Sebuah kisah asmara dia orang anak remaja yang sudah berjalan hingga 2 tahun lamanya. Perjalanan cinta yang indah tapi retak di tengah perjalanan.
Dihadapkan dengan cinta baru oleh kehadiran orang yang baru. Perasaan yang dulu membara kini terasa hampa dan dingin.
Mampukah mereka mempertahankan kisah cinta mereka yang retak menjadi utuh. Atau melepaskan demi cinta baru yang membuat mereka bahagia. Mari kita ikuti kisah cinta mereka. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marya Juliani Jawak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permata dan Ivana (2)
"Lihat aja wajahnya tampang polos tapi pemain." Ucap Naomi kembali menatap tajam Permata.
"Kirain orang kaya, karena penampilannya. Ternyata orang miskin yang berkedok kaya." Mulai Melati memanaskan suasana.
"Ia sok menolak dan mengklaim Valdo bukan pacarnya. Tapi jalan bersama Valdo. Apa ya sebutan yang pantas buat orang seperti lo?" Ucap pedas Naomi memperagakan orang berpikir.
Ivana dan Dini serta Herlina yang tidak tahan dengan perkataan Naomi langsung berdiri memasang badan untuk Permata.
Geng Melati juga melakukan hal yang sama siap untuk berantam. Walaupun di depan mereka adalah kakak kelas mereka.
"Duduk kak, duduk Her!" Tegas Permata menatap ketiga orang yang mendukung dirinya. Sedangkan mereka bertiga tidak habis pikir dengan perkataan Permata. Duduk sama aja mengalah dan harga diri mereka akan ternodai.
Tidak ada respon dari ketiganya, Permata menatap tajam ketiganya kembali. "Duduk!" titahnya. Dan mereka seperti terhipnotis langsung duduk.
"Kenapa lo gak berani sama kita?" Tantang Naomi pada Permata
"Ini ruang makan, kalau mau berantam di ruang direktur sana." Ucap Permata mengulang kata Ivana tadi.
"Ternyata mental lo mental tempe ya. Gak mau berantam tapi ngajak ke ruang direktur. Mau cari pembelaan sama direktur?" Sindir Caca kembali
"Wajar sih, kan dia miskin. Takut beasiswanya dicabut kalau bermasalah." Sambung Misel yang membuat mereka tertawa puas dan kembali duduk.
"Kelas kita berbeda, dan kita tidak akan pernah selevel sama dia." Puas Melati melihat Permata tidak bisa berkutik.
Ivana, Dini dan Herlina hanya bisa mengepalkan kedua tangan mereka agar emosi mereka tidak membludak.
"Ia gue gak akan pernah selevel sama manusia sampah yang bodoh seperti kalian berlima" Ucap Permata tenang tapi menyakitkan.
"Maksud lo kami ini manusia sampah yang bodoh?" Ucap Donna tidak terima dikatakan sampah oleh Permata.
"Gue cuman ngomong fakta yang ada. Kalian kan bodoh. Rangking kalian selalu di barisan terakhir. Percuma Kaya tapi bodoh. Ujung - ujungnya jadi sampah masyarakat. Bukan begitu sayang?" Ucap Permata berdiri berjalan menghampiri mereka berlima.
Ivana, Dini dan Herlina kaget dengan perkataan kasar Permata. Walaupun sudah berteman selama setahun lebih, Herlina baru kali ini melihat sisi lain dari Permata. Suasana di kantin semakin heboh melihat keberanian Permata.
"Eh, jaga ya ucapan sampah lo." Ucap Melati emosi yang langsung dapat tamparan dari Permata. Kantin semakin riuh dengan aksi Permata.
Naomi yang melihat temannya di tampar tidak tinggal diam. Dia berdiri tapi Permata langsung menamparnya juga. Sedangkan Caca, Donna dan Misel terkejut melihat aksi Permata.
