NovelToon NovelToon
Black Parade

Black Parade

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Identitas Tersembunyi / Kutukan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Dendam Kesumat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sad Rocinante

Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !

Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.

------------------------------------------------

Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.

Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.

Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"

------------------------------------------------

Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...

Apakah kau tetap mau menari bersamaku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian III - Admiration

Hari ini tanggal tiga November, jam saku yang selalu tergantung di antara kancing pakaian Mercury menunjukkan pukul sepuluh pagi.

Kereta kuda dipacu amat pelan setelah kamarin seharian mengarungi jalanan, malam tadi rombongan Way menginap di mansion paling bagus di kota Egolm, Mansion De Lards.

Mansion De Lards merupakan salah satu tempat yang paling layak dihuni di antara wilayah bagian timur, dan satu-satunya tempat paling layak di antara bagunan di Kota Egolm maupun Kota Nolohopis yang jorok dan suram.

Dari mansion, kereta kuda berangkat sekitar pukul sembilan dan tiba di gereja Santo Yosep pada pukul sepuluh pagi.

Gereja cukup megah dan bergaya, temboknya memang hanya batu bata saja, atapnya lancip menjulang ke atas, di ujung sana terlihat sebuah lonceng raksasa berkilauan terpantul cahaya.

Cuacanya cukup menyenangkan, musim gugur yang menguning sejauh mata memandang, guguran dedaunan terhampar di sekujur jalan. Cahya mentari pagi seraya merayu manja, tak kala sisa-sisa embun terhempas oleh hembusan angin bulan November yang lembap. Pohon-pohon dan dedaunan menyapa begitu ramah, bermurah hati menyambut tamu utama.

Seorang Biarawati berlari hampir tersungkur, mengelap tangan berlumpur, pakaiannya hitam putih terukur, mendatangi rombongan tamu berpenampilan Bangsawan masyur, di dalam kerata kuda penuh renda indah megah.

"Shalom, Tuan dan Nyonya ... ada apa gerangan kedatangan, Anda?"

Senyap dan pelan, kain penutup kereta terbuka sedikit, wajah cantik seorang wanita menilik dari balik bilik, berucap sangat sopan dan menyapa ramah Sang Biarawati.

"Shalom, Biarawati. Saya adalah Duke dari Kota Geneva, saya ingin bertemu dengan Kepala Gereja. Apakah beliau berkenan?"

"Terpujilah Tuhan yang maha agung, tak sangka lah saya bisa amat beruntung, bertemu Sang Nyonya Way yang termasyur. Dengan senang hati saya akan bertanya kepada Bapa Pendeta."

"Terimakasih, Biarawati."

"Mohon tunggu sebentar, Nyonya. Saya akan menanyakan kesudian Bapa Pendeta terlebih dahulu."

Biarawati dengan tergesa berjalan ke arah kiri gereja, menuju sebuah bangunan tua berjendela kaca dan banyak barisan lonceng tua yang telah tidak terpakai di sisi sampingnya.

Selang beberapa saat, Biarawati datang bersama Sang Pendeta kepala plontos dan janggut beruban, senyum ramah bertebar di antara bibirnya, memberi salam dengan rosario di antara jarinya.

"Shalom, Nyonya dari Geneva, Tuhan beserta Engkau. Silahkan lah masuk ke gubuk saya, dan mari berbincang di sana."

"Shalom, Bapa ... Tuhan beserta Engkau juga. Terimakasih atas kemurahan hati Anda."

"Meery ... tuntun tamu kita ke ruangan saya, saya ingin ke altar sebentar untuk berdoa, serta berilah jamuan yang terbaik."

"Baik, Bapa."

Nyonya Way turun dari kereta, menyingsingkan gaun dibantu beberapa pelayan, Hutton dan Mercury juga ikut serta, berjalan beriringan mengikuti Sang Biarawati.

Suara hembusan angin dingin, dekapan dedaunan membelai tanah, decitan jendela tertiup angin, suara lembaran kertas dibuka berulang-ulang, lantunan bibir berucap ayat-ayat bacaan, serta kicau burung gereja menambah suasana tenang sekitar. Mercury seperti pulang ke tempat yang jauh dari rumah, yang dekat dengan hati, yang ramai dalam sepi.

Biarawati mempersilahkan tamu untuk duduk menunggu Bapa Pendeta, memberikan jamuan seadanya berupa teh dan roti bakar tak beragi, sesekali mencuri tatap ke arah anak kecil berpakaian mewah yang menggoda hati.

Ruangannya sangat pengap, meja bulat sedikit berdebu, di tengah ruangan memang cukup luang tetapi lemari penuh buku di setiap sudut serta lukisan dan patung-patung orang kudus sangat tidak tersusun di setiap sisinya, cukup pula mengganggu.

Pencahayaan cukup baik, lobang-lobang kecil di dinding dan jendela kaca cukup untuk menampung dan menyalurkan cahaya kedalam ruangan, aroma kayu dan batu khas gereja juga amat pekat memenuhi penciuman.

Nyonya Way meniup debu di sisi meja, sedikit jijik tetapi tak terlalu menanggapinya. Meletakkan gulungan kertas terikat pita ungu di atas meja yang telah dibersihkannya.

