawab Doni tegas.

Setelah mereka sepakat untuk bertemu di tempat yang ditentukan, Ara menaruh telepon, perasaan tak nyaman memeluknya.

Malam tiba, bintang-bintang berkelip di langit yang gelap, dan Ara serta Doni berjalan melintasi pemakaman. Suara langkah mereka teredam oleh keheningan. Fajar yang seharusnya melahirkan harapan dalam jiwanya justru dipenuhi kegilaan.

“Rasa ini semakin menekan,” kata Doni sambil melangkah cepat.

“Aku juga merasa begitu, kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Wanita tua itu—”

“Dia tahu. Dia bisa saja memberikan petunjuk, tetapi kita harus membuktikan bahwa kita sanggup menerimanya.”

Doni terus melangkah dengan langkah pasti, keinginan untuk menggali kenyataan membara, tetapi tiada satupun yang mampu menangkap kegelapan yang menguntit mereka. Ara membuntuti, tatapan penuh harap dan ketakutan di dalam hati.

1
anggita
like👍+☝iklan. moga novelnya sukses.
anggita
Doni.. Ara,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!