Suamiku Tuan CEO Angkuh

Cahaya sang mentari sudah menyelinap masuk ke celah-celah gorder kamar itu. Kedua insan berbeda jenis itu masih terlelap dalam tidur nyenyaknya.

Sampai akhirnya sang prialah yang lebih dulu membuka mata dari mimpi indahnya.

Pria itu bangun dan menyandarkan tubuhnya pada dashboard ranjangnya. Kedua matanya melirik ke arah gadis yang ada di sampingnya, gadis itu sangat memprihatinkan dengan tubuhnya yang dibungkus rapat oleh selimut yang di bebedapa bagiannya berisi bercak darah yang sudah mengering.

Entah mengapa hatinya begitu prihatin dengan istrinya itu, secara sadar Ia telah mengambil sesuatu yang paling berharga dari gadis malang itu.

Perlahan tubuhnya bergerak menatap secara dekat wajah cantiknya yang begitu sembab. Ada decak kagum yang terpatri di wajah tampannya ketika Ia bisa melihat wajah cantik itu dari dekat. Hal yang terjadi semalam memang sangat diluar perencanaan yang Ia buat. Seharusnya Ia tidak menyentuh gadis itu.

Xander menghentikan aktivitasnya, ketika menyadari tubuh gadis itu menggeliat.

Buliran bening kembali membasahi pipinya, ketika Ia sudah sadar dari tidurnya dan mengingat kejadian semalam.

“Bisakah kau lebih cepat menceraikanku?” Suara serak Elora memecah keheningan kamar yang begitu sunyi. Xander hanya terdiam tidak bisa berkata apapun. Ia juga bingung dengan dirinya sendiri yang secara brutal memaksa Elora untuk melakukan hal itu tadi malam.

Bayangan menyakitkan itu begitu berputar di kepala Elora, air matanya semakin deras membasahi pipinya karena mendapati rasa sakit dan perih di bagian intinya.

Elora memberanikan dirinya untuk menatap wajah Xander yang begitu dingin. Rasa benci kian membara di dalam hatinya menatap ke arah pria tampan yang merupakan suaminya itu.

“Aku tidak akan menceraikanmu sebelum ayahku menurunkan semua hartanya padaku”

Pria itu beranjak berdiri dari tempat tidurnya.

Hal ini lebih buruk dari yang Elora bayangkan. Menikah dengan Xander malah membuatnya lebih menderita.

“Aku sungguh membencimu pria br*ng*ek, kai telah mengambil sesuatu yang sangat berharga di dalam diriku”

“Haha kau ini sangat lucu, aku ini suamimu, kita melakukannya dalam ikatan pernikahan. Jadi tidak ada yang salah” Kekehnya.

Elora terlonjak dari duduknya, dadanya bergemuruh kembang kempis. Rasa amarah yang memuncak bagaikan sebuah gunung merapi yang siap memuntahkan lahar panasnya.

Plak

Tangan mungilnya dengan mulus mendarat di pipi Xander, mata Elora menyala membuat pria itu begitu terpaku dalam pijakannya.

“Baj**gan, kau tidak lain dari seorang Pria bre**sek bagaikan seekor binatang yang tidak punya otak” Elora mengumpat Xander dengan bibir yang bergetar.

“Aku tidak suka kau bertemu dengan Pria lain di belakangku. Termasuk mantan kekasihmu yang lemah itu!”

****

“Kemana sih Xander, mengapa Ia tidak ada kabar sejak kemarin?” Jayden begitu frustasi, Xander yang ada jadwal meeting penting pagi ini sama sekali tidak bisa dihubungi.

“Tuan, bersabarlah. Tuan Xander pasti akan segera datang” Ujar Davirra.

Jayden menusuk Davirra dengan tatapan tajamnya, dengan santainya Ia masih menikmati sarapannya ditengah Jayden yang hampir gila memikirkan Xander.

