"inget, ini rahasia kita!. ngga ada yang boleh tau, sampai ini benar benar berakhir." ucap dikara dengan nafas menderu.
"kenapa? lo takut, atau karna ngerasa ngga akan seru lagi kalau ini sampai bocor. hm?." seringai licik terbit dari bibir lembab lengkara, pemuda 17 tahun yang kini sedang merengkuh pinggang gadis yang menjadi rivalnya selama 3 tahun.
Dan saat ini mereka sedang menjalin hubungan rahasia yang mereka sembunyikan dari siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mian Darika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AYANG
Hari pun sudah berganti, dan saat ini dikara masih berada di rumah eyang lembu, begitu pun dengan lengkara serta avel dan juga amara.
Mereka berempat kini sedang bersiap untuk ke kebun teh yang tak begitu jauh dari rumah eyang, biasa mereka cukup berjalan kaki untuk sampai ke sana. Namun mengingat lutut eyang lembu yang yang sudah tidak sekuat dulu, mereka pun akan memakai mobil sebagai transportasi untuk sampai ke kebun teh tersebut.
Kebun teh yang sampai sekarang menjadi sumber penghasilan wanita tua itu, yang di kelola oleh orang kepercayaan mendiang suaminya yang merupa kan kerbat dekat juga.
"Udah siap kan? Ayo kita berangkat." Mereka pun masuk ke dalam mobil dengan lengkara yang menyetir, maklum saja di sana kebanyakan mengguna kan motor karna memang medan jalannya masih agak susah di lewati mobil lebih dari satu.
Dan beberapa pekerja pria yang ada di rumah eyang pun hanya ada satu yang bisa menyetir mobil, sebab dia lah yang biasanya bertugas membeli bahan bahan makanan dan juga barang barang yang di butuh kan, dan saat ini pria tersebut sedang tidak ada, maka dari itu lengakara lah yang di tugas kan.
Di sepanjang perjalanan, avel tak henti hentinya bernyanyi. Bocah yang sebentar lagi akan masuk sekolah dasar itu pun bercita cita ingin menjadi vokalis band seperti sang kakak, dan hal itu tidak di larang oleh kedua orang tuanya selagi mengarah ke hal yang positif.
Kali ini mereka tidak melewati jalan yang biasanya, jalan yang di guna kan pejalan kaki atau para pekerja saat akan ke kebun teh. Melain kan jalan raya yang sudah pasti agak jauh dari jalan biasanya, sesekali dikara akan di buat tertawa dengan tingkah menggemas kan dan jaim avel bahkan bisa di kata kan avel ini begitu bertolak belakang dengan lengkara yang banyak diam.
"Kak, kak kala tau ngga kalau kak engka udah punya pacar?." Bisik avel di dekat telinga dikara yang saat ini duduk di samping gadis itu.
Mereka duduk di samping lengkara yang sedang menyetir, sedang kan amara dan eyang lembu berada di kursi belakang.
Alis gadis itu sediikit terangkat, lalu melirik kecil ke adah lengkara yang terlihat fokus ke arah depan. "Tau dari mana? Kok kakak ngga tau sih, kan setiap ada yang deketin dia di sekolah, itu pasti bakalan ketauan."
Avel meringis, sebenarnya dia juga tidak yakin hanya saja beberapa kali dia melihat jika kakaknya itu sedang bertukar pesan dengan seseorang yang namanya sudah pasti adalah seorang gadis.
Jangan heran kenapa avel bisa tau, karna kecil kecil begitu dia sudah bisa membaca walau pun belum begitu lancar.
"Kalau gitu sih, kayaknya bukan dari sekolah kalian deh."
Ucapan avel barusan semakin membuat dikara penasaran, dalam hati bermonolog apa iya ada gadis bego yang mau memiliki hubungan hambar dengan si kambing ini?.
Pasalnya sudah jadi hal umum tentang lengkara yang tidak bisa mengekspresi kan dirinya, palingan saat pemuda itu marah dan itu pun tidak begitu kelihatan. Jadi sekarang dikara begitu penasaran,bagaimana sikap manis dan romantis pemuda itu jika sedang menjalin hubungan.
Dan membayang kan itu, seketika suara tawa kecilnya keluar. Merasa geli jika mendengar ucapan romantis atau tutur kata lembut yang lengkara keluar kan, oh menggeli kan pikirnya.
Lengara melirik, merasa terganggu karna dikara yang tertawa kecil sambil menatap ke arahnya.
Dan saat menoleh untuk memasti kan, ia malah mendapat kan tatapan sinis dari gadis itu yang di barengi dengan mimik wajah mengajak bertengkar.
