NovelToon NovelToon
Menculik Pengantin Wanita Adik Tiri

Menculik Pengantin Wanita Adik Tiri

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Konflik etika
Popularitas:8.3k
Nilai: 5
Nama Author: iraurah

Andreas Wilton sudah terlahir dingin karena kejamnya kehidupan yang membuatnya tidak mengerti soal kasih sayang.

Ketika Andreas mendengar berita jika adik tirinya akan menikah, Andreas diam-diam menculik mempelai wanita dan membawa perempuan tersebut ke dalam mansion -nya.

Andreas berniat menyiksa wanita yang paling disayang oleh anak dari istri kedua ayahnya itu, Andreas ingin melihat penderitaan yang akan dirasakan oleh orang-orang yang sudah merenggut kebahagiaannya dan mendiang sang ibu.

Namun, wanita yang dia culik justru memberikan kehangatan dan cinta yang selama ini tidak pernah dia rasakan.

“Kenapa kau peduli padaku? Kenapa kau menangis saat aku sakit? Padahal aku sudah membuat hidupmu seperti neraka yang mengerikan”

Akankah Andreas melanjutkan niat buruknya dan melepas wanita tersebut suatu saat nanti?

Follow instagramm : @iraurah

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Kemarin

Satu hari berlalu dengan dramatis, tidak pernah menyangka oleh keduanya kalau kejadian itu akan terjadi pada mereka, dua orang yang tidak saling kenal, terlibat adu batin yang membengkak setiap detiknya. Yang satu memilih untuk mencari secercah kepuasan dengan merebut kebahagiaan orang lain, yang satunya memilih untuk tetap waras meski raga dan jiwanya hampir gila.

Dari awal tak pernah terpikir untuk saling berurusan, namun takdir seolah mengikat lawan untuk berjalan ke arah sesat, sebab jalan lurus tak kunjung membuatnya menemukan kebahagiaan.

Andreas melangkah menuruni anak tangga dengan langkah mantap. Rambutnya sudah rapi dan tertata, namun raut wajahnya tetap dingin dan penuh kontrol seperti biasa. Ia mengenakan kemeja putih yang sedikit terbuka di bagian leher, serta celana bahan hitam yang rapi. Tak ada gurat lelah di wajahnya, namun matanya... matanya menampakkan sesuatu yang sulit dijabarkan—campuran hasrat, rasa ingin tahu, dan kegelapan yang belum surut sejak kejadian sore kemarin.

Begitu kakinya menyentuh lantai marmer ruang makan, pandangannya langsung tertuju pada sosok yang duduk tegak di ujung meja.

Gadis itu tampak diam membatu di kursinya, seperti boneka porselen yang diletakkan dengan hati-hati namun sarat kecemasan. Rambut hitamnya yang panjang dibiarkan tergerai menutupi sebagian wajah, seolah mencoba menyembunyikan dirinya dari dunia. Ketika Mistiza mengangkat wajah, mata mereka bertemu sejenak—hanya beberapa detik. Namun dalam waktu sesingkat itu, Andreas mampu membaca banyak hal dari dalam sorot matanya: ketakutan, kebingungan, rasa malu, bahkan perlawanan yang terbungkus rapat di balik kelembutan wajahnya.

Mistiza buru-buru mengalihkan pandangan. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena terkejut, melainkan karena ciuman kemarin itu masih terasa menghantui. Bibirnya masih terasa panas dan perih—sisa gigitan kasar Andreas masih meninggalkan bekas. Ia mencoba menghapus ingatan itu semalam, namun bayangan akan sosok Andreas yang mendekat, napasnya yang memburu, dan tangan dinginnya yang mencengkeram pergelangan tangannya terlalu nyata untuk dilupakan.

Richard berdiri tegak di dekat meja, seolah menunggu aba-aba. Ia menyambut kedatangan Andreas dengan anggukan dan senyum profesional, meski dalam hatinya ia tahu bahwa suasana pagi ini sungguh berbeda.

“Selamat pagi, Tuan Andreas,” sapanya sopan. “Saya mengundang Nona Mistiza kemari pagi-pagi seperti kemarin, seperti yang Tuan lakukan sebelumnya.”

