Camaraderie berarti rasa saling percaya dan persahabatan diantara orang-orang yang menghabiskan banyak waktu bersama.
Seperti halnya dengan dua anak manusia yang bertemu dan berteman sejak mereka kecil, namun karena tuntutan pekerjaan orang tua, mereka harus terpisah.
Mereka percaya bahwa dikemudian hari mereka akan bertemu dan bersama kembali, entah sebagai teman bermain seperti dulu atau sebagai teman hidup di masa depan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon firefly99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyang Perut kenyang mata
"Perhatian perhatian, bagi yang ingin makan es puter silahkan ke halaman rumah komandan."
Suara itu terdengar entah dari mana, membuat lebih banyak serdadu yang bermunculan. Hal itu membuat teman-teman Ale yang perempuan duduk berjejer di tangga rumah sambil melihat serdadu di depan. Ada yang memperlihatkan roti sobeknya, ada juga yang sedang mengenakan seragam loreng nya.
Ale tak lupa mengabadikan wajah mupeng teman-temannya, seolah mereka melihat makanan lezat.
"Potret lebih dekat, Le." ucap Agam.
Ale mengangguk setuju.
"Kalian juga dong, atur posisi." ucap Ale ke teman-teman laki-lakinya.
Ale benar-benar memanfaatkan pagi menuju siang hari ini dengan sangat baik.
"Mbak Ale, tolong bilang ke komandan yah, sampaikan terima kasih kami. " ujar seorang serdadu yang hanya mengenakan singlet tipis.
"Iya, om." Ale mengangguk.
"Le, ganti nasib sehari aja mau gak?" tawar Salwa.
"Gak mau, gak mau papa mama punya anak cewek lain" jawab Ale tanpa berpikir panjang.
"Mbak Alesha lagi kerja kelompok Tah?"
"Iya, om. Maaf yah bikin asrama rame."
"Wah, nggak apa-apa mbak. Kalau butuh bantuan, minta tolong aja."
"Baik, om. Terima kasih " ucap Ale.
"Alee, nambah boleh?" tanya Johan.
"Tanya ke mang nya, Jo. Kalau masih ada, nambah saja."
Johan benar-benar melakukan apa yang Ale perintahkan. Bukan hanya Johan, beberapa teman Ale juga mengikuti Johan.
Ternyata Ara dan Altair tiba di rumah pada saat jam makan siang, bersamaan dengan datangnya Bu Dayat dan dua orang lainnya yang membawa makanan.
"Terima kasih yah, dik." ucap Ara.
"Terima kasih, Tante."
"Siap, izin, terima kasih kembali, Bu. Sama-sama yah mbak Ale. Izin petunjuk, Bu."
"Hati-hati yah." Ara terlihat menepuk pundak Bu Dayat.
Nampak Altair sudah bergabung dengan teman-teman Ale yang sedang sibuk menempelkan daun dan juga bunga buatan pada pohon jambu yang tingginya kira-kira 2 meter lebih.
"Pekerjaannya di lanjutkan nanti. Sekarang cuci tangan dan makan dulu " ujar Ara.
"Iya, ayo makan dulu." Altair mengangguk setuju.
"Wah, terima kasih om Tante." ucap Agam.
"Ayo makan, jangan malu-malu." Ara terlihat sangat senang karena kedatangan teman-teman anaknya.
"Iya Tante"
"Baik, Tante."
"Anggap saja rumah sendiri." ujar Altair.
"Wah, om baik sekali. Pantesan Ale juga baiknya gak main-main." ucap Johan.
"Bisa saja kamu, nak."
Altair begitu pandai berbaur dengan teman-teman anaknya. Pembawaannya saat di depan anggotanya tidak sama jika berhadapan langsung dengan teman anaknya. Tentu saja ini hasil dari karantina Ara selama seminggu belakangan. Cukup satu kali ia berbuat kesalahan dan membuat mood anaknya buruk sepanjang hari.
Makan bersama kali ini membuat Ara merindukan dua anaknya yang lain yang sedang jauh darinya. Hampir setahun mereka tidak makan di meja makan yang sama. Dan apa yang sedang mereka lakukan saat ini membuat rindunya sedikit terobati.
"Sepertinya plastik bekasnya gak cukup untuk bikin busana." ujar Liona saat melihat persediaan plastik mereka sudah menipis.
"Iya. Mau beli kok yah ragu. Soalnya kegiatan ini saja dalam rangka pengurangan sampah plastik." Abi juga dibuat bingung.
"Iya, dapatnya saja susah, mesti cosplay jadi pemulungg" Wana meringis mengingat perjuangannya mencari kantongan bekas. Karena selama ini orang rumahnya selalu membawa tas kain dari rumah jika berbelanja.
