NovelToon NovelToon
Cinta Terakhir Untuk Gendis

Cinta Terakhir Untuk Gendis

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Angst
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: 9irlpower

Sekuel ketiga, dari kisah cinta Gendis yang tragis, dan menyedihkan.

Setelah serentetan kejadian yang menimpa Gendis. Gendis pun sudah berusaha lagi untuk bangkit, dengan bantuan para power rangersnya dan teman-temannya yang lain.

Kali ini, Gendis dipertemukan dengan seorang wanita baik yang mau memberikan cintanya ke Gendis. Wanita itu berniat menjodohkan Gendis dengan putra bungsungnya.

Siapakah dia? yang akan menjadi tambatan hati Gendis. Dan apakah kali ini Gendis bisa mengakhiri serentetan kisah tragisnya? dan berakhir dengan dia—, yang nggak pernah Gendis sangka-sangka, akan ada di dalam kisah percintaannya yang terakhir.

Dan semua kisah pun akan terkuak di seri terakhirnya Gendis, dengan kemunculan orang-orang lama yang pernah ada di kesehariannya Gendis.

Yuk ... kembali ramaikan kisahnya Gendis.

Yang kepo sama kisah sebelumnya, baca dulu yuk [Cinta Pertama Gendis] dan [Mencob Jatuh Cinta Lagi] Karya 9irlpower.

Selamat Membaca 😊

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 9irlpower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Season 3 [Kemana Maya?]

Baru aja pak Toni fokus ke jalanan, ponsel pak Toni berdering. Dijawabnya panggilan telfon itu dengan segera, melalui sambungan kabel yang bernama earphone.

Sepanjang percakapan, pak Toni beberapa kali melirik ke kaca spion tengah. Dan hanya menjawab singkat, "nggak tau."

"Nanti diselidiki," ucap pak Toni lagi, lalu selebihnya hanya, "iya."

Dan, "oke!" lalu percakapan itu pun beliau sudahi.

Sekitar 45 menit perjalanan, mobil yang pak Toni kendaraan pun, sudah tiba di Stasiun Pasar Senin.

Gendis udah mengabari Maya, kalau Maya duluan sampai di stasiun, Maya diminta menunggu di dekat security.

Karena kejadian tadi, jelas aja Gendis was-was dan nggak mau Maya dalam bahaya. Dan rasanya Gendis kepingin buru-buru nemuin Maya, supaya nggak keduluan sama Bram.

Saking Gendis khawatir sama Maya, amplop yang dikasih sama Rafli tadi sampai nggak sempet Gendis buka. Dan fokusnya Gendis cuma tertuju ke Maya, dan membiarkan amplop cokelat tadi ditaruhnya di kursi mobil.

"Saya tunggu di sini saja ya?" ucap pak Toni, kepada kedua remaja yang tengah celingukan memperhatikan kondisi stasiun yang dipadati penumpang.

Baik Gendis dan juga Daniel, keduanya hanya menganggukkan kepala. Karena sama-sama fokus mencari keberadaan Bram, sementara fokusnya Gendis tertuju ke Maya.

Gendis yang udah hafal ke mana harus mencari keberadaan Maya, mengarahkan jalan ke Daniel yang nekat ikut menjemput Maya ke area peron.

Sambil tangan Gendis fokus ke selulernya buat ngasih tau ke Maya, kalau dia udah sampai di stasiun.

Daniel pun terus mengekori Gendis yang sibuk menelfon Maya, tapi belum juga panggilan telfonnya di jawab sama sahabatnya itu.

Gendis terlihat frustrasi banget, sambil celingukan mencari keberadaan Maya di tempat mereka janjian lewat sms, sebelum sampai di stasiun tadi.

"Kenapa Ndis?" tanya Daniel khawatir, sambil merhatiin kecemasannya Gendis yang berkali-kali menghela napas gusar.

"Belum dijawab Niel," ucap Gendis menjelaskan kegelisahannya.

Sambil mengusap pundak Gendis, Daniel pun berucap. "Sabar, mungkin dia lagi di kamar kecil."

Gendis mencoba positif thinking, seperti yang udah Daniel sampaikan barusan. Dan terus menelfon Maya, sampai panggilan telfonnya dijawab sama sahabatnya itu.

Sekitar 15 menit Gendis menunggu, dan udah menelfon Maya dari tadi. Gendis dan Daniel memutuskan untuk bertanya ke security yang bertugas di sekitar situ, mengenai kedatangan kereta yang Maya tumpangi.

Ternyata kereta yang Maya tumpangi dari Solo, udah tiba 20 menit yang lalu. Mendengar informasi itu, makin bikin Gendis cemas kalau terjadi sesuatu sama Maya.

Gendis menggaruk kepalanya, sampai menjambak rambutnya dengan kasar, saking paniknya mencari keberadaannya Maya dan menunggu jawaban dari sahabatnya itu.

Daniel pun lalu menarik perlahan tangan Gendis, supaya Gendis nggak menyakiti dirinya sendiri. Terlebih pasti Gendis lagi menyalahkan dirinya, dan takut kalau Maya sampai kenapa-kenapa karena ancamannya Bram.

"Kita cari ke ruang informasi yuk?" ajak Daniel, sambil mencoba menenangkan kekhawatiran Gendis.

Gendis hanya menganggukkan kepalanya, lalu Daniel menggandeng sambil membimbing jalan menuju ruang informasi.

Begitu hampir tiba di ruang informasi, Gendis menahan langkahnya dan otomatis membuat Daniel memberhentikan langkahnya juga.

"Kenapa Ndis, lo lihat temen lo?" tanya Daniel, sambil memperhatikan sorot matanya Gendis, yang tertuju ke satu arah.

