NovelToon NovelToon
Tawanan Hati Sang Presdir

Tawanan Hati Sang Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Office Romance
Popularitas:15.8k
Nilai: 5
Nama Author: Marthin Liem

Cindy, seorang karyawan yang tiga kali membuat kesalahan fatal di mata Jason, bosnya, sampai ia dipecat secara tidak hormat. Namun, malam itu, nasib buruk menghampiri ketika ia dijebak oleh saudara sepupunya sendiri di sebuah club dan dijual kepada seorang mucikari. Beruntung, Jason muncul tepat waktu untuk menyelamatkan. Namun, itu hanya awal dari petualangan yang lebih menegangkan.
Cindy kini menjadi tawanan pria yang telah membayarnya dengan harga yang sangat tinggi, tanpa ia tahu siapa sosok di balik image seorang pengusaha sukes dan terkenal itu.
Jason memiliki sisi gelap yang membuat semua orang tunduk padanya, siapa ia sebenarnya?
Bagaimana nasib Cindy saat berada di tangan Jason?
penasaran?
ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marthin Liem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Physical Exercise

❤️Happy Reading❤️

.

.

.

Sorot tajam yang menusuk dan memancarkan kekejaman terpancar dari kedua mata Akira saat menatap wajah sang adik, mencerminkan ketegasan dan dominasi yang tak terbantahkan.

"Kenapa kamu begitu tak fokus saat latihan?" desak pria bertubuh kekar tersebut, suaranya penuh dengan otoritas dan kekecewaan yang mendalam, menegaskan bahwa kesalahan ini tak akan diampuni.

Yuji merasa tertekan, tetapi ia merasa perlu untuk menyampaikan keinginannya kepada sang kakak.

"Biarkan aku memilih jalanku sendiri. Aku tidak ingin terikat sebagai seorang karateka. Ada hal lain yang membuatku bahagia," ucap Yuji penuh ketegasan, mencoba mempertahankan integritasnya meskipun dihadapkan pada tekanan yang kuat dari sang kakak.

Tawa cemberut Akira mengisi ruangan, nada dan ekspresinya penuh dengan sindiran dan penolakan terhadap pendapat adiknya.

Tanpa ragu, ia menginjak telapak tangan Yuji tanpa belas kasihan, seolah mengabaikan bahwa pemuda itu adalah saudara kandungnya sendiri.

"Arggh!" pekikan kesakitan terdengar dari mulut Yuji saat telapak kaki Akira semakin menekan tangannya.

Dengan penuh keangkuhan, Akira menatap Yuji yang terkapar di lantai sembari mencengkram rambutnya yang basah oleh keringat.

"Kamu masih berani melawan aku? Kamu harus mengikuti langkahku atau hilang dari dunia ini," desaknya dengan keras, memperlihatkan bahwa ia tak akan berkompromi dalam menegakkan kehendaknya.

Bahkan sudah ratusan nyawa yang tercebur ke dalam kegelapan abadi di tangan Akira, menandakan bahwa ia tak akan mengampuni kesalahan siapa pun yang berani menantang otoritasnya atau berbuat masalah padanya.

Namun, incaran utama Akira adalah Jason. Hanya ia yang berani menantangnya, bahkan Jason juga sudah berhasil melenyapkan nyawa sepuluh anak buah Akira serta merebut pedang dan katana yang menjadi simbol kekuasaannya.

Dendam yang menggebu-gebu dalam diri Akira terhadap Jason begitu besar, dan tekadnya untuk menuntaskan kehidupan pria berdarah China itu dengan tangan sendiri begitu kuat.

Tak ada yang bisa menghalangi ambisinya untuk membalaskan dendam dan mengembalikan kehormatannya yang tercoreng oleh kekalahan yang telah ia derita.

"Okose!" seru Akira pada Yuji.

Pria itu bangkit dan tertatih karena masih merasakan nyeri dan sesak di dadanya, serta rasa sakit di telapak tangan kirinya masih berdenyut.

"Sekarang, kamu pergi ke perusahaan, lakukan sidak dengan baik, setelah itu beri laporan padaku!" perintah Akira secara tegas, seolah tak bisa ditolak.

Yuji mengangguk lemah, merasa tidak enak terhadap Jessica yang mungkin sudah menantinya sejak tadi. Ia juga menyembunyikan ponselnya dari Akira.

"Baiklah," kata Yuji sambil berjalan tergopoh-gopoh.

Akira, yang penuh kegusaran, menendang punggungnya secara tiba-tiba tanpa perhitungan, membuat tubuh lemah Yuji semakin tak berdaya, dan akhirnya terjatuh.

