Fatan dan Fadil adalah saudara kembar yang memiliki karakter berbeda. Fatan dengan karaktetnya yang tenang dan pendiam. Sedangkan Fadil dengan karakternya yang aktif, usil dan tengil. Namun keduanya sama-sama memiliki kepribadian yang baik. Karena dari kecil mereka sudah dididik dengan ilmu agama.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing.Pasangan keduanya berbanding terbalik dengan karakter mereka. Fatan dengan seorang wanita yang agak bar-bar. Sedangkan Fadil dengan seorang wanita yang pemalu.
Akankah mereka bisa bertahan dengan pasangan masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis Bar-bar
Jam pelajaran sudah berakhir. Fatan dan pengajar lainnya pulang dari madrasah. Fatan mengendarai motornya dengan santai. Sampai di rumah Pak Kades, rupanya Anisa sedang memanjat pohon mangga yang berada di depan rumah Pak Kades.
"Hati-hati Nis, nanti jatuh!" Seru Bu Kades dari bawah.
Fatan mematikan motornya di depan gerbang, lalu menuntun motornya ke dalam.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam, eh Ustadz sudah pulang. Bagaimana hari pertama mengajar, Ustadz?"
"Alhamdulillah lancar, Bu."
"Alhamdulillah."
"Tante, ini turunnya gimana?"
Fatan mendingan ke atas.
"Astagfirullah, nih cewek ada saja kelakuannya." Batinnya.
"Ya ampun Nis, tadi naiknya gampang lha turunnya ndak bisa, gimana sih?"
"Turunnya agak ngeri Tante."
"Sebentar Tante ambilkan tangga."
"Biar saya ambilkan Bu. Ada di mana?"
"Itu di belakang rumah, Ustadz."
Fatan pun pergi ke belakang rumah untuk mengambilnya. Setelah itu Fatan memasang tangga ke pohon mangga.
"Ustadz bisa tolong pegangin tangganya? Saya lupa tidak mematikan kran di dalam kamar."
"Eh, iya Bu."
Fatan pun memegang tangga agar tidak goyang.
"Ustadz saya mau turun, pegang yang kenceng."
"Hem... "
Anisa mulai turun pelan-pelan. Namun tangannya tiba-tiba digigit kaleng. Anisa kehilangan keseimbangan, kakinya tergelincir.
"Aaa..." Ia hampir saja terjatuh, namun Fatan menahannya dengan tangannya. Kepala Anisa mengenai bahu Fatan, sekilas Fatan dan Anisa bertemu pandang. Fatan pun langsung memalingkan wajahnya lagi.
Drrrr drrr drrr
Ada getaran yang tak biasa.
"Astagfirullah, Ssh... bisa segera bangun?" Ujar Fatan yang merasa tangannya sakit.
Anisa segera bangkit dan menginjakkan kakinya di tanah.
"Maaf Ustadz, tadi tanganku digigit kaleng."
"Ya ampun kalau yang nangkep Ustadz Fatan, aku rela jatuh berkali-kali." Batin Anisa.
Fatan tidak menjawab, ia justru menyingkap lengan bajunya dan memainkan tangannya yang keseleo ditambah menahan beban berat barusan.
"Anisa ada apa?" Tanya Bu Kades yang baru saja keluar karena mendengar suara teriakan Anisa.
"Nggak pa-pa, Tante. Tadi tanganku digigit kaleng jadi hampir jatuh."
"Ustadz tangan anda memar." Ujar Bu Kades.
"Iya Ustadz, itu memar." Sahut Anisa.
"Saya boleh minta es batu Bu?"
"Oh iya tentu saja, Ustad. Sebentar saya ambilkan."
Bu Kades mengambilkan es batu dan menaruhnya di baskom beserta dengan washlap-nya. Fatan membawanya ke dalam kamar lalu mengompres tangannya sendiri.
Sementara Anisa mengupas mangga yang ia ambil dan memotong-motongnya.
"Tante, mangganya bagi ke Ustadz juga ya?"
"Iya dong, kasihan ustadz."
"Maaf Tante saja deh yang kasih, kayaknya ustadz anti sama Nisa."
"Bukan begitu juga Nis! Ustadz Fatan memang menjaga pandangannya dari lawan jenis. Apa lagi lawan jenisnya masih single kayak kamu."
"Hehe... Tante benar juga."
"Laki-laki yang begitu jarang lho Nis."
"Iya Tante, kebanyakan laki-laki mah kucing garong haha... "
Sementara di dalam kamar Fatan, ia mengompres sendiri tangannya. Sudah jatuh ketiban tangga pula, begitu kira-kira istilah untuk Fatan.
Tok tok tok
"Iya... "
Fatan mengintip dari balik jendela kamarnya.
"Eh, Ibu. "
"Ustadz ini mangga yang Anisa ambil tadi. Sudah dipotong-potong, tinggal dimakan."
"Terima kasih, Bu."
"Iya sama-sama."
Bu Kades kembali ke dalam rumah, Fatan membawa piring yang berisi mangga masuk ke dalam kamarnya. Ia pun memakan potongan mangga dengan garpu yang sudah disediakan.
"Hem.. Manis."
