NovelToon NovelToon
ISTRI GEMUK CEO DINGIN

ISTRI GEMUK CEO DINGIN

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Hamil di luar nikah / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:20.6k
Nilai: 5
Nama Author: aufaerni

Mateo Velasco, CEO muda yang tampan dan dingin, terbiasa hidup dengan kendali penuh atas segalanya termasuk reputasinya. Namun hidupnya jungkir balik saat suatu pagi ia terbangun di kamar kantornya dan mendapati seorang gadis asing tertidur telanjang di sampingnya.
Gadis itu bukan wanita glamor seperti yang biasa mengelilinginya. Ia hanyalah Livia, seorang officer girls sederhana yang bekerja di perusahaannya. Bertubuh gemuk, berpenampilan biasa, dan sama sekali bukan tipe Mateo.
Satu foto tersebar, satu skandal mencuat. Keluarganya murka. Reputasi perusahaan terancam hancur. Dan satu-satunya cara untuk memadamkan bara adalah pernikahan.
Kini, Mateo harus hidup sebagai suami dari gadis yang bahkan tidak ia kenal. Tapi di balik status sosial yang berbeda, rahasia yang belum terungkap, dan rasa malu yang mengikat keduanya sebuah cerita tak terduga mulai tumbuh di antara dua orang yang dipaksa bersama oleh takdir yang kejam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufaerni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KEBENARAN PERLAHAN TERBUKA?

Don duduk termenung di ruang kerjanya, menatap kosong ke arah jendela. Kepalanya penuh pertanyaan yang belum terjawab sejak kebangkrutan mendadak perusahaan Mateo. Lamunannya buyar ketika telepon berdering. Di layar tertera nama Carlos, tangan kanannya.

"Ya, Carlos. Ada perkembangan?" tanya Don serius.

"Ya, Tuan. Kami menemukan beberapa kejanggalan yang mengarah pada sabotase internal," jawab Carlos. "Semua ini sepertinya bukan hanya karena kesalahan bisnis. Ada permainan kotor di balik kebangkrutan perusahaan Tuan Muda Mateo."

Don mengernyit. "Jelaskan secara rinci."

"Pertama, Samuel Adrien yang baru keluar dari penjara kembali berhubungan dekat dengan Nathan. Mereka menyusun rencana sistematis untuk menjatuhkan Mateo. Salah satunya adalah dengan memanipulasi laporan keuangan dan menghubungi investor penting untuk menyebarkan kabar bahwa perusahaan Mateo akan kolaps."

Don mengepalkan tinjunya. "Teruskan."

"Mereka juga menjebak seseorang dari dalam perusahaan, Dion, salah satu staf kepercayaan Mateo di divisi keuangan. Dion dijebak untuk menandatangani sejumlah dokumen tanpa ia sadari isinya adalah persetujuan transfer aset dan informasi sensitif ke tangan Samuel."

"Jadi Dion bukan bagian dari mereka?" tanya Don.

"Tidak, Tuan. Kami sudah menyelidikinya. Dion sebenarnya tidak tahu apa-apa. Ia hanya jadi korban. Nathan yang memancingnya untuk 'membantu restrukturisasi', sementara Samuel menyusun jebakan hukumnya."

Don menghembuskan napas berat. "Mateo mempercayai banyak orang. Tapi yang ia dapatkan hanya pengkhianatan."

"Itu belum semuanya, Tuan," lanjut Carlos. "Perusahaan baru dengan nama yang hampir sama telah didaftarkan atas nama perusahaan bayangan milik Samuel. Rencananya, mereka akan mengganti nama perusahaan Mateo secepatnya."

Don memejamkan mata, mencoba menahan amarah. "Kumpulkan semua bukti. Kita seret mereka satu per satu. Tidak akan ada yang lolos."

Sambungan telepon dari Carlos terputus. Don menatap layar ponselnya sejenak, lalu menghela napas berat. Ia tahu, jika ia mencoba menghubungi Mateo secara langsung, kemungkinan besar putranya itu tidak akan mengangkat teleponnya. Hubungan mereka belum membaik sepenuhnya sejak pertengkaran terakhir.

Dengan penuh keraguan, Don pun menekan nama Livia di daftar kontaknya. Beberapa detik kemudian, sambungan terhubung.

"Halo, Papa Don?" suara Livia terdengar hangat dan sopan.

"Ada apa, Papa?" tanyanya pelan, menyadari nada serius dari sang mertua.

Don berusaha terdengar tenang. "Livia, apa Mateo ada di rumah?"

"Mateo sedang pergi, Pa. Dia keluar bersama Justin sejak pagi tadi. Ada yang penting?" tanya Livia, sedikit khawatir.

Don terdiam sejenak sebelum menjawab, "Tidak, Papa hanya ingin bicara dengannya. Tapi kalau dia pulang nanti, sampaikan Papa ingin bertemu secepatnya. Ini penting."

"Baik, nanti akan Livia sampaikan. Apa Mateo harus menelepon Papa kembali?" tawarnya.