Andreas tidak menjawab. Ia hanya melangkah menuju kursinya, tepat di hadapan Mistiza. Ia duduk dengan perlahan, namun tatapan matanya tidak pernah lepas dari wajah gadis itu. Richard kemudian mendekat untuk melayani sepasang manusia yang setiap harinya selalu saja memiliki aura berbeda. Piring demi piring diletakkan di meja: telur rebus, roti panggang, buah segar, dan teh panas.

Setelah semuanya tersaji dengan sempurna, Richard membungkuk singkat dan berkata, “Selamat makan Tuan dan Nona, saya permisi dulu,” lalu berlalu keluar dari ruang makan, membiarkan dua orang yang dipenuhi luka batin dan emosi tak terucap itu dalam keheningan yang mencekam.

Keheningan segera menyelimuti ruangan. Hanya suara detik jam tua yang terdengar dari sudut ruangan. Mistiza menunduk, enggan mengangkat wajahnya. Tangannya gemetar saat mencoba mengambil sendok, ia tidak ingin membuat suara sekecil apa pun, takut akan menarik perhatian pria di hadapannya.

Namun, Andreas justru tidak berhenti menatapnya. Tatapannya tajam, nyaris seperti membedah. Ia ingin melihat reaksi gadis itu—ingin membaca kegelisahan yang jelas-jelas terpancar dari setiap gerak tubuhnya. Matanya bergerak menelusuri wajah Mistiza: kelopak matanya sembab, tanda ia habis menangis; bibirnya pucat dan sedikit membengkak di bagian bawah, bekas gigitan Andreas ketika mencium Mistiza dengan kasar kemarin.

Rasa puas yang aneh muncul di hati Andreas. Penderitaan itu, ketakutan yang terpancar di mata Mistiza—semuanya seperti candu yang ia nikmati dalam diam. Namun di balik semua itu, ia juga merasakan sedikit ganjalan. Ia mengingat kembali bagaimana gadis itu mendorong tubuhnya kemarin sore, bagaimana tatapannya berubah dari ketakutan menjadi perlawanan, meski hanya sesaat. Penolakan itu masih membekas, dan Andreas merasa belum puas.

Mistiza menyadari bahwa Andreas sedang memperhatikannya. Ia menegakkan tubuh, mencoba terlihat kuat, meskipun tangan dan jiwanya masih bergetar. Ia ingin sekali bicara, ingin mengatakan bahwa apa yang terjadi kemarin adalah kesalahan besar, bahwa ia tak bisa menerima perlakuan itu. Tapi mulutnya terlalu kaku, suaranya seperti terperangkap dalam kerongkongan.

Andreas menyandarkan punggung ke kursi, lalu menyilangkan kedua tangannya di dada. Ia mencondongkan wajah sedikit, dan berkata dengan suara rendah namun dingin, “Kau tidak menyapa pagi ini, Mistiza. Kau dendam padaku?”

Gadis itu mengangkat kepalanya perlahan. Hanya sesaat, tapi cukup untuk memperlihatkan sorot tajam yang tertahan di balik ketakutannya. “S-selamat pagi,” ucapnya akhirnya, pelan dan nyaris tak terdengar.

Andreas tersenyum kecil. Senyum yang tak membawa kehangatan apa pun.

“Malam yang panjang, bukan?” katanya lagi, seolah mengejek.

Mistiza tidak menjawab. Ia hanya menunduk lagi, menggenggam garpunya erat-erat.

“Mungkin kau berpikir tentang kejadian kemarin,” lanjut Andreas, kini dengan nada lebih pelan, seperti sedang menuturkan cerita lama. “Aku juga memikirkannya. Rasanya menyenangkan... sangat menyenangkan melihatmu seperti itu.”

Mistiza menahan napas. Tangannya gemetar, namun ia tidak menunjukkan perlawanan. Ia tahu, jika ia menjawab, jika ia menantang, maka itu hanya akan menambah permainan Andreas. Dan ia lelah. Teramat lelah.

Semalaman dia dirundung rasa bersalah, rasa bersalah kepada Ryan, calon suaminya. Bagaimana reaksi lelaki baik itu ketika melihat Mistiza disentuh oleh kakak tirinya sendiri? Meskipun bukan Mistiza yang salah, namun dia tetap berasa berdosa. Ryan menjaganya dengan sangat baik, namun pria ini dengan mudahnya mencoba mengotori Mistiza tanpa memikirkan hak kemanusiaan.