Tiba-tiba sekelebat wajah Anisa lewat.
"Astaga, kenapa jadi ingat gadis bar-bar itu." Lirihnya.
Sementara Bu Kades dan Anisa membuat rujak buah mangga. Bibi pun ikut bergabung dengan mereka.
"Nis, kamu kok bisa manjat gitu? Belajar dari mana?"
"Tante nggak tahu saja, rumah Mama kan juga di desa. Dulu Nisa suka tuh manjat pohon. Pas sekolah, Nisa suka kabur naik pager, hehe... tapi sekarang Nisa sudah tobat. Nih buktinya Nisa sudah pakai kerudung, meskipun belum syar'i."
"Setidaknya kamu sudah belajar."
"Tante, pedas... huh... hah... "
Bu Kades mengambilkan Nisa air. Karena ia berada di depan kulkas. Mereka rujakan duduk lesehan di dalam dapur.
Malam pun tiba.
Fatan berada di Masjid menunggu waktu shalat Isyak. Ia mengaji bersama Bahar. Lebih tepatnya Bahar belajar tajwid kepada Fatan.
Sedangkan Anisa berada di dapur membantu Bu Kades dan Bibi memasak.
"Kalau di rumah mana boleh masak."
"Mamamu ndak ngajarin, Nis?"
"Mana sempat, Tante? Mama sibuk si restoran."
"Kamu ini lucu Nis, anak pengusaha kuliner tapi ndak bisa masak, haha... "
"Haha... iya juga. Tapi kalau cuma bikin mie instan dan goreng menggoreng masih bisa kok, Tante."
Setelah makanan sudah matang, mereka menyiapkannya di teras depan rumah. Malam ini Pak Kades ada rapat dengan perangkat desa dan para Kader dan anggota karang taruna untuk mempersiapkan lomba 17 Agustusan. Makanya Bu Kades masak cukup banyak hari ini.
Fatan baru saja pulang dari Masjid bersama Bahar. Rupanya Bahar juga akan ikut rapat di rumah Pak Kades karena ia merupakan ketua karang taruna pemuda di desanya.
"Mas Fatan ikut juga ya."
"Ndak, saya kan baru di desa ini, Bahar."
"Ndak pa-pa, pasti nanti diajak sama Pak Kades."
Tidak lama kemudian datang beberapa orang. Di susul beberapa orang lainnya. Sampai akhirnya semuanya sudah datang. Rapat pun dimulai dengan makan malam bersama. Setelah itu mereka membicarakan perihal rapat. Fatan dan Anisa juga ikut menjadi bagian dari mereka. Setelah mendengar beberapa pendapat akhirnya disebutkan hasilnya. Hasil rapat adalah lomba akan dimulai satu minggu mendatang. Lomba akan digelar saat sore hari dan malam setelah Isyak. Lomba akan diadakan di halaman rumah rumah Pak Kades. Rapat pun diakhiri dengan pembacaan do'a, Dalam hal ini Pak Kades meminta Fatan untuk memimpinnya.
"MasyaAllah, suaranya... " Lagi-lagi Anisa terpesona.
Setelah rapat selesai, sebagian dari mereka berpamitan pulang. Beberapa orang piket ronda. Ada juga yang masih ngobrol dengan Pak Kades. Sedangkan Fatan memilih untuk masuk kamarnya. Ia harus mengerjakan sesuatu. Fatan membawa laptop, namun tidak ada yang mengetahuinya. Ia mulai mengerjakan sesuatu yang menjadi targetnya.
Anisa pun masuk ke dalam kamarnya. Ia membuka laptop untuk melihat catatan hasil observasinya di rumah produksi hari ini.
"Ah mumet dah."
Anisa membaringkan tubuhnya sejenak, lalu bangun lagi.
Tiba-tiba handphone Anisa berdering. Ternyata nomer baru yang menghubunginya. Anisa malas untuk mengangkatnya meski nomer itu menelponnya berkali-kali. Selang beberapa menit Papa Akan menelpon Anisa.
"Assalamu'alaikum... "
"Wa'alaikum salam. Anisa... kamu itu dari mana saja? Kok telpon Tirta nggak diangkat?"
"Hah... Tirta? Jadi barusan itu nomer Tirta. Ish semakin nggak aman duniaku." Batinnya.
"Nisa! Orang tua ngomong nggak dijawab malah diam saja!"
"Iya Pa, aku tadi ikut rapat sama Om dan perangkat desa."
"Save itu nomer Tirta!Jangan mengabaikannya kalau kamu tidak ingin hidup susah tanpa fasilitas dari Papa!"
"Hem... iya Pa."
"Ya sudah!"
Setelah Papanya menutup telpon, Anisa langsung mengaktifkan mood pesawat di handphone-nya agar tidak ada yang bisa mengganggunya.
"Huh... nelpon bukan nanya kabarku tapi marah-marah." Gerutu Anisa.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Maaf 1 part dulu, author banyak kerjaan kak🙏
Ayo ustad kalau memang ada hati, coba istikhoroh dan perjuangkan dengan memohon pada yang punya /Ok//Kiss//Kiss/
selamat hari raya Idul Adha thorr, maaf lahir batin🤍
lanjut thor double up