Lengkara menggeleng kan kepala, tak habis pikir kenapa keluarganya malah menyukai gadis lampir ini, yang memiliki hobi berteriak atau tertawa tidak jelas.
Setibanya mereka di sana, mereka sudah di sambut hangat oleh beberapa pekerja yang tau kalau mereka akan datang.
"Ayo masuk eyang, maaf ya tadi habis bawain bapak sarapan sama sekalian bawain yang lain juga, jadi agak berantakan karna belum di beres kan." Ucap gadis seumuran lengkara yang merupa kan anak bungsu dari pria yang di percayai mengelola perkebunan tersebut.
"Oh tidak apa apa, lagian kami juga sudah sarapan kok. Jadi santai aja ya, ayang." Ucap amara memaklumi, ia juga cukup dekat dengan gadis bernama ayang itu karna bagaimana pun orang tua ayang adalah kerabat dari suaminya.
Dikara sedikit terdiam, karna jujur saja ini pertama kalinya bertemu dengan ayang ini. Karna selama ini ia sering ke rumah eyang atau perkebunan teh, dia tidak pernah bertemu gadis itu.
Melihat dikara yang seperti itu, eyang pun bersuara. "Oh iya kara, ini perkenal kan namanya ayang. Dia anak bungsu dari paman liyas, dia selama ini sekolah di pesantren, dan baru pulang setelah libur kelulusan juga." Jelas eyang lembu memperkenal kan keduanya.
Ayang pun tersenyum ramah ke arah dikara, sembari menjulur kan tangan untuk berkenalan.
"Ayang!."
"Dikara."
Mereka berdua bersalaman, dan dikara juga mebalas senyum gadis itu.
'Cantik' gumam dikara dalam hati, tapi tentu saja lebih cantik dirinya. Hanya saja yang membeda kan dia sering memakai kacamata karna memang memiliki minus, plus karna memang sudah terbiasa sejak sekolah dasar. Namun dikara sudah memutus kan untuk melepas kacamatanya setelah masuk SMA nanti, dan menggantinya dengan lensa kontak.
Amara dan eyang pamit untuk masuk ke rumah sederhana yang menjadi rumah peristirahatan untuk paman liyas dan juga para pekerja lain, sedang para remaja dan juga avel masih berada di kursi panjang yang mengarah ke matahari yang mulai naik.
Suasana canggung mendominasi, yang pada akhirnya suara lengkara langsung terdengar.
"Kabar kamu gimana?." Tanya nya, yang tentu saja di tuju kan untuk ayang. Karna saat ini mereka duduk cukup dekat, sedang kan dikara dan avel agak jauh karna bocah itu ingin menangkap capung dan dikara sendiri ikut menemani.
Ayang tersenyum, melirik kecil ke arah lengkara yang semakin tinggi saja.
"Alhamdulillah baik kok, kalau kara sendiri gimana?." Suara gadis itu begitu lembut, ramah dan juga sopan. Sangat berbanding terbalik dengan gadis berkacamata, yang memakai celana pendek dan hoodie kebesarannya sana.
"Baik juga, kebetulan masih sama seperti dulu."
Mendengar itu wajah ayang langsung bersemu, di iringin dengan senyum kecil yang tak luntur.
"Mm, kara mau lanjut di mana nanti?. Soalnya ayah minta aku buat nanya ke kamu, karna niatnya sih mau masuk di sekolah yang sama aja nantinya."
Dan mendengar itu, sontak saja ujung bibir lengkara sedikit naik. Tak menyangka jika gadis yang jarang ia temui ini akan memilih melanjut kan sekolahnya ke SMA biasa, padahal kan di sekolah ayang sekarang juga ada SMA nya, dan lengkara berpikir jika ayang akan lanjut ke sana.
"Kalau untuk itu, aku masih nyari yang bagus sih. Tapi nanti bakalan aku kabarin, secepatnya biar pas masuk ngga kerepotan."
Ayang mengangguk, sekaligus merasa lega karna memamg tadi itu dia datang ke perkebunan untuk membujuk sang ayah jika dia berkeinginan untuk masuk ke sekolah yang sama dengan lengkara.
Dan apa kalian melihat ke anehan?.
Ya, tutur kata lengkara berubah. Yang tadinya agak jutek dan pake lo gue ke dikara dan teman temannya yang lain, kini pemuda itu bersikap sangat kebalikan menyesuai kan dengan siapa ia berbicara.
Dan tentu saja, walau pun lengkara di kenal nakal dan suka terlibat tawuran, pemuda itu akan seperti ini saat di hadap kan dengan sosok ayang yang merupa kan teman masa kecilnya sebelum keluarganya memilih pindah ke jakarta.