Senyum ramah terbersit, menuang harapan baru bagi masa depan, putra tercinta akan sah dimata Tuhan.

Sedari tadi Mercury dan Hutton mengamati sekitar, tak ada yang ganjil kecuali rasa nyaman dan tentram di sana, tidak seringlah mereka bertamu ke gereja, ternyata rasanya sangan damai dan tentram rupanya.

Mercury menelaah setiap hal yang dia lihat, buku-buku tebal sangat menarik, lukisan sebadan-badan amat berseni tinggi, patung dan ukiran terasa sangat sempurna. Matanya terus berjalan mengelilingi penjuru ruangan, tiba berhenti di ujung pintu, terlihat Sang Bapa Pendeta tua dan bungkuk sedang mengamatinya juga, tanpa sepata kata Pendeta tua itu melemparkan senyum kepadanya.

"Maaf membuat Anda menunggu, Nyonya."

"Tidak perdu dipikirkan, Bapa."

"Anda memang sangat dermawan seperti kabarnya, bolehkah saya duduk?"

"Silahkan ... silahkan Bapa, justru kamilah yang harusnya berterimakasih atas kemurahan hatimu."

Bapa Pendeta terduduk amat hati-hati, tubuh rentanya disandarkan melepas sakit pinggang yang telah lama menyerang kesehatan.

"Perkenalkan Nyonya, nama saya Pendeta Abiel, saya merupakan kepala gereja yang mengepalai tiga wilayah kota."

Mendengar perkataan dari Pendeta itu, Nyonya Way hanya menunduk pelan, mengiakan.

"Ada apa gerangan yang telah membawa Nyonya terhormat seperti Anda untuk sudi bertamu kepada saya?"

"Begini Bapa, saya ingin mengganti nama putra angkat saya ini menjadi nama keluarga, kebetulan gereja ini merupakan tempat pembaptisannya dulu." Nyonya Way memberikan gulungan kertas serta menunjuk ke arah Mercury.

Penuh perhatian, Bapa Abel mengamati wajah Mercury, mencoba mengingat siapa anak ini serta kapan anak setampan dan berpendidikan seperti dia dibaptis di kota menyedihkan ini.

Tak mampu mengingat lagi, Bapa Abiel menyerah akan kepikunannya yang mulai menggerogoti, telapak tangannya yang hitam akan tinta mulai membuka pita pada gulungan, mengambil kaca pembesar bulat dari kantongnya dan mulai meraba setiap tulisan.

Bibir berkerutnya mulai memilah setiap huruf, mulai membaca setiap kata, hingga nama Mercury Saint-yosep membuatnya amat terkejut dan merinding, ingatan itu begitu kuat dan melekat, walau usia mulai memakan pikiran tetapi yang satu ini selalu saja hadir dalam mimpinya selama bertahun-tahun.

Matanya melotot, detak jantung tak beraturan penuh ketakutan, keringat dingin melanda tubuh berkerut, tangannya tak sadar telah menutup mulut.

"Anak ibl-."

Hampir saja mulutnya mengatakan umpatan, hampir saja setan mengendalikan, hampir saja rohani termakan, hampir saja pertobatan kembali terguling akan ingatan.

Namun, iman yang telah dia bangun beberapa tahun ini cukup untuk menahan perasaannya, tarikan napas dan tatapan ke arah salib membuat hatinya mulai murni, menerima masa lalu dan masa depan. Tak baiklah berlaku bejat terhadap sesama umat Tuhan.

Huff ... Yesus, maafkanlah hambamu ini ....

Dengan napas terjaga, Bapa Abiel merapihkan kera jubahnya, menyucikan pikiran dan hatinya. Tak ada yang terjadi, semuanya berserah kepada Yang Kuasa.

"Ya Nyonya, benar adanya jikalau anak ini adalah anak yang pernah di baptis di gereja ini, serta saya sendirilah yang telah membaptisnya."

"Syukurlah jikalau begitu, Bapa. Penuh kerendahan hati saya memohon, sekiranya Bapa berkenan membantu dalam pergantian namanya menjadi keluarga Way, agar putra saya ini menjadi Bangsawan yang sebenar-benarnya," pinta Nyonya Way sembari meletakkan sekantong keping uang di atas meja.

"Ini sebagai sumbangan terhadap gereja, mohon diterima, Bapa Pendeta," lanjutnya.

Bibir menyeringai, menarik sekantong uang ke saku jubah, dengan bangga Sang Bapa Pendeta mencium salip yang terkalung di lehernya. Terpujilah Tuhan yang memberi rejeki dan kehidupan.

Matanya mulai mengamati si anak bermata biru, wajahnya sangat cerah tetapi dingin, senyumnya sangat hangat tetapi beku, tatapannya masih sama seperti yang dulu.

"Baiklah ... sesungguhnya ini adalah hal yang rumit, tetapi saya bersedia membantu setiap orang yang membutuhkan."

Bapa Abel meraih kertas baptis yang masih kosong, sedikit kesulitan membuka tutup tinta, ujung pena bulu ditajamkan menggunakan pisau.

