Karena permintaan kakeknya , Ellena dan Luis terpaksa menikah dan hidup bersama tanpa cinta dalam pernikahan mereka. Akankah Ellena mampu bertahan dalam pernikahan itu, atau justru memilih untuk pergi? Hanya waktu yang mampu menjawabnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhenti Membuat Orang Cemas
Ellena sedang berada di dapur mewah miliknya, dia sedang menyiapkan sarapan untuk Luis. Walaupun dia tidak begitu pandai memasak, dia selalu berusaha untuk membuatkan sarapan yang layak untuk suaminya. Namun, seperti biasanya, usahanya sering kali berakhir dengan kekacauan. Kali ini, Ellena hampir membakar dapur karena lupa mematikan kompor. Penggorengan yang belum dipindahkan dari atas kompor mulai mengeluarkan asap tebal dan api yang besar.
"LUIS!!! TOLONG!" jerit Ellena histeris, panik melihat api yang semakin membesar.
Luis, yang baru saja selesai mandi, bergegas menuju dapur setelah mendengar teriakan Ellena. Dia terkejut melihat dapurnya penuh dengan asap. Tanpa berpikir panjang, Luis segera mematikan kompor dan memadamkan api di atas penggorengan dengan handuk basah.
Setelah api berhasil dipadamkan, Luis berbalik dan menatap Ellena dengan tatapan tajam. "Ellena, apa yang kau lakukan?" tanya Luis dengan nada marah namun tersirat kecemasan di sana.
Ellena memanyunkan bibirnya, dia merasa bersalah namun juga ingin membela diri. "Aku... aku hanya ingin menyiapkan sarapan untukmu. Aku tidak sengaja, Luis," katanya dengan suara pelan.
Luis menghela napas panjang, mencoba meredakan emosinya. "Berapa kali harus kukatakan? Jika kau tidak yakin, jangan memaksakan diri," ucapnya dengan nada yang sedikit lebih lembut dari sebelumnya.
"Aku hanya ingin membuatkan sesuatu untukmu. Aku ingin menjadi istri yang baik," balas Ellena, suaranya penuh dengan keinginan untuk membuat Luis mengerti.
Luis menatapnya sejenak, lalu bertanya, "Apa kau terluka?"
Ellena menggelengkan kepala. "Tidak, aku baik-baik saja," jawabnya sambil menunduk.
Luis menghela napas lagi, kemudian mendekati Ellena. "Lain kali, berhati-hatilah. Aku tidak ingin kau terluka," katanya, lalu mulai membersihkan sisa-sisa kekacauan di dapur.
Ellena menatap Luis dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. "Maafkan aku, Luis. Aku benar-benar ingin berguna sebagai seorang istri," ujarnya dengan suara penuh penyesalan.
Luis berhenti sejenak, lalu menatap Ellena. "Aku tahu, tapi kau harus lebih berhati-hati. Ini bukan tentang tidak bisa memasak, ini tentang keselamatanmu," jawabnya dengan nada lembut meskipun masih terdengar datar.
Ellena mengangguk, berusaha menahan air matanya yang hampir menetes. "Baiklah, aku akan lebih berhati-hati," katanya dengan suara pelan.
Setelah membersihkan dapur, Luis mengajak Ellena duduk di meja makan. "Kau tidak perlu memaksakan diri untuk memasak jika memang tidak bisa. Kita bisa makan di luar atau memesan makanan," ucapnya sambil menyentuh tangan Ellena dengan lembut.
Ellena menghela napas. "Aku hanya ingin melakukan sesuatu yang spesial untukmu. Tapi aku akan lebih berhati-hati lain kali," katanya.
Luis mengangguk. "Itu yang penting. Aku tidak ingin melihatmu terluka. Mengerti?" tanyanya dengan tatapan serius.
Ellena mengangguk. "Mengerti, Luis. Aku janji tidak akan ceroboh lagi. Tapi kau tidak marah kan?" ujarnya memastikan.
Luis tersenyum sedikit dan menggeleng. "Tidak. Pergi ke kamar dan ganti pakaianmu, kita pergi makan di luar. Bagaimana?" tanyanya.
Ellena mengangguk dengan semangat. "Baiklah, itu ide yang bagus. Kalau begitu aku ganti baju dulu," jawabnya dengan senyum lebar lalu beranjak dari hadapan Luis.
Luis menatap kepergian Ellena dan menghela napas. Ada saja kekacauan yang dia ciptakan setiap pagi, tetapi Luis tidak pernah merasa terganggu dengan hal itu, meskipun sering kali apa yang Ellena lakukan membuatnya sport jantung.
"Ayo, aku sudah siap," ucap Ellena dan dibalas anggukan oleh Luis. Mereka berdua pun meninggalkan rumah, berjalan menuju restoran terdekat.
***
Adelia berdiri di sudut taman rumah sakit, menunggu Rion dengan perasaan campur aduk. Dia tahu keputusan ini tidak akan mudah, tetapi dia tidak bisa terus berbohong pada dirinya sendiri. Rion akhirnya tiba, senyum di wajahnya memudar saat melihat ekspresi serius Adelia.
