Shana Azizah terpaksa bekerja paruh waktu di sela-sela kuliahnya, orang tuanya terlilit hutang ratusan juta di bank dan terancam mengalami kebangkrutan.
Agar terbebas dari jeratan hutang, orang tua Shana terpaksa menjodohkan Shana dengan anak seorang pengusaha sukses yang usianya 10 tahun lebih tua dari Shana.
Shana mau menerima perjodohan tersebut dengan satu syarat, calon suaminya nanti harus bersedia menafkahi dirinya sebesar 20 juta sehari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu tak tahu diri
"Kamu yakin Alvin gak akan marah? kalau kamu pergi sendiri tanpa dia?"
Tanya Anggi cemas, karna hapal betul dengan watak putra tunggalnya itu. Pasti Alvin akan marah besar saat bangun tidur nanti tak mendapati sosok istrinya ada di dalam rumah.
Kini Anggi dan Shana sudah berada di dalam mobil yang di kemudikan oleh Herman, mereka bahkan sudah menempuh setengah perjalanan menuju rumah Vera, namun masih saja memikirkan tentang Alvin.
"Gakpapa Mah, kalau mas Alvin marah-marah itu hal biasa. Kalau dia gak marah baru aneh"
Tanpa ragu Shana mencibir suaminya di hadapan orang tuanya sendiri, Anggi hanya tersenyum kecut membenarkan ucapan menantunya. karna yang di ucapkan Shana itu memanglah kenyataan.
"Lagian Mas Alvin kayaknya cape banget Mah, kasian kalau di bangunin malam-malam begini"
Shana merubah cara bicaranya menjadi lebih serius, bayang-bayang wajah lelah sang suami saat tertidur tadi tergambar jelas dalam benaknya.
"Terus kalau kamu sendiri gak capek sayang?"
Anggi malah terbayang adegan panas antara Alvin dan Shana yang tak sengaja Ia lihat saat akan mengembalikan ponsel Shana ke kamarnya.
"Pasti Alvin kelelahan karna itu" Batin Anggi.
Senyum simpul tersungging di bibir Anggi, pipinya merona merah tiap mengingat kejadian itu.
Anggi sendiri selalu merasa kelelahan setelah selesai menunaikan tugasnya yang satu itu dan ingin langsung tidur saja. Ia merasa heran melihat Shana yang masih energic padahal gadis itu dalam keadaan hamil muda.
"Maksud Mama capek gimana? Kan seharian ini Shana cuma di rumah aja."
Gadis itu benar-benar tak mengerti dengan maksud Mama mertuanya.
"M-maksud Mama, kamu kan lagi hamil sayang. apa kamu gak capek? Ibu hamilkan biasanya gampang capek lho. Apalagi ini udah larut malam"
Anggi tersenyum puas karna berhasil menemukan jawaban yang tepat.
"Gak kok Mah, kan tadi udah tidur siang. Aku malah gak sabar pengen cepet-cepet ngelihat bayinya kak Shaira besok. uuuhh pasti gemes banget"
Jawab Shana penuh semangat.
***
***
"Loh kalian? Kenapa malam-malam kesini?"
Tanya Vera heran, karna melihat Anak dan besannya berdiri di depan pintu rumah sesaat setelah membuka pintu.
Vera benar-benar tak menyangka, jika tamu tak tau diri yang baru saja ia umpat sebelum membukakan pintu adalah Shana dan mertuanya.
Mereka datang saat malam sudah larut, pantaslah jika Vera merasa sedikit kesal. Namun rasa kesal itu mendadak sirna, kala melihat tamu tak tau diri itu adalah anak dan besannya sendiri.
"Mama ngapain aja sih, kok telepon aku gak di angkat-angat?"
Bukannya menjawab pertanyaan Vera, Shana malah balik betanya pada Vera.
"Oh itu, dari tadi Mama lagi sibuk nyiapin kue buat pesenan besok makanya gak sempet lihat Hp"
Jawab Vera apa adanya, bahkan Ia sendiri lupa dimana meletakan ponsel pintarnya itu terakhir kali dimana.