"Din, Her.... tolong cubit tangan aku. Ini betulan Permata kan." Tanya Ivana tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Vana, Lin" Lanjut Dini kembali membuat mereka saling melihat satu sama lain. "Apakah ini yang dibilang hati - hati sama marahnya orang pendiam?"
"Bisa jadi kak. Trus apa yang harus kita lakukan kak? Haruskah kita menahan Permata seperti dia menahan kita tadi?" Tanya Herlina polos pada kedua kakak tingkatnya.
"Biarkan gak usah ditahan. Lagian kan mereka duluan yang cari masalah. Mala mulut mereka semua pedes lagi." Ucap Ivana
"Ia biarkan aja Permata menyelesaikan masalahnya dulu. Nanti kita bantu kalau ada yang mau di bantu." Ucap Dini kembali disetujui oleh Ivana dan Herlina.
"Asal kau tau ya. Ayah dan Bunda aku memang miskin. Tapi bukan berarti kalian bisa menghina sesuka hati kalian." Emosi Permata meluapkan amarah di hatinya.
"Kalian bisa menilai penampilan aku yang elit. Trus kalian iri gitu? Orang tua aku memang miskin, bukan berarti aku juga miskin ya."
"Ala palingan juga jadi simpanan. Ia kali ortu lo miskin sedangkan lo kaya. Gak heran sih" Ucap Donna yang langsung ditampar oleh Permata.
"Hahaha, simpanan teriak simpanan. Emang lo pernah liat gue jadi simpanan bokap lo? Sadar diri bukannya nyokap lo yang jadi simpanan terus diturunkan sama lo. Gimana rasanya jadi simpanan om - om. Enak?" Donna langsung terdiam mendengar perkataan Permata.
"Jaga ya omongan sampah lo" Ucap Naomi kembali tidak terima temannya dikatakan simpanan.
"Kalau bukan simpanan palingan lo jadi cewek matre yang kerjanya morotin harta cowok - cowok. Lo sengaja kan deketin Valdo karena dia orang kaya." Lanjut Naomi menatap Permata
Cih.... Permata menatap rendah Naomi. "Kenapa lo suka sama Valdo?" Naomi langsung terdiam mendengar perkataan Permata.
"Tapi sayang banget ya, Valdo gak suka sama lo. Dia cuman kecintaan sama gue. Gimana dong?" Sedih Permata sengaja mengejek Naomi.
Permata berjalan ke arah Naomi membuat suasana rumah makan semakin ramai. Mereka berpikir akan ada pertunjukan jambak - jambakan.
Naomi langsung mundur dan terduduk di kursi. Permata mengunci pergerakan Naomi dengan kedua tangannya.
Naomi lo tu bukan saingan gue. Urusan Valdo aja lo udah kalah duluan. Gimana dengan urusan lain." Ucap Permata menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya. Naomi hanya bisa terdiam mendengar perkataan Permata.
Ivana yang melihat itu, langsung menarik Permata mundur menjauhi Naomi. Ivana takut Permata menghajar Naomi habis - habisan.
Permata mengerti akan kekhawatiran Ivana dan mengelus punggung Ivana meyakinkan semua akan baik - baik aja.
"Oh ia, sepertinya hari ini sudah cukup sampai disini. Gak seru kalian udah pada ketakutan duluan kek gitu. Ntar dikira gue yang paling jahat lagi." Sedih Permata melihat tatapan mereka yang kesel dan ada yang takut juga.
"Lin balik yok. Gue mau ke Perpustakaan untuk belajar." Ajak Permata melihat jam di pergelangan tangannya.
"A... Aa... Ayok Per. Aku juga mau ngerjain tugas." Ucap Herlina gagap melihat perubahan prilaku Permata yang tampak biasa aja seperti tidak ada keributan yang dibuat dirinya.
"Kak Ivana, Kak Dini. Makasih untuk hari ini ya. Kami pamit duluan." Senyum Permata pada kakak tingkatnya.
"Oh... Ia dek. Hati - hati ya." Balas Ivana dan Dini bersamaan.
...****************...