Terlambat menyatakan cinta. Itulah yang terjadi pada Fiona.
ketika cinta mulai terpatri di hati, untuk laki-laki yang selalu ditolaknya. Namun, ia harus menerima kenyataan saat tak bisa lagi menggapainya, melainkan hanya bisa menatapnya dari kejauhan telah bersanding dengan wanita lain.
Ternyata, melupakan lebih sulit daripada menumbuhkan perasaan. Ia harus berusaha keras untuk mengubur rasa yang terlanjur tumbuh.
Ketika ia mencoba membuka hati untuk laki-laki lain. Sebuah insiden justru membawanya masuk dalam kehidupan laki-laki yang ingin ia lupakan. Ia harus menyandang gelar istri kedua, sebatas menjadi rahim pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27. TIDAK BISA DIANGGAP REMEH
"Apa Teddy marah sama kamu?" tanya Damar yang berbicara dengan Fiona melalui sambungan telepon. Sejak siang ia terus terpikirkan wanita itu, terlebih melihat ada amarah yang tertahan di wajah Teddy saat memintanya untuk menjauhi Fiona.
"Enggak, kok, Mas," jawab Fiona. "Mas Teddy bukannya marah, dia cuma gak mau kalau kita jadi bahan omongan orang," imbuhnya menutupi yang sebenarnya.
"Kamu gak bohong, kan? Please, Fio, kamu gak perlu membela dia!"
"Aku gak membela Mas Teddy. Memang seperti itu kenyataannya. Soal tadi siang aku benar-benar minta maaf, Mas." Fiona terdiam sejenak. Memikirkan soal pesan yang terkirim pada Damar.
"Kamu gak perlu minta maaf. Kamu gak salah. Lagian wajar aja kan, kalau aku menemani kamu belanja? Sebelum dia, aku itu calon suami kamu," ucap Damar dengan nada terdengar kesal.
Fiona tampak menarik nafas dalam-dalam. Bingung harus bagaimana menjelaskan pada Damar bahwa ia tidak pernah mengirim pesan itu dan meminta Damar untuk menemaninya berbelanja. Hal semacam ini akan sulit dipercayai oleh siapapun.
"Fio," panggil Damar ketika hening di seberang telpon.
"Iya, Mas?" sahut Fiona.
"Kamu gak apa-apa, kan?" tanya Damar memastikan lagi. Entah kenapa ia merasa jika ada sesuatu yang sedang disembunyikan Fiona.
"Aku gak apa-apa, Mas. Oh ya, aku tutup teleponnya dulu ya, aku lagi makan soalnya."
"Oh, kamu lagi makan? Kalau begitu maaf sudah mengganggu waktu makan kamu."
"Gak apa-apa, Mas. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah panggilan berakhir, Fiona meletakkan ponselnya di atas nakas kemudian mengambil kembali sepiring makanannya yang baru ia makan beberapa suap, dan harus terhenti karena Damar menelpon.
*****
Fiona berdiri di dekat jendela kamarnya, memperhatikan pergerakan mobil Teddy yang baru saja keluar dari pelataran. Ketika mobil itu tak terlihat lagi, ia pun menutup jendela lalu gegas bersiap-siap. Pagi ini ia berencana untuk ke rumah adiknya. Sengaja ia menunggu Teddy berangkat ke rumah sakit terlebih dahulu, sebab tak ingin suaminya itu menawarkan tumpangan yang hanya akan menciptakan kecemburuan pada Agnes.
Setelah selesai bersiap-siap, ia pun keluar kamar dan mencari keberadaan Agnes untuk berpamitan. Tak mendapati wanita itu di kamarnya, ia pun segera menuju pelataran karena mungkin Agnes masih berada di luar.
Dan benar saja, saat hendak keluar rumah, ia berpapasan dengan Agnes yang akan masuk, wanita itu baru saja selesai menyiram tanaman setelah mengantar suaminya ke pelataran untuk pergi bekerja.
"Loh, kamu mau kemana?" tanya Agnes sembari memperhatikan penampilan madunya yang terlihat lebih rapih dari biasanya.
"Aku mau ke rumah Aidan. Mungkin pulangnya sore," jawab Fiona.
Agnes seketika terlihat tak setuju. "Kamu lagi hamil, gak baik kemana-mana sendirian. Apalagi rumah adik kamu itu cukup jauh dari sini."
Fiona menghela nafas. Sudah ia duga Agnes akan melarang. Ia tahu wanita itu bukan mengkhawatirkan dirinya, tapi mengkhawatirkan kandungannya.
"Kamu gak usah khawatir. Aku perginya naik Taksi, kok, jadi lebih aman. Aku sudah pesan tadi, bentar lagi Taksinya juga datang," ujar Fiona.
"Kenapa kamu gak minta Damar aja buat jemput kamu? Itu lebih aman daripada kamu harus naik Taksi sendirian."
Fiona mengerutkan keningnya, ia menatap wanita dihadapannya itu dengan lekat yang membuat Agnes terlihat sedikit salah tingkah. Ia kembali teringat dengan pesan yang terkirim pada Damar, awalnya ia tidak mencurigai siapapun, tapi dengan perkataan Agnes baru saja yang malah menyarankan agar ia meminta Damar untuk menjemput, ia jadi berpikir bahwa Agnes lah yang sudah mengirimkan pesan itu pada Damar, sebab hanya wanita itulah yang memang terakhir kali berada di kamarnya saat itu.