Mereka makan dengan isi pikiran masing-masing--seperti kemarin--Andreas lebih dulu menghabiskan sarapannya, sedangkan Mistiza baru menyuapkan sekitar lima sendok makan, melihatnya saja sudah membuat Andreas dongkol.

Andreas berdiri perlahan, lalu berjalan mengitari meja, mendekat ke sisi Mistiza. Langkahnya pelan namun mengancam, seperti seekor kucing besar yang mendekati mangsanya. Mistiza ingin berdiri dan menjauh, namun tubuhnya menolak. Ia hanya bisa duduk membatu, kaku, dan menunggu kesialan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Namun sesampainya di belakang kursinya, Andreas tidak melakukan apa-apa. Ia hanya menunduk sedikit, berbisik di dekat telinganya, “Tak perlu takut, Mistiza. Aku tidak akan menyakitimu... Setidaknya untuk pagi ini.”

Lalu ia melangkah pergi begitu saja, meninggalkan Mistiza yang masih membeku di kursinya. Pintu ruang makan tertutup dengan bunyi pelan, namun cukup untuk menggema di dalam dada gadis itu.

Mistiza akhirnya menjatuhkan garpu yang sejak tadi digenggamnya. Air mata mengalir pelan di pipinya, tak bisa lagi dibendung. Ia menangis, diam-diam, di tengah ruang makan yang megah, sendirian.

Dan di balik pintu kayu besar yang menutup rapat, Andreas berdiri—diam, namun dengan senyum yang perlahan-lahan tumbuh di wajahnya.

1
As Lamiah
jangan sampai ada permainan yg akan mempermainkan mu Andreas kan konyol
partini
hati hati benci dan cinta sangat tipis loh Andreas
As Lamiah
udah tau mistiza gadis yang menderita eee malah kau tambah lagi penderitaan di hidup mistiza sungguh kejam yg salah sasaran loh Andreas seharusnya yg di hancurkan itu Riyan dan keluarganya bukan mistiza yg nota Bene g bersalah sungguh sadis kamu Andreas
Neng Nurhaeni
blum up thor
Mamie_Luv: Hari ini sudah up ya kak😊
Ditunggu besok🙏🏼
total 1 replies
Aira Zaskia
Seru
As Lamiah
sadis bener tuh Andreas
Halimah
Andreas salah besar.....Dia benci sm keluarganya tp knp Mistiza yg ke korban
As Lamiah
sungguh miris nasip mistiza dan Andreas
partini
makin menarik
As Lamiah
ya begitulah kalau seorang anak yang sudah terlalu kecewa dan menderita
Jelo Muda
kata2mu thorrr...kerennnn
Mamie_Luv: Terimakasih kak🥰
total 1 replies
As Lamiah
terasa berat dan lama untuk seorang mistiza nasip apa yg mistiza dapat kan sudah g punya keluarga eee kebebasan pun terenggut semoga mistiza masih diberikan kewarasan
As Lamiah
ayolah Andreas jangan pintar tapi bodo dan masa bodo dengan umpan mu yg harus terjaga kewarasan nya demi menghancurkan keluarga tirimu itu 😇
partini
something wrong with her body,, apa hidup nya sangat menderita
come cari tau masa sekelas anda yg power full ga bisa kan ga lucu
As Lamiah: ya heeh tuh Andreas g bisa nutup mata dan telinga
total 1 replies
As Lamiah
nah tuh pasti mistiza ngedrop dan tertekan tuh dikurung andreas
As Lamiah
ayo mistiza jangan berikan Andreas kesempatan untuk menyiksamu kembali buatlah dia terkesan dengan sikapmu
As Lamiah
semoga mistiza bisa melewati masa sulit yg dihadapinya dan meluluhkan hati Andreas meski sulit dan penuh penolakan
As Lamiah
ayo mistiza ikuti permainan andreas dan pulihkan dirimu beripelajarannyg manis untuk Andreas yg Takan dia lupakan dan hancurkan kesombongan nya terhadap mu karna dia salah menghukum mu mistiza
Eka Bundanedinar
salam sehat mammy semangat krya barunya udah nangkring nih
Mamie_Luv: Selamat membaca kakak🥰
total 1 replies
As Lamiah
hemmm gebrakan apanih yg bakal mistiza dapat dari Andreas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!