Gendis nggak menjawab pertanyaan Daniel, dan langsung mengarahkan jalan menuju fokusnya tadi.

Daniel diem aja, hanya memperhatikan tangannya yang gantian ditarik sama Gendis menuju tempat yang Daniel nggak tau, apa tujuannya Gendis mendatangi tempat yang nggak lain toko roti.

Begitu sampai di depan toko roti tersebut, Daniel melihat ada dua orang wanita muda di situ. Yang satu masih kecil, kira-kira usia 5 tahun. Sementara yang satunya lagi, diperkirakan masih remaja seusia dengannya.

Remaja itu nggak lain Maya.

Yang begitu melihat Gendis datang, Maya tanpa rasa bersalah langsung berucap. "Sini Ndis, mesak'ke tenan adik ki, Ndis."

Sementara sama Daniel, dia cuma menerka-nerka aja kalau remaja di depannya itu adalah Maya. Meski dia nggak mengerti ucapan Maya karena pakai bahasa jawa.

Lalu kemudian, Daniel arahkan sorot matanya ke Gendis yang hanya diam aja. Tapi udah bisa menjelaskan, kalau sorot mata kepanikan Gendis udah sirna, karena Gendis udah ketemu sama sahabatnya itu.

Lagi fokus sama Gendis, Maya tiba-tiba aja menyindir Gendis dan juga Daniel.

"Itu tangan pegangan terus, mau nyebrang emangnya?"

Baik Gendis dan juga Daniel, keduanya saling pandang saat ini. Gendis nggak sadar, kalau tangannya masih menggenggam tangan Daniel.

Sementara sama Daniel, dia cukup geram sama Maya yang kenapa harus menyindir hal itu, dan akhirnya bikin Gendis melepaskan genggaman tangan mereka.

Gendis sendiri langsung mengalihkan ke Maya, "kenapa emangnya May? terus ini anak siapa yang lo bawa-bawa?"

"Tadi, pas gue dari toilet. Anak ini nangis nyariin ibunya, dia bilang ibunya ada di depan sini. Terus pas gue tawarin roti dia nggak mau, maunya malah nunggu ibunya sampai dateng," ucap Maya panjang lebar, dengan suara medoknya yang khas banget.

"Udah lo laporin security?" tanya Gendis, yang kemudian direspon sama gelengan kepalanya Maya.

"Belum sempet Ndis, anak ini nangis terus. Mau ta ajak temui security, ndak mau." sahut Maya menjelaskan, alasannya nggak sempat melapor.

"Yaudah, kita masuk ke dalam toko. Nanti gue telfon pak Toni, biar pak Toni yang urus," ujar Daniel memberikan sarannya.

Sebelum Gendis inisiatif pergi mencari security, Daniel sengaja udah memberikan sarannya, karena dia nggak mau kalau Gendis bergerak sendiri, apalagi tadi Bram udah mengancam lewat telfon. Dan Daniel juga nggak mau kalau mereka kepisah-pisah, yang nantinya bisa dimanfaatkan sama Bram.

Gendis anggukkan kepalanya, tapi Gendis nggak mau ke toko roti. Gendis memilih mengajak yang lainnya ke restoran di samping toko roti. Karena Gendis juga inget, kalau Daniel belum makan.

Sambil menunggu pesanan mereka tiba, Maya mulai menginterogasi yang dibalut dengan sindiran ke Gendis dan juga Daniel.

"Tadi gandengan tangan aja, sekarang kok udah nggak?"

"Coba liat hape lo deh May, gue udah berapa kali nelfon lo!" dijawabi Gendis dengan tatapan setajam silet, yang siap mencabik-cabik sahabatnya itu.

"Yo, biasa itu kalau ditanya mesti ngalihin," ucap Maya, iseng menyindir kebiasaan Gendis, tapi disampaikannya sambil mencari handphone nya.

Maya langsung nyengir, lalu membaca sms yang Gendis kirimkan karena tadi Maya nggak menjawab panggilan telfonnya.

"Bram ngancem begitu?" bisik Maya dengan tatapan panik, sementara Daniel yang duduk di samping Gendis, langsung menatap Gendis yang menjawab dengan anggukan kepalanya.

Daniel nggak menyangka kalau Gendis udah bilang ke Maya, soal ancaman Bram. Padahal tadi dia denger sendiri, kalau Gendis nggak boleh cerita ke siapapun juga.

Gendis sendiri terpaksa banget jelasin ke Maya, karena Gendis khawatir sama Maya, apalagi tadi sahabatnya itu nggak menjawab panggilan telfon darinya.

"Nanti kita cerita lagi soal itu, tapi jangan cerita ke kak Cindy atau pun ke mas Nover, kalau kak Bram ngancem gue kayak yang gue sms ke lo." bisik Gendis, dengan diakhiri helaan napasnya yang berat.

"Berarti, boleh cerita ke power rangers mu toh?" ledek Maya, dengan logat jawa yang medok, dan ucapannya itu dimaksudkan untuk mengalihkan ketakutannya Gendis.

"May, lo udah pernah ngerasain digigit singa belum?" sahut Gendis, yang disampaikannya dengan tampang cemberut sambil menyenderkan bahunya ke kursi.

Sementara sama Daniel, dia hanya memperhatikan percakapan Gendis sama Maya. Dia penasaran banget, sama sebutan yang Maya ucapkan tadi. Siapa lagi power rangers nya Gendis? begitulah Daniel bertanya-tanya dalam hatinya, seperti biasa mudah cemburu dan mudah khawatir kalau dia punya saingan baru.

Lalu nggak lama, ponsel Daniel pun berdering berbarengan dengan kedatangan dua orang lelaki berusia 45 tahun.

🔜 Next Part 🔜

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!