Don mengangguk, meski Livia tak bisa melihat. "Iya, minta dia segera hubungi Papa, ya. Terima kasih, Livia."

"Baik, Pa. Hati-hati di luar sana."

Sambungan pun terputus. Don menatap layar ponsel beberapa saat lagi sebelum meletakkannya pelan di meja. Wajahnya tegang, hatinya penuh amarah dan kekecewaan. Ia tahu, saatnya kebenaran dibuka lebar-lebar.

Di tempat berbeda, Mateo dan Justin tengah duduk di dalam mobil mereka yang terparkir di seberang kediaman mewah milik Samuel. Keduanya tampak fokus memperhatikan gerak-gerik di dalam rumah yang terlihat cukup mencurigakan. Sebuah mobil hitam terparkir di halaman mobil milik Nathan.

“Menurutmu, apa yang mereka lakukan di dalam?” tanya Mateo tanpa mengalihkan pandangannya dari rumah tersebut.

Justin menggeleng pelan, ekspresinya serius. “Aku tidak tahu. Tapi jelas ada sesuatu yang mereka rencanakan. Karena setahuku, Nathan tidak pernah dekat dengan Samuel sebelumnya.”

Mateo mengangguk, menyetujui. Ia menggertakkan rahangnya, menahan amarah dan kekecewaan yang perlahan menyatu. “Nathan selalu jadi orang tertutup. Lingkar pergaulannya cuma kita-kita saja. Dan sekarang dia malah terlihat akrab dengan orang yang dulu jelas-jelas menjebakku.”

Justin menarik napas panjang. “Mereka menyembunyikan sesuatu, dan kita harus tahu sebelum semuanya terlambat.”

Mateo mengepalkan tangannya di atas kemudi, tatapannya tak beranjak dari pintu rumah Samuel. “Kali ini, aku tidak akan diam saja.”

Sementara itu, di dalam rumah mewah milik Samuel, dua pria duduk santai di ruang kerja yang dipenuhi aroma cerutu dan whiskey mahal. Nathan bersandar di sofa dengan kaki disilangkan, sementara Samuel berdiri di dekat jendela, menyesap minumannya sambil sesekali melirik ke luar.

“Menurutmu, Mateo akan sadar?” tanya Nathan sambil tersenyum sinis.

Samuel terkekeh pelan. “Kalaupun sadar, itu sudah terlalu terlambat. Perusahaannya sudah runtuh. Kredibilitasnya hancur. Dan semua itu berkat kita.”

“Dan Dion,” sambung Nathan. “Sayang sekali bocah itu terlalu polos untuk tahu kalau dia cuma pion dalam permainan kita.”

Samuel tertawa kecil. “Bodoh sekali dia mau menandatangani dokumen merger ilegal itu. Dengan dia sebagai eksekutor, Mateo yang disalahkan. Tak ada satu pun investor yang mau mendekat setelah skandal itu meledak.”

“Padahal Dion hanya seorang karyawan biasa, bukan sepupunya seperti yang orang-orang pikir,” lanjut Nathan. “Tapi sekarang semua mata menuding Mateo, dan Dion ikut lenyap entah ke mana.”

Samuel kembali duduk, wajahnya mulai serius. “Dan sekarang, waktunya aku rebut perusahaan itu sepenuhnya. Namanya akan aku ganti, reputasinya akan kubunuh, dan dia… akan tetap jadi pecundang yang sibuk membuat kopi di cafe temannya.”

Mereka saling bertukar pandang dengan tatapan puas dan penuh kemenangan.

Di seberang jalan, Mateo masih memperhatikan rumah itu, tak menyadari bahwa percakapan gelap tentang kehancurannya baru saja terjadi di balik jendela tempat ia memandang.

"Justin, kita harus masuk. Aku harus tahu apa yang mereka bicarakan,” gumam Mateo, matanya dingin dan penuh tekad.

"Apa kau bodoh? Ingin masuk ke rumah penuh penjagaan seperti itu?" desis Justin tajam, menahan emosi.

Mateo memutar tubuhnya, menatap sahabatnya itu dengan rahang mengeras. "Lalu kita harus apa? Duduk di sini seperti pecundang, menunggu tanpa kepastian, sementara dua bajingan itu mungkin saja merencanakan sesuatu yang keji,"

Justin mendekat, suaranya kini lebih tenang namun tajam. "Dengar, aku sama marahnya denganmu. Tapi kita tak bisa gegabah. Mereka licik, Mateo. Sekali saja kita salah langkah, semuanya bisa makin kacau. Kita butuh bukti, bukan kemarahan."

Mateo mengepalkan tangannya. "Dan kalau bukti itu tidak datang?"

"Kalau bukti tak datang," jawab Justin pelan, "Maka kita harus menciptakannya."

Mateo menatapnya dalam diam. Di balik kemarahannya, ia tahu Justin benar.

Mateo mengangguk, ketegangan di tubuhnya sedikit mereda. "Baik. Kali ini, kita yang akan menjerat mereka."