Namun, reaksi Akira tak sesuai dengan dugaan. Ia malah tertawa dengan penuh kepuasan dan berjalan mengitari tubuh Yuji dengan gagah.

"Itu belum seberapa, Yuji! Okose!" desaknya, suaranya penuh dengan penekanan, menunjukkan kegagahan dan kekuasaan yang tak terbantahkan.

Pemuda itu berusaha bangkit sambil meringis kesakitan, tetapi semangatnya belum padam meskipun tubuhnya terasa rapuh.

Bulir bening jatuh dari pelupuk mata Yuji, dan pemandangan itu semakin menggelisahkan Akira.

"Lihatlah, kamu persis seperti seorang wanita, lemah dan cengeng. Sungguh memalukan!" cibirnya, sementara Yuji hanya bisa terdiam, merasakan pukulan keras dari kata-kata kakaknya.

"Cepat lakukan perintahku! Dan ingat, jangan pernah lagi berhubungan dengan orang lokal di luar sana, mengerti?!" peringatan tajam dari Akira membuat Yuji mengangguk lemah.

"Y-ya, kak," jawabnya gemetar, sebelum bergerak untuk segera melaksanakan perintah dengan hati yang berat.

Yuji memasuki kamarnya dengan langkah yang berat, seolah beban yang dipikulnya bukan hanya fisik, tetapi juga mental. Secara perlahan, ia menggeser pintu kamar tersebut, dan menutupnya kembali. Ruangan itu dipenuhi oleh keheningan yang terasa menyiksa.

Setelah melepas atribut karate, Yuji memandang dirinya sendiri di cermin. Wajahnya menunjukan kelelahan yang mendalam, dengan luka lebam dan memar yang menghiasi dada, punggung, serta wajahnya.

"Ah, aku membenci aturannya!" pekiknya dengan nada putus asa dan frustasi yang tak terbendung.

Saat meraba-raba tubuhnya yang terasa remuk, Yuji merasakan tulang-tulangnya yang seakan rapuh.

Ia merindukan kenyamanan tempat tidur, ingin sekali berbaring dan meredakan semua rasa sakit yang menyiksanya. Namun, ia sadar bahwa tugas perusahaan menunggu di luar sana, dan tekanan dari Akira membuatnya tidak bisa mengendur sejenak.

Yuji membalas chat dari Jessica dengan cemas, memutuskan untuk bertemu sebentar sebelum berangkat ke kantor.

Secepat mungkin, ia bergerak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah mandi, ia mengenakan pakaian formal, tetapi luka-luka di sekitar wajahnya tetap terlihat jelas, mengingatkan akan pertarungan yang baru saja ia alami.

Setelah merapikan diri, Yuji meraih kunci motor dan bersiap-siap untuk pergi. Meskipun mencoba menutupi luka-lukanya dengan pakaian formal, tetapi wajahnya tetap memancarkan ketidaksempurnaan yang tak terelakkan.

Dengan langkah tegar, ia mengenakan jaket kulit dan helm full face untuk menunjang penampilannya, sebelum akhirnya melaju pergi dengan motor, menjauh dari rumah yang sarat dengan ketegangan dan kekerasan.

Tak lama kemudian, Yuji tiba di kafe yang menjadi tempat pertemuan mereka. Kehadirannya sudah dinantikan Jessica sejak tadi, dan wajah manis gadis itu terlihat dari balik kaca helm yang masih menutupi kepala Yuji.

Meski ragu untuk membuka helm tersebut karena luka-lukanya yang terlihat jelas, Yuji akhirnya mengambil keputusan untuk membuka helm, meskipun ia khawatir gadis itu akan terkejut dan bertanya-tanya tentang keadaannya saat ini.

"Hai, maaf ya sudah lama menunggu," sapa Yuji ramah saat akhirnya mereka bertemu. Jessica tersenyum hangat dan menjabat tangannya dengan penuh kebaikan, lalu mereka duduk dan memesan kopi serta dessert untuk menemani obrolan mereka.

"Yuji, wajah kamu kenapa?" tanya Jessica penuh perhatian yang jelas terpancar dari matanya, sambil mencoba memperhatikan luka-luka di wajah pria Jepang tersebut. Namun, Yuji dengan cepat menghindari sentuhan jemari Jessica karena wajahnya masih terasa sangat nyeri.

"Oh, ini... Hmm... Ini karena latihan karate," jawabnya sedikit canggung, mencoba untuk menjelaskan secara santai meskipun rasa malu terlintas di benaknya.

"Astaga! Kamu latihan terlalu keras," ujar Jessica penuh keprihatinan yang tulus, matanya terpancar kekhawatiran saat menatap Yuji. Namun, pria itu hanya membalas dengan senyuman lembut, seolah tak terpengaruh oleh rasa sakit yang membelenggunya.