"Kalau misalkan pakai dedaunan gimana?" tanya Ale.
"Bisa tuh. Back to Nature. Jarang-jarang nih." Salwa mengangguk setuju.
"Daunnya mau ambil dimana, Le? Waktunya mepet banget ini. Masih ada besok sih, tapi kita semua gak mungkin balik ke sini lagi kan? Bukan apanya nih, gue merasa gak enak." jujur Johan.
"Dih. Awas aja kalau papa dan mamaku dengar, ditatar kamu Johanes. Kenapa juga mesti gak enak?" omel Ale.
"Dipikirkan dulu busananya mbak mas." salah seorang teman menengahi.
"Bentar, tanya ke papa dulu." Ale ngacir masuk ke rumahnya.
"Pa, ada rekomendasi daun yang cocok untuk dijadikan busana gak?" tanya Ale.
"Apa yah? Papa ingat-ingat dulu."
Ale menunggu sambil memeluk papanya dari belakang dan meletakkan dagunya pada rambut papanya.
"Daun kelapa yang masih muda, bisa. Daun kakao juga bisa."
"Dapatnya dimana pa?"
"Di kebun batalyon ada. Papa telpon om Yahya, minta tolong untuk ke kebun batalyon. Tunggu sebentar yah kak."
"Siap, terima kasih papaku." Ale mencium pipi Altair sebelum kembali bergabung dengan teman-temannya.
"Dasar anak aku, Ra. Kalau ada aja maunya, cium cium segala." ujar Altair saat ia tiba di dapur.
"Anaknya kenapa tuh mas?"
"Tadi bertanya daun apa saja yang bisa dibentuk jadi busana. Terus saya jawab. Ditanya lagi dapatnya dimana? Ya saya jawab nanti Sertu Yahya yang cari." jawab Altair. Ia lalu mencomot perkedel singkong buatan istrinya.
Sementara di luar, teman-teman Ale bisa bernapas lega.
"Lo memang sering bawa teman ke asrama, Le?" tanya Wana.
"Gimana?"
"Lihat sikap bokap nyokap Lo, beliau seperti sudah terbiasa dengan kedatangan teman-teman anaknya." jawab Wana.
Ale menggelengkan kepalanya.
"Nggak, hehe. Pernah sih bawa teman kecil, terus kalian . Jadi jarang banget aku ajak teman. Insecure juga, aku kan tinggal di asrama, ukurannya terbatas. Gak samalah dengan rumah kalian yang luasnya gak main-main."
"Dih, merendah untuk meroket. Dasar Alesha." Liona menimpali.
"Tapi rumah Lo adem gini, damai aja rasanya. Mana tiap waktu bisa lihat yang seger seger, memberi asupan pada mata." ujar Wana.
Tidak lama kemudian, om Yahya dan dua orang lainnya datang membawa karung yang berisi daun-daunan.
"Terima kasih om. Mau ketemu papa dulu gak?" tanya Ale.
"Tidak usah , mbak. Kami langsung pamit saja." jawab om Yahya.
Setelah om Yahya tidak terlihat lagi, mereka berbagi tugas. Para laki-laki menyelesaikan bunga sakura buatan sementara para perempuan sibuk mendesain busana yang akan mereka buat. Ale sendiri sibuk menganyam daun kelapa dengan bekal yutub pada ponselnya.
"Pada serius ternyata. Kalau haus, jangan lupa minum. Ini Tante juga sudah siapin perkedel singkong dan kroket , biar makin semangat kerja kelompoknya." ujar Ara yang baru saja meletakkan dua kotak makanan di meja teras.
"Terima kasih Tante!" ucap semuanya.
"Iya, sama-sama. Dihabiskan yah." pesan Ara sebelum kembali memasuki rumahnya.
Pekerjaan mereka selesai saat terdengar langkah kaki berama-ramai dengan nyanyian yel-yel.
Terpesona aku terpesona memandang wajahmu yang manis
Hal itu lantas membuat teman-teman perempuan Ale kembali berjejer di teras dan melihat kawanan serdadu itu melintasi rumah dinas komandan.
"Kenyang perut kenyang mata aku." ucap Salwa.
Hal itu membuat Ale terkekeh kecil.
Sebelum gelap menyapa, Ale mengantarkan temannya ke depan gapura utama, dimana mobil jemputan mereka menunggu.
"Padahal papa nawarin anterin kalian satu-satu." ucap Ale.
"Jangan lah, Le. Ini saja gue gak enak." ujar Salwa.
mksih ya kak jd ikut happy sama geng nya Alesha... 😍😍
kapan terbongkarnya ini kayaknya semakin seru 😁
Kapan nihh ale sama air nikah hehe 😂