"Adelia, ada apa?" tanyanya dengan nada cemas.
Adelia menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. "Rion, aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita," ucapnya pelan sambil menundukkan kepala.
Rion tertegun sejenak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Adelia, lalu mengerutkan kening dan menatapnya penuh tanya. "Apa ini karena Luis?" tanyanya tajam. "Apa lagi yang kau harapkan darinya? Dia sudah menikah dan kau ingin menjadi orang ketiga?"
Adelia menggelengkan kepala, air mata mulai menggenang di matanya. "Setidaknya dia tahu aku sudah berusaha menjadi yang terbaik dengan merubah sikapku," jawabnya dengan suara bergetar.
Rion tertawa sinis. "Jangan konyol, Adelia. Kau pikir Luis mau kembali padamu? Kau sudah dibuang, jangan jadi wanita murahan!" katanya dengan nada mengejek.
"RION, CUKUP!!" teriak Adelia, suaranya pecah oleh emosi. "Kita putus saja, aku tidak mau berhubungan lagi denganmu." Setelah itu, dia melenggang pergi, meninggalkan Rion yang masih berdiri di tempat dengan tatapan dingin.
Rion hanya bisa tertawa sinis melihat kepergian Adelia. "Bodoh," gumamnya pelan, "Kau benar-benar bodoh, Adelia."
Adelia berjalan cepat meninggalkan taman, air matanya tak bisa lagi dibendung. Dia tahu keputusan ini benar, meskipun sangat menyakitkan. Luis mungkin tidak pernah kembali padanya, tetapi setidaknya dia bisa berjalan tanpa beban, tidak lagi dibayang-bayangi hubungan yang penuh kepalsuan.
"Maafkan aku, Rion," bisiknya dalam hati. "Aku harus melakukannya. Aku tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang orang lain. Tapi aku masih mencintai Luis, aku... Ingin dia kembali padaku!"
Sementara itu, Rion masih berdiri di tempat yang sama, menyaksikan kepergian Adelia. Dia tidak pernah mengira hubungan mereka akan berakhir seperti ini. Amarah dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. "Adelia, kau tidak akan pernah tahu betapa bodohnya dirimu," gumamnya lagi, kali ini dengan nada yang lebih getir.
***
Luis duduk di seberang Ellena di sebuah restoran kecil yang nyaman. Mereka sedang menikmati sarapan bersama, suasana awalnya tenang dan damai. Luis meletakkan cangkir kopinya dan memandang ke arah Ellena.
“Ellena, bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Luis, nadanya datar tapi penuh rasa ingin tahu.
Ellena mengangkat alisnya dan mengangguk. “Tentu, apa yang ingin kau tanyakan?”
“Apa hubunganmu dengan Martin di masa lalu?” kata Luis tanpa basa-basi.
Ellena terdiam sejenak, mencoba mengumpulkan pikirannya. “Martin? Dia... dia adalah cinta pertamaku,” jawabnya sambil tersenyum kecil, memandang keluar jendela seolah mengenang masa-masa itu. “Aku jatuh cinta padanya saat masih SMA. Itu sangat menyenangkan, meskipun aku tidak pernah berani mengatakannya padanya.”
Luis menyimak dengan seksama, perasaannya campur aduk antara rasa ingin tahu dan ketidaknyamanan. “Jadi, kalian sangat dekat saat itu?”
Ellena mengangguk sambil terkekeh pelan. “Ya, kami sangat dekat. Martin, selalu ada untukku, dia seperti pelindungku. Tapi... aku tidak pernah mengungkapkan perasaanku padanya. Jika dipikir-pikir, kenapa kau sangat mirip dengan kutu buku itu ya. Orang yang selalu bersama Martin,” ucapnya sambil memperhatikan Luis, kemudian matanya membulat sempurna. “Omo!! Luis, apa itu benar-benar kau?”
Luis menarik napas dalam-dalam, menahan emosinya. “Tidak ada gunanya membahas masa lalu, Ellena. Aku atau bukan itu tidak penting lagi,” jawabnya dengan nada dingin.
Ellena merasa bingung dan sedikit terkejut dengan reaksi Luis. “Luis, kau sendiri yang memulai percakapan ini. Kenapa kau tiba-tiba kesal?”
“Tidak ada yang membuatku kesal,” kata Luis dengan suara yang lebih dingin. “Aku hanya tidak suka membahas masa lalu, terutama tentang perasaanmu pada orang lain.”
Ellena tiba-tiba tertawa keras mendengar apa yang Luis katakan. "Luis, Luis, kau ini lucu sekali. Tapi ya, mengingat cinta pertama itu sangat menyenangkan loh," goda Ellena, entah kenapa Ellena sangat suka sekali ketika melihat Luis cemburu, menurutnya dia sangat menggemaskan.
"Ellena, cukup!!! Sebaiknya berhenti bicara, kita makan dulu," ucap Luis, Ellena mengangguk sambil terus tertawa.
"Baiklah-Baiklah,"
***
Bersambung
agar bisa menyenangkan suamimu...❤️❤️