Rumah tangga yang baru dibina satu tahun dan belum diberi momongan itu, tampak adem dan damai. Namun, ketika mantan istri dari suaminya tiba-tiba hadir dan menitipkan anaknya, masalah itu mulai timbul.
Mampukah Nala mempertahankan rumah tangganya di tengah gempuran mantan istri dari suaminya? Apakah Fardana tetap setia atau justru goyah dan terpikat oleh mantan istrinya?
Ikuti kisahnya yuk.
IG deyulia2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Dana Yang Tidak Mengerti
Setelah dibujuk oleh Bu Nadia, akhirnya Nala mau juga menemui Dana.
Nala menghampiri Dana seraya membawa secangkir air minum untuk suaminya. Wajah perempuan hamil muda itu datar dan dingin. Tentu saja semua itu akibat sikap Dana yang masih dinilai Nala belum bisa tegas pada Devana, mantan istrinya.
Lain dengan Dana, dia tersenyum bahagia saat melihat Nala menemuinya. Tangannya memberi kode supaya Nala duduk di dekatnya, akan tetapi Nala justru duduk bersebrangan dengan Dana.
"Minumnya, Mas?"
"Makasih, Sayang. Kamu, di rumah Ibu rupanya. Kenapa Hp kamu tidak aktif, aku tadi hubungi kamu tapi Hpmu tidak aktif. Lalu aku ke toko, tapi toko sudah sepi. Dan firasat aku, kamu pasti ke rumah Ibu. Benar saja, kamu memang di sini," celoteh Dana sumringah.
"Iya, aku ke rumah Ibu. Lantas, kenapa Mas Dana tumben banget mencari aku, biasanya menghubungi saja tidak?" Nala membalas dengan raut wajah masih datar.
"Aku tahu, aku salah. Aku minta maaf. Aku memang kurang perhatian sama kamu. Tapi, perlu kamu tahu, hal itu bukan berarti aku tidak sayang atau cinta sama kamu."
Dana berkata dengan sungguh-sungguh, lalu ia bangkit dan mendekati Nala. Sudah hampir seminggu lebih, hubungannya dengan sang istri mengalami ketegangan. Dan kini ia sangat merindukan moment di mana mereka bisa kembali tersenyum.
"Kita pulang, ya. Aku tidak enak kalau tidak ada kamu di rumah," bujuknya meminta, seraya meraih jemari Nala lalu menggenggamnya.
Nala perlahan melepaskan rematan tangan Dana. "Aku mau di sini dulu. Mas Dana pulang saja, kasihan Raina pasti menunggu Mas pulang."
Nala menolak diajak pulang oleh Dana. Sebab ia sudah berniat akan nginap di rumah ibunya beberapa hari. Dan tujuan utamanya ialah ingin menyegarkan otak yang beberapa hari lalu disesaki masalah Devana.
"Kenapa nggak mau pulang? Rumah kamu di sana bukan di sini. Ayolah, kamu jangan bantah Mas," tukas Dana.
"Ya, pengen saja aku nginap di rumah ibu. Lagian aku jarang nginap juga, kan?"
"Mas tahu, Sayang. Tapi, bisakah nginapnya nanti saja kalau Raina habis liburannya. Kalau saat ini, Mas nginap bersama kamu, gimana dengan Raina?"
Nala menatap sebentar ke arah suaminya, lalu dengan cepat melengos ke arah lain.
"Nala yang akan nginap di sini, Mas. Nala tidak akan mengajak orang yang tidak mau diajak nginap. Sudah Nala katakan tadi, Nala mau nginap di rumah Ibu beberapa hari. Walaupun Nala ikut pulang, di rumah ada Raina. Aku nggak mau fokus Mas Dana justru terbagi padaku. Raina bisa marah nanti," jelas Nala.
"Hahhhhh. Kamu tahu, aku ini dalam posisi serba sulit. Raina anakku, dan kamu istriku. Harusnya kamu lebih paham dengan posisiku. Saat ini adalah moment yang langka terjadi, setelah Raina selesai liburannya, dia juga akan jarang merasakan kebersamaan denganku," dengus Dana dengan suara sedikit berat.
"Mas, aku tekankan ya, aku, aku Nala istri Mas Dana, tidak pernah permasalahkan perhatian atau kasih sayang Mas Dana pada Raina. Yang Nala minta dari Mas Dana, adalah ketegasan Mas untuk membatasi Mbak Devana. Kalau Mas Dana nggak tegas, buktinya sampai sekarang Mbak Devana seenaknya datang ke rumah tanpa peduli perasaan Nala." Nala menjeda ucapannya sesaat.
