Kehidupan bahagia yang dijalani Thalia setelah dinikahi oleh seorang pengusaha kaya, sirna seketika saat mendengar kabar bahwa suaminya tewas dalam sebuah kecelakaan maut. Keluarga almarhum sang suami yang memang dari awal tidak merestui hubungan mereka berdua, mengusir Thalia yang sedang hamil besar dari mansion mewah milik Alexander tanpa sepeser uang pun.
Di saat Thalia berhasil bangkit dari keterpurukan dan mulai bekerja demi untuk menyambung hidupnya dan sang buah hati yang baru beberapa bulan dia lahirkan, petaka kembali menimpa. Dia digagahi oleh sang bos di tempatnya bekerja dan diminta untuk menjadi pelayan nafsu Hendrick Moohan yang terkenal sebagai casanova.
"Jadilah partner-ku, aku tahu kamu janda kesepian bukan?"
Bagaimanakah kehidupan Janda muda itu selanjutnya?
Bersediakah Thalia menjadi budak nafsu dari Hendrick Moohan?
🌹🌹🌹
Happy reading, Best...
Jangan lupa tinggalkan jejak
⭐⭐⭐⭐⭐ bintang 5
💖 subscribe
👍 jempol/ like
🌹 kembang, dan
☕ kopi segalon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memiliki Ikatan Batin dengan Thalia
Waktu terus berlalu, empat bulan terlewati dan itu terasa begitu panjang bagi Moohan karena pria itu masih mengalami kehamilan simpatik. Setiap pagi, dia mengalami morning sickness yang hebat hingga tubuhnya lemas tanpa daya. Makanan yang aneh-aneh pun masih saja dia minta hingga membuat sang mama masih setia menemani karena tidak tega jika meninggalkan putranya dalam keadaan demikian.
Tubuh bos TMC itu sampai terlihat kurus. Sebab, makanan yang bisa masuk ke dalam perut Moohan hanya sedikit dan juga tertentu saja. Dia sangat pemilih dalam hal makan dan selalu meminta sesuatu yang sulit untuk didapatkan.
Beruntung, dia tidak sering meminta untuk makan kue buatan Thalia. Hanya sesekali saja, Moohan meminta kue kesukaannya itu. Lalu, Nyonya Brenda akan menyuruh Pak Lee untuk membeli dan kemudian mengantarkan kue tersebut ke mansion.
Seperti sore ini, keinginan Moohan untuk makan kue buatan Thalia begitu kuat hingga membuat Nyonya Brenda kebingungan membujuk sang putra. Pasalnya, tidak mungkin dia menyuruh Pak Lee memesan kue di waktu sekarang karena Thalia pasti sedang beristirahat setelah lelah seharian berjualan. Apalagi, beberapa hari yang lalu Nyonya Brenda mendengar dari Pak Lee kalau wanita penjual kue itu tengah mengandung.
"Sayang, besok pagi saja, ya," bujuknya kembali, tetapi Moohan yang sedang berbaring di atas ranjang dan terlihat sangat lemah menggelengkan kepala.
"Aku ingin makannya sekarang, Ma. Aku tidak mau makan apa-apa. Hanya mau kue itu," balas Moohan dengan suaranya yang terdengar sangat pelan dan tidak bertenaga karena sedari pagi perut putra Nyonya Brenda tersebut belum terisi makanan.
Terpaksa, Nyonya Brenda menghubungi sopir pribadinya agar meminta pada Thalia untuk membuatkan beberapa macam kue kesukaan Moohan. Zack sendiri yang nanti akan mengambilnya ke sana karena sang putra tidak mau menunggu lama. Setelah menelepon sang sopir, wanita paruh baya itu kembali mendekati putranya.
"Kemungkinan, nanti malam Zack baru bisa membawa kuenya kemari, Hen," tutur Nyonya Brenda menatap sang putra, khawatir. "Sebaiknya, kamu makan sesuatu dulu untuk mengganjal perut," sarannya kemudian.
Pria tampan itu tidak menjawab dan masih memejamkan mata di tempatnya semula. "Ma, kenapa enggak kita saja yang ke sana, Ma?" pinta Moohan tiba-tiba. Pria tampan itu langsung beringsut dan kemudian duduk di tepi pembaringan.
"Kondisimu lemah seperti ini, Hendrick. Mama tidak tega membiarkanmu melakukan perjalanan jauh, Sayang," tolak sang mama, khawatir.
"Aku kuat, Ma. Ayo, kita berangkat sekarang!" Moohan segera beranjak untuk bersiap dan sang mama hanya bisa mengikuti keinginan putranya itu dengan menghela napas panjang.
Sementara di kios kecil milik Thalia, wanita muda itu sedang merenungi nasibnya. Gunjingan demi gunjingan dia dengar dari para tetangga. Bukan hanya gunjingan bahkan tadi pagi sewaktu dia baru membuka kios, seorang pelanggan lama langsung mencaci Thalia yang hamil tanpa suami apalagi anaknya juga masih sangat kecil.
Sebenarnya, dia kuat menghadapi gunjingan dari para tetangga yang memang sudah sering dia dengar sebulan terakhir ketika mereka mulai mengetahui tentang kehamilan Thalia. Hanya saja, omongan wanita tadi yang langsung berimbas pada penjualan kuenya, membuat Thalia berpikir ulang untuk tetap tinggal atau pergi dari sana. Wanita muda itu memandangi dagangannya yang masih tersisa banyak dengan tatapan nanar.