"Kenapa ngeliatin aku begitu?" Agnes merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan Fiona yang seperti sedang mengintimidasinya.
"Saat kita belanja perlengkapan bayi ke Mall, kamu kan yang minta Damar datang?"
Agnes tersentak, namun sebisanya ia menormalkan ekspresinya. "Aku gak punya nomor telpon Damar. Gimana mungkin aku ngirim pesan ke dia dan minta dia datang ke Mall untuk temani kamu belanja," elaknya.
Fiona seketika terkekeh pelan mendengarnya. "Bahkan kamu tahu persis bagaimana isi pesan itu, padahal aku gak bilang soal pesan."
Agnes seketika nampak gugup.
Tatapan Fiona kemudian berubah tajam pada wanita itu. Ia melangkah maju lalu menunjuk tepat didepan wajah Agnes. "Kamu bukan hanya lancang menggunakan ponselku, tapi kamu juga sudah membuat Mas Damar dan Mas Teddy terlibat kesalahpahaman. Aku ingatkan, jangan ulangi ini lagi! atau...." Ia menjeda kalimatnya dengan tarikan nafas. Menurunkan tangannya dari depan wajah Agnes, mencoba meredam emosinya.
"Assalamualaikum," ucapnya lalu gegas pergi dari hadapan wanita itu.
Tak berselang lama, taksi yang dipesan Fiona pun datang. Ia langsung masuk dan meminta supir untuk segera melajukan taksinya.
Agnes masih berdiri di tempatnya sembari menatap taksi yang ditumpangi Fiona kian menjauh. "Ternyata aku sudah salah menilainya. Dia tidak bisa dianggap remeh."
Sesampainya di rumah Aidan, ternyata adiknya itu sedang tak berada di rumah, begitupun dengan Jihan adik iparnya. Hanya kedua keponakannya yang berada di rumah bersama asisten rumah tangga.
"Bunda tadi ditelpon sama Ayah disuruh ke rumah sakit. Katanya Oma lagi sakit," adu Dafa, anak tertua Jihan dan Aidan.
Fiona seketika nampak cemas." Oma Kia sakit?" tanyanya memastikan.
"Iya, Tante."
Fiona langsung mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, menghubungi taksi yang sebelumnya ia gunakan. Beruntung taksi tersebut belum seberapa jauh dan segera putar balik.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Fiona tampak cemas, duduknya pun terlihat gelisah. Mamanya sedang sakit, tapi tidak ada yang menghubunginya. Setetes air matanya jatuh, apa segitu marahnya kedua orang tuanya sehingga sakit pun enggan mengabari. Bahkan Aidan dan Jihan juga ikut tidak memberitahunya.
Tak berselang lama ia pun akhirnya sampai di rumah sakit. Ia menghubungi Aidan, namun tak ada jawaban, begitupun dengan Jihan. Dan akhirnya ia memutuskan menuju bagian administrasi untuk menanyakan di ruangan mana mamanya di rawat.
*****
"Pa, apa gak sebaiknya kalau kita kasih tau kak Fio kalau Mama lagi sakit?" tanya Aidan. Ponsel Jihan baru saja berhenti berdering, begitupun dengan ponselnya yang sejak tadi ia rasakan bergetar di dalam saku celana. Ia tahu itu kakaknya yang menelpon.
Papa Denis hanya diam dengan pandangan yang terus tertuju pada istrinya yang sedang tertidur. Sejak Fiona menika dengan Teddy, istrinya itu jadi sering melamun dan sering mogok makan, membuat asam lambungnya kambuh hingga kesehatannya pun menurun. Ia juga rindu pada putrinya itu, namun rasanya kecewa lebih besar.
"Pa, aku kasih tau kak Fio ya?" Aidan mencoba membujuk sang papa.
"Untuk apa memberitahunya. Kalau dia memang peduli sama Mama, sejak awal dia pasti sudah mendengarkan kami untuk tidak menikah dengan Teddy."
Di luar ruangan, Fiona mengurungkan niatnya untuk masuk begitu mendengar ucapan sang papa. Ia pun berbalik, melangkah dengan lunglai menjauh dari sana seiring air matanya yang menetes.
buat damar berusahalah karena bukan hanya maaf Fiona yang bakalan susah kamu dapat nantinya tapi jga keluarga besarnya karena fio itu putri kesayangan jadi selamat berjuang semoga semesta menjodohkan kamu sama fio
🤭🤭🤭 eh salah semoga Mak nur menjodohkan kamu ama fio
Ngak usah ngimpi mau punya dua istri kalau belum bisa bersikap adil bijak dan tegas kamu ,
jangan cuma mikirin perasaan kamu pikirkan juga perasaan Fio ... Fio itu manusia bukan boneka Fio punya hati nurani
ayo Damar tetap semangat jgn kendor terus perjuangkan cinta mu lewat jalur langit selalu langit kan doa"mu rayu tuhanmu, dan jangan lupa kamu harus jujur dgn masa lalu mu,, belajar jadi imam baik untuk calon bidadari surga mu ❤️🥰