"Siapakah nama yang akan ia kenakan, wahai Nyonya?"

"Mercury, Mercury Saint-Way."

Berlahan dan cermat Bapa Abiel mulai mencelupkan pena bulu dengan tinta, mengisi kertas baptis dengan data dan nama yang baru. Pelan dan sedikit lama memang, tetapi tulisannya sangat rapih serta bersih.

Bibirnya sesekali berucap doa-doa dan tangan membentuk tanda salib, sebelum mencelupkan pena dia berdoa, sebelum menulis dia berdoa, sebelum memberikan ayat dia berdoa.

"Marilah kita menuju gereja, wahai Nyonya."

Di dalam gereja amat tenang dan sepi, kursi panjang berjejer empat bagian, cahaya masuk dari antara jendela kanan-kiri, kaca patrian berpola gerejawan dan orang-orang kudus menambah keindahan.

Altar di depan sana sangat besar, salib terukir di antara dindingnya, cahaya lilin bertabrakan saling menyinari di setiap sisi.

Sebuah gelas berisi air di doakan oleh Sang Bapa Pendeta, berdiri mengangkatnya tinggi diatas kepala, bibirnya kembali melontarkan doa-doa.

Usai berdoa, Bapa Abiel menuangkan air dari gelas ke antara jemarinya, memercikkan air ke kepala Mercury dan membasahi kening dan rambutnya.

"Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin."

Bapa Abiel berjalan ke arah meja altar, mengeringkan tangan basahnya dengan sehelai sapu tangan, meraih pena dan mulai menulis kembali.

'Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah - Matius 5:9.'

Bapa Abiel kembali berdoa dan membentuk tanda salib sebelum menempelkan cap basah gereja.

Bapa Abiel berdiri mengangkat surat babtis, mengangkatnya tinggi di atas kepala, melantunkan doa dan pemahaman atas babtisan.

"Semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya. Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin."

Semuanya telah baik, hari ini Mercury telah sah menjadi seorang Bangsawan bermarga Way.

"Telah selesai Nyonya Way, anak domba ini telah sah dimata gereja sebagai bagian keluarga Anda. Alangkah baiknya kejadian ini dirahasiakan demi kelancaran pendataan kerajaan nantinya."

"Baik Bapa, saya akan mengingat pesan Anda. Terpujilah Tuhan yang maha pengasih, serta berumur panjanglah Engkau Bapa yang berhati mulia."

"Begitu pula dengan Engkau, Nyonya."

"Jikalau boleh meminta, saya mohon agar data-data mengenai Mercury di masa lalu turut dimusnahkan saja, Bapa."

"Baik, itu bukan persoalan besar."

Bapa Abiel mengambil cawan bekas pembersihan tinta dari meja altar, menuangkan air dari gelas serta memasukkan kertas baptisan dan surat tertinggal yang lama ke dalamnya.

Surat itu basah sepenuhnya, tinta menyebar terlepas di sekujur air, dirobek dan diremas agar tak tersisa lagi tentang masa lalu, masa depan lah yang akan terlihat selalu.

Penuh ketulusan Bapa Abiel mendoakan Nyonya Way beserta keluarganya, mempersilahkan mereka sejenak berdoa.

Ketiga orang itu duduk bersujud, melipat tangan menunduk ke arah salip, altar yang tenang amat membuai, hati yang senang melahirkan prasangka bahagia.

Usai sudahlah pergantian nama, Mercury telah bulat menjadi Bangsawan Way seutuhnya.

Tangg ...

Tengg ...

Tangg ....

Lonceng gereja berdentang, menandakan jam berdoa bagi para Biarawan telah datang. Nyonya Way dan para bawahannya beranjak pulang, kereta kuda dipacu kembali ke Kota Egolm.

Mereka berencana menginap untuk beberapa hari di sana, sungguh sayang jika tanggal lima yang sudah dekat akan terlewatkan.

Sedari tadi Nyonya dan Hutton nampak bahagia. Namun, tidak dengan Mercury sepertinya, melewati hari yang panjang tak membuat Mercury merasa dirinya telah diterima, dia tetap membenci manusia.

Matanya memancarkan kekaguman, selagi di dalam gereja dia selalu mengamati sang maha tinggi, begitu suci, begitu kudus, begitu tinggi.

Kekaguman tumbuh melebihi apapun yang pernah dia pikirkan.

Aku ingin menjadi seperti Dia ....

1
Sulis Tiani Lubis
negeri yang dibalik?
SAD MASQUITO: gimana? hahaha
total 1 replies
L'oreal ia
jadi bacaan cewek cocok, apalagi cowok.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja
Gregorius
thor, Lo gila kayak pas nulis ini
Anonymous
lupa waktu jadinya
hopitt
alur cerita penuh warna, tidak monoton, naik turun kayak mood gw wkwk
Kyo Miyamizu
cerita ini bikin segala macam perasaan muncul, dari senang sampai sedih. Gila!
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
total 2 replies
AmanteDelYaoi:3
Mendebarkan! 😮
SAD MASQUITO: terimakasih banyak, kakak pembaca pertama saya, akan saya ingat.
izin screenshot ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!