Vadio dan Luna menikah paksa karena kekhawatiran orang tuanya masing-masing akan masa depan anaknya.
Setelah sah menikah, Luna menerima Dio sebagai suaminya dan melayani semua kebutuhan Dio, walaupun Dio selalu menolak kebaikan yang Luna berikan. Sikap arogan Dio sudah menjadi makanan sehari hari untuk Luna.
Berapa lama Luna bisa bertahan?
Apakah Vadio akan berubah dan mencintai Luna?
*Btw ini novel kedua aku ya guys!
yuk, lebih dekat dengan author, follow :
instagram : fareed_feeza
Tiktok : lilin28
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asap kecil
"Itu yang Vian kagumi dari Luna. Di tambah lagi, dia selalu tau trend yang sedang di minati, jadi usahanya tidak pernah redup."
Ervina memilih pergi dari kamar Vian, di banding harus mendengar dua orang pria yang sedang memuji orang yang sangat di bencinya.
***
Pagi hari.
Indra sudah ada di butik atas perintah Dio, pria itu sedang memilih pakaian sambil mata nya melihat sekitar, tapi pria itu tidak menemukan keberadaan Luna, sampai satu orang karyawan datang untuk melayani dirinya. "Ada yang bisa di bantu pak?"
"Oh iya saya mau ini," Indra menunjuk asal jas yang dia pegang.
"Siza nya s ya pak?"
"Tidak ada yang lebih besar?" Karena indra menggunakan size M.
"Tidak ada pak mohon maaf, kami sedang stop produksi."
"Kenapa? Kalian akan tutup?"
"Bukan pak, pemilik butik ini sedang sibuk untuk persiapan mengikuti fashion show yang akan di adakan di Singapore nanti."
"Wah, hebat ya ... kapan acaranya?" Tanya Indra sambil mencari tahu.
"Saya kurang tahu tanggal pastinya, tapi pemilik butik ini akan berangkat hari ini juga pak. Mungkin acaranya tidak akan lama lagi."
"Hah? Hari ini? Oo-oke baiklah, maaf saya tidak jadi beli jas nya." Saat itu juga Indra langsung pergi dari butik Luna dan segera pergi ke mobil untuk memberitahukan Dio info yang baru saja dia dapatkan.
Di apartemen.
Indra melihat Dio yang sedang berdiri di luar balkon apartemennya, terlihat kepulan asap kecil yang berada di sekitar Dio ... sudah bertahun tahun lamanya indra tidak melihat Dio merokok, mungkin karena masalah yang sedang dia hadapi dan Dio memilih mendapatkan ketenangan dari menghisap batang tembakau itu.
*Pintu kaca di ketuk.
Dio sedikit menoleh, dan melanjutkan aktivitasnya melihat pemandangan gedung-gedung tinggi di balkon.
Indra pun masuk untuk memberitahu hasil yang didapat dari butik Luna.
"Bagaimana? Ada istri saya disana?" Tanya Dio dengan wajah yang pura-pura tenang.
"Tidak ada pak, Tapi ..."
"Tapi apa?"
"Bu Luna berangkat ke Singapore hari ini,"Sahut Indra.
"Apa? Hari ini ?!" Dio langsung mematikan rokoknya. Kemudian pria itu pergi ke kamar dengan tergesa, mengambil jaket dan topi untuk bersiap berangkat. "Indra, antar ke bandara sekarang!"
"Jam berapa keberangkatan pesawatnya?"
"Maaf pak, karyawan nya tidak menyebutkan secara rinci."
Indra mengemudi dengan kecepatan yang lumayan tinggi, untuk memenuhi keinginan Dio untuk menunggu di bandara sampai bertemu dengan Luna, dan Dio sebisa mungkin akan menahan istrinya pergi sebelum masalah rumah tangganya selesai.
Sesampainya di bandara, ada banyak jam penerbangan ke Singapore dengan jenis pesawat yang berbeda-beda.
Dio makin bingung di buatnya, ada jam pesawat yang sudah lewat, dan ada pula masih menunggu.
Dio dan indra menunggu hampir sore hari, indra sudah kesal di buatnya sedangkan Dio masih asyik melihat lihat orang sekitar, tidak ada tanda lelah di tubuhnya.
"Pak sepertinya pesawat Bu Luna sudah berangkat, akan percuma jika kita terus menunggunya disini."
Dio menunduk lesu, apa yang di bicarakan indra ada benarnya juga. Dengan lemas dia mengikuti apa yang indra sarankan ... Yaitu pulang.
Arus balik dari bandara menuju apartemen cukup menyita waktu akibat kemacetan yang berlangsung.
Di sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan apapun diantara kedua pria ini.