"Capek banget harus menjelaskan berulang kali sama Mas Dana. Lama-lama, Mas Dana persis Mama Diana sifatnya. Sama-sama nggak paham apa yang Nala terangkan," lanjutnya geram.
"Jadi, mau kamu gimana?"
"Mas Dana pulang saja, Nala mau nginap sehari atau dua hari di rumah Ibu. Lagian, apa salahnya Nala nginap di sini?"
"Kamu benar-benar nggak akan pulang?" yakin Dana.
"Iya. Sudah Nala katakan tadi. Malam ini dan besok, Nala mau nginap di sini. Nala mau cari ketenangan barang dua hari. Mas bisa bandingkan, di rumah dan di sini. Di rumah, baru saja masuk, pasti ada saja hal yang membuat hati Nala panas. Tentu saja semua ini karena kehadiran Mbak Devana, bukan Raina, ingat bukan Raina," tekan Nala.
"Kamu ini terlalu sensitif, Sayang. Ayolah, pulang."
Nala terbelalak, dari tadi Dana sepertinya belum paham juga dengan penjelasannya, tapi kini malah menudingnya terlalu sensitif. Makin ogah Nala jika diajak pulang kalau tanggapan Dana justru seperti itu.
"Mas ini, malah nuding aku terlalu sensitif. Sudah jelas aku maunya Mas Dana tegas pada Mbak Devana. Jaga sikap dan jangan sok iyeh di hadapan Mas Dana. Dia itu mantan, tapi sikapnya seperti layaknya seorang istri. Apa jangan-jangan kalian ini di belakang aku ada main? Sudahlah, pusing aku menjelaskan sama kamu, Mas."
Nala berjingkat lalu pergi dari ruang tamu. Berbicara dengan Dana justru membuat emosinya memuncak.
"Nala, sebentar."
Sayangnya Nala tidak menoleh lagi. Dia sangat kesal dan gereget dengan Dana yang tidak paham juga dengan perasaannya.
"Nala, kalian kenapa?" Bu Nadia menegur Nala yang bergegas pergi dari ruang tamu dengan wajah yang emosi.
"Katakan, Bu, Mas Dana pulang saja. Nala kesal dengan suami yang tidak paham dengan perasaan istrinya," ujar Nala sambil lalu dan masuk kamar.
Di dalam kamar Nala menangis, dia gemes banget dengan sikap suaminya yang tidak paham-paham dengan perasaannya.
"Ya Allah, aku hanya ingin dimengerti. Aku mau Mas Dana tegas sama mantan istrinya. Itu saja. Akhhhhh...." pekiknya sungguh kesal.
"Sepertinya memang tindakanku sudah betul. Mas Dana nggak bisa tegas, biarkan aku yang akan ambil sikap. Kalau mantan istri Mas Dana, berani berkata ingin merebut Mas Dana dari sisiku, maka aku yang akan bertindak dan memberi pelajaran pada Devana. Lihat saja, apabila setelah laporan pertama tidak ada perubahan, maka jangan salahkan Nala bertindak lebih tegas dari ini," dengusnya penuh tekad.
Di ruang tamu, Bu Nadia tengah berbicara dengan Dana. Suaranya lembut tapi tegas.
"Nak Dana, ibu hanya mengingatkan, agar Nak Dana bisa ambil sikap tegas sesuai permintaan Nala. Nala tidak mempermasalahkan kehadiran putri Nak Dana di rumah, tapi, kalau boleh ibu memberi satu nasihat, tolong jaga hati Nala. Dia hanya meminta Nak Dana tegas, itu saja."
Dana tertunduk, perkataan mertuanya benar adanya. Dia memang salah, dia tidak tegas terhadap Devana.
"Saya mengerti, Bu. Saya minta maaf. Saya akan pikirkan semua nasihat Ibu. Kalau Nala memang tidak mau saya bawa pulang, saya titip Nala di sini sebentar. Seenggaknya hanya sehari, besok saya akan menjemput Nala kembali," ujar Dana dengan suara rendah.
"Baiklah. Itu saja yang ibu sampaikan. Ibu harap Nak Dana mengerti."
Dana mengangguk, setelah itu ia pamit pulang tanpa membawa Nala. Dia memang kecewa, tapi mau gimana lagi.
kuncinya dana harus tegas dan mertua g ikut campur
bener2 mertua jahat bisa2nya GK bisa bedain mana wanita terhormat dan wanita bar2.