"Ah, aku sudah terbiasa kok," balas Yuji mencoba menutupi kelemahannya, meskipun sebenarnya luka-luka tersebut masih sangat menyiksa. Ia berusaha memperlihatkan sikap tegar, tidak ingin menunjukkan betapa sakitnya ia saat ini.

Meskipun demikian, obrolan mereka terus berlanjut dengan lancar, mengalir seperti sungai yang tak pernah berhenti.

Tampaknya, dalam pertemuan singkat beberapa hari yang lalu, terjalinlah ikatan yang lebih dari sekadar pertemanan antara Yuji dan Jessica. Namun, keduanya masih enggan mengungkapkan perasaan yang mungkin sama-sama mereka miliki, sehingga hubungan mereka masih berada pada tahap pertemanan yang hangat, namun mungkin akan berkembang menjadi lebih serius di masa depan.

"Jess, kamu terlihat cantik banget hari ini," puji Yuji penuh ketulusan, membuat Jessica tersenyum malu-malu dan memalingkan wajahnya.

"Ah, kamu bisa aja," balasnya sedikit menggoda.

"Pasti beruntung pria yang menjadi pacarmu," lanjut Yuji, menatap Jessica dengan pandangan yang lebih dalam, mencoba menyampaikan lebih dari sekadar pujian biasa.

"Sayangnya, aku belum punya pacar," ungkap Jessica, seolah memberikan sinyal bagi Yuji untuk melangkah lebih jauh.

Namun, meskipun pintu untuk mengungkapkan perasaannya terbuka, Yuji masih merasa belum siap untuk melakukannya hari ini, dan ia memilih untuk menahan diri sementara waktu.

Jika saja Jason mengetahui bahwa Jessica memiliki hubungan pertemanan dengan adik dari musuhnya, mungkin ia akan menentang keras hubungan mereka.

Begitu pula dengan Akira, pasti akan melihat Yuji sebagai seorang pengkhianat yang tak dapat ditoleransi.

Di dunia mereka yang penuh dengan kekerasan dan intrik, Yuji mungkin tak akan bisa hidup tenang jika sampai sang kakak mengetahui semua ini.

...

Sementara itu, di ruang latihan, Jason berdiri dalam keadaan bertelanjang dada menampilkan tubuh atletisnya yang memukau, ia fokus pada pukulan dan tendangan yang di arahkan ke samsak dengan penuh kekuatan.

"Hia..." teriaknya keras, mengeluarkan seluruh tenaga yang dimilikinya sehingga tubuh kekarnya dibanjiri oleh keringat yang membasahi seluruh permukaan kulitnya.

Di tempat lain, setelah cairan infusnya habis, Cindy memutuskan untuk mencari keberadaan Jason.

Dengan langkah ringan, ia menuju ruang latihan khusus tempat pria itu sering berlatih.

Tanpa ragu, gadis itu membuka pintu kaca ruangan tersebut dengan geseran ringan, dan ia menemukan Jason sedang berlatih fisik dengan intensitas tinggi.

Jason memperhatikan Cindy saat masuk, dan segera menghentikan gerakannya.

"Sayang, kenapa kamu ke sini?" tanya Jason khawatir melihat wajahnya yang masih pucat, sementara Cindy tersenyum penuh kasih saat menatap pria tersebut.

"Aku ingin melihat kamu berlatih, tidak apa-apa kan?" balas Cindy dengan santai.

"Ya, tentu saja boleh, ayo masuk!" ajak Jason, mengundang gadis itu untuk mendekat.

Kini Jason mengambil tongkat rantai dan mulai memperagakannya dengan berbagai gerakan yang lincah dan teratur. Ia mengangkat dan menggerakkan tongkat itu penuh keahlian yang memukau, membuat Cindy terpesona oleh kehebatannya.

"Waw, kamu benar-benar hebat," puji Cindy, terpancar kekaguman dari matanya.

Jason hanya tersenyum bangga, merasa senang bisa memperlihatkan kemampuannya kepada Cindy, orang yang sangat ia cintai.

...

Bersambung...

1
Bilqies
Hay Thor aku mampir niiih...
mampir juga yaa di karya ku /Smile/
Kim Jong Unch: Makasih ya kak
total 1 replies
Arista Itaacep22
lanjut thor
Kim Jong Unch
Semangat
anita
cindy gadis lugu..percaya aja d kibuli alvian.lugu kyak saya😁😁😁😁
Arista Itaacep22
seru thor cerita ny, tapi sayang baru sedikit sudah habis aja
Kim Jong Unch: Makasih, sudah mampir kak. ☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!