Pukul sembilan malam telah lewat. Livia duduk gelisah di ruang tamu, menatap layar ponselnya yang menampilkan nama Mateo. Ia akhirnya menekan tombol panggil.

Telepon tersambung hanya dalam dua dering.

"Kau kapan pulang?" suara Livia terdengar cemas namun berusaha tenang.

"Aku akan segera pulang, Livia," jawab Mateo. Suaranya terdengar lelah, namun tetap tenang. "Pastikan pintu terkunci rapat. Jangan buka untuk siapa pun sampai aku menghubungimu duluan, kau mengerti?"

"Baiklah. Tapi... hati-hati ya." Livia terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Oh iya, Papa Don menelepon. Dia bilang kau harus segera menghubunginya."

Mateo mengerutkan kening. "Untuk apa pria tua itu meneleponku malam-malam begini?"

"Aku juga nggak tahu pasti," jawab Livia jujur. "Dia hanya bilang itu penting dan harus segera kau tanggapi."

Mateo menarik napas panjang. Ada nada curiga dalam suaranya. "Baiklah. Akan kuhubungi dia setelah ini. Jangan keluar rumah, dan pastikan ponselmu aktif, Livia."

"Iya, Mateo. Hati-hati di jalan."

Telepon terputus. Livia masih memegang ponselnya erat, perasaannya tak tenang. Sementara di luar sana, sesuatu sedang bergerak... dan ia tak tahu seberapa dalam bahaya yang sebenarnya mengintai mereka.

"Kenapa wajahmu tiba-tiba tegang begitu?" tanya Justin sambil melirik ke arah Mateo yang baru saja menutup telepon.

"Livia bilang... Papa meneleponnya dan menyuruhku segera menghubungi." Mateo menghela napas berat, sorot matanya menyiratkan keraguan dan kecemasan yang bercampur jadi satu.

"Lalu? Hubungi saja, Mateo. Turunkan egomu. Siapa tahu beliau punya informasi penting soal situasi kita sekarang." ucap Justin, serius namun tenang.

Mateo terdiam sejenak. Ia mengusap wajahnya yang lelah, lalu akhirnya menekan nomor Don di layar ponselnya.

Nada sambung beberapa kali... hingga akhirnya tersambung.

"Ada apa papa menghubungiku?" tanya Mateo, dingin tanpa basa-basi.

Suara Don terdengar tenang, namun dalam dan penuh tekanan.

"Datanglah ke rumah sekarang, Mateo. Ada hal penting yang harus aku sampaikan. Sesuatu yang akan mengubah cara pandangmu terhadap semua ini."

Mateo sempat terdiam. Suara ayahnya... berbeda dari biasanya. Tidak menggurui. Tidak merendahkan. Tapi serius dan nyaris mendesak.

"Baik," jawab Mateo singkat.

Ia menatap Justin. "Sepertinya ini penting. Aku harus ke rumah Papa."

"Kalau begitu aku ikut. Siapa tahu ada yang perlu kita tangani bersama."

Mateo mengangguk. Dalam hatinya, ia tahu... apa pun yang akan dikatakan Don malam ini, pasti bukan hal sepele.

1
kayla
/Coffee//Coffee/
Uthie
nexxxttt 💞
Uswatun Hasanah
terharu
Uthie
Wadduuhhhh.. susah kalau kejahatan mistis kaya gtu mahh 😥
Uswatun Hasanah
kok ada mistiknya
Ria Nasution
jgn la mati Livia nya. balikkan lg mantra kiriman tersebut
kayla: yang harus kau lenyapkan itu kakekny mateo bukan livia..
kenapa tidak kau lenyapkan kakekny mateo dari sejak awal jika kamu bisa bermain kotor seperti itu.. mungkin alana akan terselamatkan/Sleep/

kayak nonton sinetron bkin emosi kak..
tp penasaran gmna ujungna..
nex kka semangat..
total 1 replies
Uthie
nexxxttt 💞
Uswatun Hasanah
lanjut
Uswatun Hasanah
mantul
Uthie
makin seru 👍👍🤩
dan suka juga niii cerita nya, langsung satset gak pake lama cerita penelurusan Alana nya 👍👍😁🤩🤩
istripak@min
lanjot thor
istripak@min
apa livia kembaran meteo???
Uthie
niceee 👍
istripak@min
menghina livia gakk taunya livia turunan velasco yg dibuang krn ank perempuan pertama ,ku rasa ank liam si livia ini
Uthie
jahatnya 😡
Uswatun Hasanah
mantap
kayla
kasihan livia..
hmm jd gak kuat baca nya..
gak sanggup terlalu banyak kekejaman..
tp mau tahu endingnya..
lanjut kak
jangan kecewakan endingny ya kak/Facepalm/
Susanti
ibunya mateo gendeng 😤
Uthie
lebih menyeramkan adalah musuh dari orang terdekat, Bahkan sangat dekat dan lebih berbahaya.. tak terdeteksi 😡
istripak@min
bos kok begok yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!