Pagi ini rencananya akan ada rapat kerjasama yang sangat penting dengan Dexon Group, kerjasama tersebut bisa membawa keuntungan besar pagi perusahaan Vinson Group, tentu saja Jayden yang kerap mendapatkan bonus besar tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.

“Kau ini, sarapan tidak berbagi” Lirih Jayden, Ia meneguk air mineral yang ada di mejanya untuk menenangkan dirinya sejenak.

“Lain kali bilang kek, Tuan mau makan sisa saya?” Tawar Davirra yang sudah hampir habis memakan sarapannya. Tingkah Davirra hampir sedikit mirip dengan Elora yang konyol. Untung saja Jayden masih berbaik hati menerimanya yang jauh lebih bodoh dari Elora.

“Tidak! Saya bukan kucing peliharaanmu” Tolak Jayden.

*****

“Xander Elora, kalian kemana saja. Mengapa semalam tidak pulang”

Baru saja kedua pasangan itu menginjakkan kakinya di dalam rumahnya, Stella sudah menyambut mereka dengan ribuan pertanyaan yang sejak semalam menempel di benaknya.

“Ibu, sudah ku katakan, jangan terlalu mencemaskan kami. Kemarin aku dan Elora menginap di hotel.”

“Benarkah Elora?” Tanya Stella menatap Elora dengan ragu. Gadis itu terlihat menunduk dan sedikit murung.

“Be.. benar Ibu” Elora berusaha tersenyum pada Ibu mertuanya. Namun Stella sedikit curiga pada wajah sembab Elora yang seperti habis menangis.

“Ibu, kami ke kamar dulu” Ujar Xander.

Pria itu langsung menarik tangan Elora, sebelum Ibunya kembali melesatkan pertanyaan-pertanyaan yang akan mengganggu dirinya.

Stella menatap punggung mereka berdua dengan aneh, wanita itu merasa ada yang sedang disembunyikan dari anak dan menantunya.

“Ingat, jangan pernah mengatakan apapun yang sudah terjadi pada Ibu. Termasuk rumah itu” Ujar Xander, namun gadis itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya, Ia hanya bisa mengacuhkan dirinya yang sedang merasa sangat hancur.

Xander menatap layar Ponselnya yang berdering. Disana sudah terpapang jelas nama Jayden yang sudah ratusan kali menelponnya dan juga mengiriminya pesan.

“Xan, cepatlah datang ke kantor. Hari ini akan ada rapat penting dengan Dexon Group. Kau tidak boleh membuang kentungan besar yang sudah di depan mata” Ucap Jayden yang menyercanya dari seberang telepon.

Xander hanya bisa menarik nafasnya dalam-dalam. Akibat kejadian kemarin, Ia lupa dengan rapat yang akan diadakan pagi ini.

“Siapkan semuanya, aku akan bersiap pergi kesana”

Xander kemudian menutup ponselnya dan segera bersiap-siap.

Elora bisa melihat dengan jelas suaminya yang tampil begitu tampan. Pria itu mengenakan setelah jas formal berwarna hitam dengan dasi yang senada melingkar di lehernya.

“Mengapa Ia sangat tampan” gadis itu menyeringai, seakan melupakan insiden yang telah terjadi antara dirinya dan suaminya.

Ketampanan yang dimiliki Xander mampu menghipnotis siapa saja yang melihatnya.

“Aku akan ada rapat hari ini. Baik-baiklah dirumah” Pria itu menghampiri Elora dan mengecup lembut kening Istrinya. Lalu berlari kecil untuk pergi ke kantornya.

“Apa yang terjadi dengan pria itu? Sungguh aneh”

“Mengapa Ia tidak mengizinkanku bertemu dengan pria lain di belakangnya, buakankah kita menikah bukan saling mencintai?”

“Cantik! Bibir seksinya pernah berkata demikian padaku?”

Kedua alisnya mengkerut, pikiran Elora menari-nari memikirkan gelagat aneh yang ada pada diri suaminya. Ia rasa pria itu sedang tidak normal.