A Dangerous Man ( Balas Dendam Sang Mafia )

Malam ini di kamar hotel xxxx.

"Mengapa wanita sialan itu harus datang ke pesta pertunangan Nadine?" Sonya takut rahasianya terbongkar kalau ternyata Nadine bukanlah anaknya, karena selama ini dia tidak pernah hamil, dia hanya pura-pura hamil, dan semua yang dia tunjukkan kepada Tuan Rama itu semuanya palsu.

Erza tak langsung menjawab, dia masih asik menghisap buah semangka milik Sonya. Ternyata mereka baru selesai saling melepaskan hasrat mereka, mereka memang menyukai hubungan seperti ini, tak perlu ada ikatan apapun diantara mereka. Yang penting saling memuaskan dan saling menguntungkan.

Sementara tangan Erza sedang menjelajahi hutan rimba yang sudah becek.

"Kamu tenang saja, sayang. Markus sudah memberikan pelajaran padanya."

"Kenapa tidak kita bunuh saja wanita itu?"

Erza memeluk Sonya dari belakang, mereka tidak memakai kain satu helaipun, tangan Erza merem@s-rem@s buah dada Sonya. "Dia istrinya Markus, Markus gak mungkin tega membunuhnya. Bukannya kamu mau kita melenyapkan si tua bangka itu dan Nadine?"

"Ya agar tidak ada yang curiga, harus si tua bangka dulu. Masalah Nadine biar menunggu perintah dariku lagi."

Erza mencium pundak Sonya, bicara soal Nadine, dia jadi membayangkan bagaimana cantiknya anak pungut kekasihnya itu, dia sama sekali tidak menyangka anak tiri anak buahnya itu akan tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik. "Hmm... sayang sekali kalau gadis secantik itu harus dibunuh."

"Kamu naksir padanya?" Sonya mengatakannya dengan nada membentak.

"Gak lah sayang, cuma kamu yang aku mau." Walaupun dihati Erza berkata lain, dia jadi berfantasi sebelum membunuh Nadine, dia ingin menjamah tubuhnya sampai puas dulu. Rahangnya mengeras membayangkan bagaimana indahnya tubuh Nadine.

Kemudian Erza mendindih kembali tubuh Sonya, "Aku malu lagi, sayang."

"Tapi aku harus segera pulang, takut si tua bangka itu mencariku. Aku hanya bilang padanya kalau aku akan ke salon."

"Satu ronde lagi, aku janji."

Tanpa menunggu persetujuan dari Sonya, dia langsung memasukkan senjatanyanya ke dalam milik Sonya, begitu mudah sekali senjatanya masuk ke dalam sana.

Tak lama kemudian terdengar jelas desa-han di kamar hotel itu.

"Ahh... ahh...ahh..."

Nadine, aku harap suatu hari nanti kamu ada di bawah kukunganku._ kata hati Erza.

...****************...

Di Mansion, Marvin sedang sibuk berkutat dengan laptopnya, dia harus meninggalkan sementara perusahaan yang telah di bangun di Australia. Namun walaupun begitu, dia masih memantau dari jarak jauh. Dia mempercayakan Hellen untuk meng-handle pekerjaannya untuk sementara. Hellen adalah asistennya di perusahaan Alpha Group.

Mungkin banyak pengusaha di dunia ini akan mengenal siapa itu sosok Adam Alvarez, seorang pengusaha muda yang sangat sukses di dunia bisnisnya.

Ternyata Marvin bukan hanya sukses di dunia ilegal, di dunia legal pun dia cukup mempuni. Saat memasuki usia 20 tahun, Om Theo menyerahkan harta peninggalan dari kakeknya Marvin, yang seharusnya harta itu menjadi milik Bu Rena, bukan Om Theo. Dan Om Theo mengajarkan Marvin bagaimana menjadi pria yang sukses dalam dunia bisnis.

Di Australia sana, banyak sekali wanita yang memuja ketampanananya, namun Marvin sana sekali tidak berminat untuk berkencan karena hatinya sudah di kuasai ambisi untuk balas dendam. Pria itu begitu tampan, berkulit kuning, rahang yang kokoh, bola mata yang kecoklat-coklatan, memiliki tinggi badan 185 cm. Tidak akan ada yang tau bahwa dia adalah seorang mafia berdarah dingin.

Marvin begitu pintar merahasiakan jati dirinya.

Marvin menutup laptopnya begitu melihat Dewangga masuk ke ruang kerjanya sambil membawa satu botol wine dan satu berkas penting.

Dewangga duduk di kursi sofa yang satu lagi. "Apa kamu yakin akan menghancurkan perusahaan papamu?" tanya Dewangga, semua anak buah Marvin begitu hormat padanya, kecuali pria yang satu ini, karena mereka bersahabat dari kecil.

Kemudian Dewangga menuangkan wine ke dalam gelas seloki.

Marvin tak langsung menjawab, dia meneguk segelas wine itu, kemudian dia meletakkan kembali gelas seloki itu di atas meja. "Tentu saya, aku sangat yakin. Aku sudah memikirkan semuanya dari aku masih kecil."