"Huhf..syukurlah...kirain..he"
Shana bernafas lega karna kekhawatirannya itu tak jadi kenyataan.
"Anggi, Mas Herman mari masuk"
Saking terkejutnya dengan kedatangan mereka yang mendadak, Vera sampai lupa mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah.
"Wah Ver, orderan kamu banyak juga ya?"
Anggi terkagum karna di rumah Vera saat ini sudah di penuhi oleh toples berisi kue-kue kering dalam berbagai bentuk dan dalam jumlah yang sangat banyak.
"Iya Alhamdulilah"
Jawab Vera, meskipun lelah namun Ia tetap bersyukur.
"Papa juga ikut bantuin?"
Shana seakan tak percaya melihat Papanya itu kini sedang sibuk di dapur, mengaduk adonan kue yang hampir siap untuk di cetak.
"Iya Nha, kasian Mama kamu kalau sendirian"
Jawab Jefry. Sepulang dari kantor tanpa mengeluh ayah 2 anak itu langsung ikut menyibukan dirinya di dapur membantu sang Istri.
"Ngomong-ngomong kalian ada apa tengah malam gini datang kemari?"
"Kak Shaira mau melahirkan Mah, sekarang ada di rumah sakit. Tadi kak Rizky udah coba telepon Mama katanya, tapi gak diangkat-angkat. Makanya aku kesini takut terjadi apa-apa sama Mama dan Papa"
Jelas Shana. Verapun mengangguk paham.
Untung saja Vera tidak mengikuti saran Jefry untuk menyelesaikan orderannya besok pagi. Kalau Iya Vera bisa terperangkap dilema antara menemani Shaira yang akan melahirkan dirumah sakit, atau menyelesaikan orderan catering yang sudah masuk.
***
***
"Akh! Kenapa gak ada yang bangunin gue sih!"
Alvin membanting ponselnya karna kesal. Jam sudah menunjukan pukul 07.30 pagi, sedangkan 30 menit lagi Ia ada meeting dengan perusahaan James Group.
Dengan kepayahan Pria itu mencari pakaiannya sendiri seusai membersihkan diri dengan singkat, menyita waktu cukup lama untuk sekedar menyelaraskan celana, kemeja dan dasi yang akan Ia pakai hari ini. Biasanya semua tinggal pakai saja karna ada sang istri yang sudah mempersiapkannya.
Entah kenapa setelah menikah Alvin menjadi pribadi yang begitu manja, padahal saat melajang dulu Ia sangat mandiri dalam segala hal.
"Apa Shana benar-benar marah, sampai tidak mau mengurus suaminya lagi?" gerutu Alvin.
Alvin mengira saat ini Shana sudah pergi ke kampus tanpa membangunkan dirinya terlebih dahulu.
Drrrd...drrrd...drrrd...
Ponsel Alvin terus bergetar, panggilan dan pesan Chat dari Chika seakan tiada hentinya sejak pria itu mengerjapkan mata beberapa saat yang lalu.
Alvin abaikan begitu saja karna tahu apa yang akan dibicarakan sekretarisnya itu. Apalagi kalau bukan untuk menanyakan keberadaannya saat ini, karna meeting dengan perusahaan James Group beberapa menit lagi akan di mulai.
Biar saja Chika mencari sendiri alasan yang tepat, akan keterlambatannya hari ini pada kliennya.
Suasana rumah nampak sepi saat Alvin turun dari tangga, hanya ada beberapa ART yang sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk Tuan Mudanya.
BRAKK!
Alvin menutup pintu utama dengan kasar.
Raut wajah kecewa nampak jelas dari beberapa ART tersebut, karna sang Tuan muda melewati mereka begitu saja. Bahkan Alvin tak menyentuh makanan yang sudah susah payah mereka buat sedari tadi.
Namun tak ada satupun dari mereka yang berani mengingatkan Alvin untuk sarapan, apalagi setelah melihat wajah Alvin yang seakan siap menerkam siapa saja yang berani mengusiknya.
Keselamatan dan kewarasan mereka jauh lebih penting dari pada sekedar mengingatkan sang tuan Mudanya untuk sarapan.