Saat sampai di apartemen Dio teringat akan Vian, pasti kakaknya itu tahu tentang keberangkatan Luna ke Singapore.
Dengan cepat tangannya mencari nomor Vian di ponsel, tapi sayang ... Nomor nya tidak aktif.
"Telpon Bu Luna nya langsung saja pak." saran Indra.
"Saya gak punya nomor nya."
"Hah?!!!" Indra terkejut mendengar perkataan Dio, bagaimana caranya suami istri satu atap tidak mempunya nomor satu sama lain.
"Indra, antar ke rumah papa saya sekarang."
Dio memilih langsung mendatangi Vian ke rumahnya, karena kakak nya itu tidak bisa di hubungi.
butuh waktu 1 jam menuju rumah Latif, karena kemacetan jdi alanan saat jam pulang kerja.
Kediaman Latif.
Semua pegawai menunduk saat melihat Dio masuk ke rumah dengan tergesa.
Begitu melewati pintu utama , Dio langsung berteriak, memanggil-manggil nama Vian.
"Kak Vian .... Kak!!! "
Dio cek ke dalam kamar kakaknya itu untuk menghilangkan rasa penasarannya, dan Vian tidak ada di tempat.
Dio mengacak rambutnya frustasi, Dio tidak tahu lagi harus berbuat apa sekarang, sampai akhirnya suara langkah mendekatinya yang sedang berada di depan kamar Vian.
"Dio?" Panggil Latif yang baru saja tiba di rumah.
"Papa."
"Tumben sekali, ada apa?"
"Kak Vian mana pa?
"Loh? Kamu gak tau? Vian kan ke Singapore bareng Luna dan teman-temannya. Kamu tidak mengantarnya ke bandara?
"Apa ?! Kak Vian i-ikut Luna?" Dio cukup terkejut dengan apa yang di bicarakan Latif.
"Kamu tuh gimana sih Dio? Istri kamu mau keluar negeri tidak di antar sama sekali, dan tidak tahu pula dengan siapa dia berangkat."
*Maaf pa, Dio sibuk. Kalau begitu ... Dio pamit Pah, masih ada urusan."
Tanpa menunggu lama Dio dan indra langsung kembali bertolak ke bandara, jujur indra sudah lemas di buatnya ... Karena perut nya sedari tadi belum diisi, ajaib nya Dio masih tetap bersemangat padahal dirinya pun sama seperti indra, tidak sempat makan karena sibuk mengejar keberangkatan Luna di bandara.
*Di pesawat
Aldo sumringah bukan main saat duduk bersebelahan dengan Luna, setidaknya sepanjang 2 jam perjalanan Aldo bisa lebih dekat dengan Luna tanpa ada gangguan dari Karina dan Vian yang ternyata juga duduk bersamaan.
"Lun, Dio tidak gak tau kamu berangkat hari ini?"
Luna menggelengkan kepalanya pelan.
"Kamu lagi ada masalah?" Tanya Aldo, karena sedari tadi pesawat take off Luna sedikit murung dan tidak seceria bisanya.
"Dari awal kamu juga udah tau kan Al? Kalo pernikahan aku sama Dio itu selalu bermasalah. Jadi 'masalah' sudah menjadi makanan sehari hari untuk aku."
Aldo memberanikan memegang punggung tangan Luna, "Semoga setelah ini, 'kebahagiaan' yang akan menjadi makanan sehari hari untuk kamu ya Lun." Ucap Aldo memberi kode bahwa jika Luna berpisah dengan Dio, Aldo bisa memberikan kebahagiaan untuk Luna di setiap harinya.
Mendengar perkataan dari sahabatnya itu, tidak terasa Luna meneteskan air mata, Luna membayangkan beberapa peristiwa yang sudah terjadi dalam hidupnya selama menikah dengan Dio, ternyata dirinya sekuat itu bertahan hingga saat ini, mungkin jika wanita lain yang berada di posisinya mereka akan pulang ke rumah orang tuanya dan langsung meminta berpisah.
"Hey, kok Nuna nangis?" Aldo mengusap air mata yang menetes di wajah Luna.
"Eh... Maaf jadi melow gini." Ucap Luna yang langsung mengusap air mata di kedua pipinya dengan tangannya sendiri.
"Lupakan semua masalah yang ada Lun, fokus dengan pencapaian kamu di singapore, semua orang harus tahu kamu hebat."
Ingin rasanya memelukmu saat melihat kamu bersedih seperti sekarang, tapi bukan pelukan sebagai sahabat Lun. Batin Aldo.
*Di bandara
"Pak semua jam penerbangan ke Singapore hari ini sudah habis." Ucap Indra yang menyadarkan Dio untuk segara pulang.