"Kamu sudah menjadi seorang pengusaha yang sukses, kamu memiliki segalanya. Kenapa tidak mencoba berdamai saja dengan dunia ini? Kamu harus memikirkan masa depan kamu, aku rasa Hellen sangat menyukaimu, menikah lah dengan dia, hiduplah berkeluarga dengan bahagia." Dewangga hanya ingin memberikan saran pada Marvin sebagai seorang sahabat.

Marvin menatap tajam pada Dewangga, "Apa aku harus membiarkan mereka hidup tenang setelah apa yang mereka perbuat pada ibuku? Bahkan ibuku harus mati dengan cara yang mengenaskan, ibuku dibunuh secara keji, lalu dibakar. Jadi jangan salahkan aku jika aku harus berbuat kejam pada mereka."

Dewangga menjadi merasa bersalah, "Maafkan aku, aku hanya ingin melihat sahabat aku hidup bahagia, itu saja."

"Aku akan bahagia jika melihat mereka semua menderita dan membunuh orang yang sudah membunuh ibuku." Marvin jadi teringat dengan pria yang membunuh ibunya, "Lalu apa kamu sudah mendapatkan informasi tentang pria yang sudah membunuh ibuku?"

Dewangga mengganggukan kepala, dia memberikan sebuah data tentang Markus kepada Marvin.

Marvin segera membawa selembar kertas itu, dan membacanya.

Nama: Markus

Kelahiran: 17 Januari 1973

Istri: Aline Juliana

Anak: -

Anggota Gangster The Bloods

Bukan hanya data Markus, tapi juga foto-foto pria yang memiliki luka bakar di wajahnya itu.

"Akhirnya aku menemukanmu, Markus. Rasakan pembalasanku!" Marvin mengepalkan tangannya, menahan amarah yang sudah lama dia pendam dibenaknya, dia meremas foto Markus.

"Ketua The Bloods itu Erza Brandon. The Bloods sering melakukan transaksi perdagangan manusia. Menjual wanita untuk dijadikan pela-cur, dan juga organ manusia ke luar negeri." Dewangga memberikan informasi tentang The Bloods.

"Sangat memuakan, aku akan menghancurkan mereka."

"Oh iya, aku mendapatkan informasi lagi, dulu istrinya Markus pernah hamil, mungkin kalau anaknya masih ada, diperkirakan mungkin sekarang usianya 24 tahun. Namun keberadaan anak itu tidak diketahui apa dia masih hidup atau sudah meninggal." Dewangga memberikan informasi lagi tentang Markus, karena Markus target utama mereka.

"Ternyata pria itu penuh teka teki, kalau begitu kita harus segera menangkapnya. Sebelum aku membunuhnya, aku harus tau apapun rahasia yang dia tau, aku harus tau mengapa dia membunuh ibuku. Aku yakin ayahku atau Sonya adalah dalang dibalik kematian ibuku."

Dewangga hanya mengganggukan kepala.

...****************...

Nadine beberapa kali mengirim pesan kepada Miss A, namun sayangnya sepertinya ponsel Miss A tidak aktif, padahal dia ingin sekali bercerita tentang kejadian hari ini, tentang 5 preman kampung yang hampir saja mau melecehkannya, dan juga tentang pria misterius yang sudah menolongnya.

Timbul rasa khawtir di hati Nadine untuk teman chatingannya itu, apa mungkin Miss A sakit? Biasanya Miss A tiap malam mengirim pesan padanya.

[Miss A, mengapa ponselmu tidak aktif? Apa kamu sakit? Aku harap kamu baik-baik saja.]

Nadine menghela nafas, dia menyimpan ponselnya dia atas nakas. Malam ini mungkin dia tidak akan bisa chatan dengan teman onlinenya, padahal hanya Miss A yang mau mendengarkan semua ceritanya, tentang semua kesedihanya, kesenangannya.

Ternyata dugaan Nadine memang benar, saat ini Aline sedang terbaring tak berdaya di atas kasur, tubuhnya menggigil kedinginan di dalam selimut tebal itu. Mungkin karena tubuhnya terlalu sering merasakan sakit akibat penyiksaan suaminya.

Nadine berjalan menuju kasur, dia meringis begitu merasakan lututnya perih. "Sshh... Arrrggghhh!"

Nadine duduk di pinggiran kasur, dia ingin membuka plester di lututnya, untuk digantikan dengan plester yang baru, namun tiba-tiba saja dia jadi teringat dengan pria misterius tampan yang menolongnya.

"Adam Alvarez? Sepertinya nama itu tidak asing." Jujur saja Nadine sangat mengakui ketampanan pria itu, namun pria itu sangat misterius dan cara menatap pria itu padanya membuat dia takut.

"Semoga aku tidak bertemu lagi dengannya." Nadine berkata begitu sambil memegang dadanya yang terus berdebar-debar. Dia takut pria itu mengacaukan hatinya, padahal sebentar lagi dia akan menikah dengan Damar.