"Enggak nyangka, ya, ternyata kamu itu doyan main! Kamu enggak kasihan, apa, sama anak kamu yang masih bayi itu!" Wanita itu menuding Thalia di hadapan para pembeli lain hingga membuat mereka mengurungkan niat untuk membeli kue dagangannya.
Setelah kejadian itu, para tetangga yang tadinya hanya berani menggunjing kini mulai berani terang-terangan menghina Thalia. "Jaga baik-baik, tuh, suami-suami kita. Jangan sampai diambil sama si Ja*lang Thalia!"
Suara-suara yang menudingnya miring itu terngiang-ngiang di telinga Thalia. Membuat ibu hamil tersebut menjadi tidak nyaman berada di sana. Thalia kemudian menghitung uang tabungan karena dia harus mengambil sebuah keputusan demi kenyamanan hidupnya sendiri dan juga anak-anaknya ke depan.
"Sepertinya aku bisa memulai hidup baru di tempat lama. Ya, hanya di sana tempat yang bisa aku tuju karena ada Maria. Dia pasti mau membantuku mengasuh Aletha," putus Thalia yang ingin kembali ke perumahan kumuh, di kota tempat dia bertemu dengan Moohan.
Bergegas wanita muda itu berkemas. Dia hanya membawa pakaian seperlunya saja karena tidak mau kerepotan di jalan. Thalia meninggalkan semua yang sudah dia beli untuk memulai usahanya berjualan kue.
"Tidak mengapa ya, Sayang, kita kembali ke tempat yang dulu. Mommy tidak mau kamu mendengar kata-kata buruk dari orang-orang yang akan dapat mengganggu psikologismu nantinya," ujar Thalia sambil mendandani sang putri, setelah dia selesai berkemas.
Aletha yang belum genap berusia delapan bulan itu menganggukkan kepala, seolah mengerti apa yang dikatakan mommynya. Thalia tersenyum dan kemudian mencium dengan gemas putri kecilnya yang sudah mulai belajar berbicara. Aletha selalu bisa membuatnya tersenyum di saat hatinya terluka.
Matahari mulai tergelincir ke ufuk barat ketika Thalia meninggalkan kios dengan diam-diam. Thalia memutuskan untuk pergi dari sana di waktu seperti sekarang, di mana orang-orang tengah berada di dalam rumah untuk membersihkan diri sehingga tidak ada satupun yang melihat kepergian wanita cantik itu. Dia berjalan sedikit cepat menuju stasiun sambil menggendong sang putri, menerobos gerimis yang turun sejak siang tadi. Thalia yang terus berjalan, tidak menyadari bahwa dia berpapasan dengan mobil Nyonya Brenda yang dikendarai oleh Pak Lee yang akan menuju ke kiosnya.
Ya, gerimis yang hampir seharian mengguyur kota kecil tersebut menandakan bahwa alam seolah ikut bersedih dengan apa yang dialami oleh wanita muda itu hari ini. Apa yang sudah dia rintis dan mulai menunjukkan hasil, terpaksa harus ditinggalkan karena cibiran orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang masa lalu Thalia. Mereka hanya menilai dan kemudian men-judge apa yang ada di depan mata, tanpa mau mendengar penjelasan.
"Kita pasti bisa melewati ini semua, Sayang," ujar Thalia penuh keyakinan ketika dia baru saja duduk di atas kereta cepat yang akan membawanya kembali ke kota yang pernah menorehkan luka di hatinya. Hari telah malam ketika kereta tersebut hendak melaju meninggalkan kota kecil tersebut.
Tepat di saat yang sama, pesawat pribadi yang ditumpangi oleh Moohan dan sang mama baru saja mendarat. Pria tampan itu bergegas keluar dengan menggandeng tangan mamanya. Dia berjalan dengan tidak sabar karena hendak segera makan kue kesukaan.
"Ayo, Pak Lee, kita jalan!" titah Moohan dengan tidak sabar, begitu dia mendudukkan diri di bangku belakang. Pria tampan itu tidak memperhatikan wajah sopir sang mama yang nampak kebingungan.
Nyonya Brenda yang menyadari sikap Pak Lee, kemudian bertanya. "Ada apa, Pak Lee?"
"Maaf Nyonya, Maaf Tuan Muda. Saya belum jadi memesan kuenya karena Nyonya Thalia tidak ada di kios," jawab Pak Lee.
"Tha lia?" tanya Moohan mengeja.
"Benar, Tuan Muda. Nama penjual kue itu Nyonya Thalia," balas Pak Lee seraya menoleh ke belakang.
Moohan mengeluarkan ponsel dan kemudian membuka galeri ponselnya. "Apakah wanita ini yang berjualan kue itu, Ma?" tanya Moohan seraya menunjukkan gambar Thalia yang dia ambil secara diam-diam kala wanita cantik itu masih bekerja di kantornya.
Nyonya Brenda menganggukkan kepala dan itu justru membuat Moohan sangat marah. "Kenapa Mama tidak pernah mengatakan kalau nama penjual kue itu adalah Thalia?" teriak Moohan, bertanya.
"Kamu juga tidak pernah mengatakan pada mama kalau nama wanita yang kamu cari-cari itu Thalia, Hendrick! Bahkan di setiap pembicaraan kamu dan Zack, kalian selalu saja menyebut dia dengan janda cantik atau janda mempesona!" balas sang mama tidak kalah sengit sebab Nyonya Brenda juga merasa menyesal karena baru mengetahui sekarang bahwa wanita cantik yang telah mencuri perhatiannya ternyata adalah wanita yang dicari-cari sang putra.
"Pantas saja, mama rasanya memiliki ikatan batin dengan Thalia," lanjutnya dengan memelankan suara.
☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕ tbc.