Harap bijak memilih bacaan banyak ****** ****** dan kekerasan.
jangan lupa tinggalkan jejak like, komen, hadiah, dan vote supaya lebih semangat.
Bercerita Bhumi Mahadewa Mahendra, guru yang didesak menikah oleh ibunya katena ia khawatir putra kebanggannya memiliki penyimpangan orientasi seksual karena di usianya Yang ke 29 tahun Bhumi tidak pernah memiliki kekasih, padahal dinginnya sikap Bhumi karena kisah masa lalu keluarganya.
Disisi lain Shavara Nasution yang dikhianati Tunangannya setelah empat tahun berhubungan enggan memiliki kembali kekasih karena menurutnya cinta itu bullshit yang ada hanya nafsu birahi yang dipaksa Ibunya mencari pengganti mantannya alih-alih mendekam menangis mantannya yang jahanam itu.
Dua pribadi yang berbeda dengan luka masing-masing namun sikap yang apa adanya tanpa mereka sadari mereka saling menyembuhkan.
cover by pinteres
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taufan kamilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Baikan
Bhumi mendorong Shavara ke bangku belakang yang ditolak Shavara dengan duduk merapat di bangku tengah lalu mendorong balik Bhumi, ia ingin keluar. terjadilah pergulatan saling mendorong" Sayang, kerjasamanya. aku gak mau menyakiti kamu." geram Bhumi menahan emosi.
" Ya udah lepasin aku, apa sih mau mu?" bentak Shavara dengan napas berat.
" Kamu, Aku mau kamu. sekarang pindah ke belakang, kita harus bicara."
" Bicara saja di sini."
" Gak mau, kursinya terpisah." Bhumi menarik lengan Shavara hingga ia tertarik berdiri lalu mendesaknya ke bangku belakang sedikit menekan karena shavara yang berusaha bergeming di tempat, namun ia sendiri meringis sakit.
Shavara terjerembab di bangku dengan posisi setengah berbaring menatap nyalang Bhumi.
" Aku benci kamu, Bhumi...." bentak Shavara.
" Aku juga, aku benci kamu juga, Shavara."
Sontak tubuh Shavara tertegun kaget, sakit rasanya mendengar itu dari Bhumi.
" kalau begitu awas...kenapa kamu menahan ku. kau membenciku, aku juga membencimu, jadi tidak ada alasan kenapa kita di sini." aku Shavara dengan suara tercekat, Shavara sudah mati-matian menahan tangis, namun airmata tetap saja lolos.
" Sayang, Shava ku sayang. jangan menangis." Bhumi panik, ia ingin mengusap airmata itu namun shavara berpaling.
" Aku tahu kau berubah, tidak lagi menginginkan, ternyata...kau sudah memiliki yang lain. ya tuhan, kau pasti senang mempermainkan ku. aku benci kamu, Bhumi benci." suara serak Shavara menyayat hati Bhumi.
" Shava, Aku juga benci kamu." ucap Bhumi namun beda mimik, Bhumi melihatnya dengan hangat.
" Bagus, kita bisa segera akhiri ini dengan cepat." Shavara menatap Bhumi dalam kegelapan disela keremangan cahaya lampu luar parkiran.
" Setelah kita bicara."
" Apa yang ingin aku bicarakan, cepatlah bicara."
" Kamu. kita bicara tentang kamu."
Shavara menyeringai smirk, " jelas kau sudah tidak menginginkanku lagi, Bhumi. kau sudah mendapat pengganti ku, aku tidak sudi menjadi ban serep bagimu."
" Tidak ada ban serep, aku hanya menginginkanmu."
" Benarkah? cara yang aneh menginginkanku tapi kau menjauhiku, menolak bersentuhan dengan ku, tapi tidak menolak ketika wanita itu memelukmu. dan kau sendiri yang bilang kau membenciku,"
" Benci, benar-benar cinta."
" Hah?"
"benci ku, benar-benar cinta padamu. kau ingin tahu seberapa besar aku menginginkan mu, akan aku tunjukan."
Bhumi mencondongkan tubuh bergerak di atas tubuh Shavara, Shavara meringsek menjauhkan diri, hingga posisi mereka berbaring dengan Bhumi di atas Shavara.
" Aku tidak berminat, seminggu ini kau sudah menunjukkan betapa kau menginginkanku, Bhumi. kau....berhasil menamparku kalau kau bosan...hmmptt.."
Bhumi melahap bibir ranum cerewet itu, bibir yang menurut Bhumi malam ini banyak berbicara omong kosong, namun selalu menggodanya.
Mata Shavara melebar, kaget, Shavara mencoba mendorong dada Bhumi memberontak, namun Bhumi malah semakin menekankan diri, ia meraih tengkuk Shavara, memiringkan wajah memperdalam civmannya. seiring dalamnya lum'atan itu Bhumi membuka kaki gadisnya menyesuaikan diri di atas tubuh Shavara.
Ia semakin memperdalam luma-tannya bergantian bibir atas dan bawah, ia dapat mesasakan bukit empuk menempel dadanya yang merangsang civman itu lebih ganas, dia semakin menggila menekan tubuh merapat tanpa ruang jarak. Bhumi tidak puas, ingin merasa kurang dekat, ia ingin tubuh mereka menyatu, dia ingin Shavara merasakan hasratnya yang seminggu ini ditahan.
Bhumi merambat turun ke rahang mengecup sensual titik sensual disekitarnya, terus ke bawah telinga Shavara, terus turun ke leher, di sana dia memperdalam mencecap, menarik, mengigit kuat kulit lembut itu," Aaakhhmmpt.." saat shavara membuka mulutnya ingin memprotes, lid-ah Bhumi langsung menyerang mengelilingi rongga mulut mengabsen setiap gigi, melilit, lalu menyedot li-dah itu.
" Aakkh..." erang shavara saat bibir itu sedikit melonggar memberi ruang dirinya bernapas, namun itu hanya sesaat, karena Bhumi langsung melahapnya kembali dengan tangan yang sudah bergerilya.
" Eekh,..ehkh..." lenguh Bhumi, tangannya merayap memutar leher Shavara, mengusap sepanjang tulang leher, membelai pangkal leher terus masuk ke sela blouse lalu memutar ke belakang leher," Eeehkhh.., Shava..."
" Shava, sayanghh..euuhkkh...Shava..." Bhumi menekan bagian bawahnya yang mengeras berkedut dadanya diadukan dengan dada Shavara yang lembut." Shavaaa...." lenguh berat Bhumi.
Pikiran Shavara melayang bingung, antara ingin menikmati belaian jari panjang itu dan gerakan benda kenyal yang memabukkan itu, dengan memberontak menjaga kehormatan, namun hasratnya yang sudah terpancing tidak bisa diabaikan ia diluar kendalinya " aaaaakkhhh...." erangnya terangsang saat lehernya dihi-sap kuat-kuat Bhumi.
" Khakkkh...aaakh...khakkk..." pekiknya tertahan tubuhnya menggelinjang hebat saat Bhumi menggerakkan tubuhnya, bergoyang memutar bagian bawahnya yang mengeras.
" Khaaakk...aaaakkh..." Shavara mende-sah kuat, mengigit bibir bawahnya menahan lenguhan erotis yang ingin menyembur dari mulutnya saat bibir Bhumi mencecap menurun, ujung lidahnya menggoda, menusuk-nusuk sela kancing, tanpa sadar tangannya sudah tidak lagi melakukan perlawanan, tapi kini memeluk kepala Bhumi, meremas rambut hitam itu, lalu menggelinjang hebat saat lidah itu mempermainkan pucuk da-danya.
Meski terhalang bahan, namun belaian li-dah Bhumi begitu memabukkan, ia meremas kuat rambutnya menekan kepala itu meminta terus di sana, Bhumi sangat patuh.menurutinya.
Tangan besarnya menyusup melewati bawah blouse naik mengelus sisi pinggang terus naik sampai mentok di bulatan bukit kembar. mengelus-elus memutar area sana merangsang birahi yang kian menjadi.
Sesekali ibu jarinya baik menyentuh benda kenyal itu, menekan lalu mengelus searah bibirnya yang melahap pucuk da'danya.
" AAAKAKHHH...hmmhhh..."desahnya.
frustasi terbatas gerak Bhumi mengeluarkan tangan berpindah mengusap kancing, bermain di sana lalu kedua kancing itu terlepas dari sangkarnya, tangan besarnya langsung membe-lai kulit lembut meremas gundukan kenyal satunya dengan bibirnya melahappucuk satunya semakin kasar menekan.
" Eekh...ekhhh..." bibir itu kini pindah ke ceruk leher, li-dahnya menggerayang naik turun bagai perosotan merasakan kulit yang kenyal ia menghisapnya." Eueuhhh..." lenguhan dari keduanya saling menyapa.
Dalam waktu yang lama hanya suara de'sahan saling menyahut mengisi ruangan mobil efek d-ari Bhumi yang terus naik dan menurun terkadang ke sisi lain dalam leher Shavara, ia mengeksploitasi setiap jejak tungkai leher itu karena Shavara sudah menengadah tinggi agar Bhumi leluasa menggerayanginya.
" Aaakh ..aaahhhakkhhhh...Hah..hah..." Bhumi menekan keningnya ke kening Shavara. napas keduanya terangah-engah.
Bhumi menopang kedua tangannya menahan beban berat tubuhnya." Kita harus segera menikah..." ucapnya berat. netra coklatnya memandang wajah yang ho-rny dengan bibir bengkak terbuka sangat menggoda karena dirinya.
Shavara perlahan membuka matanya bertatap langsung dengan netra coklat itu. mereka saling pandang, menyelami perasaan satu sama lain.
" Kakhh.." suara Shavara serak.
" Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, kesenangan aku menyentuh mu karena aku mencintaimu, Shava. apa kau tidak merasakan itu?"
" Kamu bahkan tidak mau menatap ku, ku pikir kau sudah mulai bosan padaku."
" Bullshit, mana ada begitu. tadi bisa kamu rasakan betapa aku begitu tergila-gila padamu." Bhumi menggoyang tubuh bagian bawahnya tanpa malu sengaja menekan miliknya yang keras dan besar.
" Kakh..." Shavara berteriak kaget saat menyadari kakinya sudah terbuka untuk tubuh besar Bhumi.
Bhumi menatap menurun ke dada Shavara yang kancing blousenya sudah terbuka mempertontonkan daging lebih nan kenyal menyembul, dia sudah merasakan kelembutan kulit itu, dan itu sangat nagih.
Bhumi menunduk, mengecup. niatnya hanya mengecup namun terlalu menggoda, ia menghisap semakin kuat yang ternyata lembab setengah menggigit karena gemas.
" AAAWWS...
pletak...
" Aduh.." Shavara refleks memukul kepala Bhumi karena menggigitnya.
" Sakit, kak."
" Maaf, aku gak bisa menahan untuk gak nyentuh kamu, sementara kamu bilang gak nyaman sama sentuhan aku.
itulah mengapa aku menjaga jarak dari mu. bukan karena bosan atau apapun yang ada di otak cantikmu itu, tapi murni aku gak bisa nahan untuk gak nyentuh kamu. kalau kamu tersiksa, apalagi aku, Shava." ungkap Bhumi lembut.
Bhumi bangun dan duduk, ia merasakan bagian bawahnya sesak," ssshhh..issshhh..hahh." ringisnya ngilu. ia duduk membuka kaki lebar.
Shavara pun mengikutinya dibantu Bhumi ia bangun, mereka duduk bersisian.
" Kenapa?"
" Ngilu." matanya melirik keselang-kangannya.
Matanya memandangi Shavara yang berantakan, bibir bengkak, rambut acak-acakan, blouse terbuka memperlihatkan pundaknya yang Bhumi tahu betapa lembutnya kulit itu, dia sudah merasakannya tadi, cardigan yang setengah melotot menambah kesan se'xy gadisnya
Shavara tidak bisa melihat jelas," Gak bisa lihat, gelap. kita keluar aja yuk, gerah juga ini."
Bhumi melangkah melewati kursi penumpang ke kursi pengemudi, menyalakan mesin mobil, membuka sedikit kaca jendela, menyalakan AC," Belum dulu, kita harus bicara dulu menyelesaikan apa yang membuat kamu marah."
Shavara berdecak sebal, merapihkan pakaian sambil bertanya-tanya kenapa pakaiannya berantakan begini.
Shavara membungkuk ingin pindah ke depan saat hembusan AC sejuk menerpa dirinya." Jangan bergerak apalagi kabur, sayang." Bhumi sudah berbalik kembali ke belakang membawa serta Shavara duduk di pangkuannya, memeluk pinggang Shavara.
Ruangan yang sempit dan terbatas, membuat Shavara risih." kak, jangan gini, gak nyaman banget." seketika ikatan tangan di pinggangnya mengendur dan tangan itu menjauh.
Dapat Shavara rasakan tubuh Bhumi yang menegang di belakanganya, Shavara merutuki mulutnya yang lancang, tidak ingin situasi canggung ini berlarut Shavara memperbaiki posisi tubuhnya menyamping dengan kakinya bertengger di pangkuan Bhumi.
" Kan kalau begini enak jadinya. kalau tadi kepala ku mentok atap mobil." Shavara memperhatikan Bhumi yang menatapnya intens tanpa mengatakan apapun.
" Perkataan aku nyakitin kamu banget ya, maaf kalau kamu tersinggung." ucap Shavara menunduk.
" Aku takut kamu pergi karena gak nyaman sama aku."
" Tapi kamu gak perlu cari pengganti aku juga kan?"
" Pengganti apa?"
Shavara langsung menatap tajam menghunus pada Bhumi yang mengernyit bingung." Apa?"
"Gak apa-apa, sudah kalau kamu sendiri gak ngerasa. kita sudah bicara kan, berarti kita bisa keluar." ucap Shavara malas.
Bhumi menahan kaki Shavara yang hendak diturunkan sang empunya," Aku ngerasa kita belum menyelesaikan apapun karena kamu masih cepat marah sama aku."
" Gak marah, gak ada juga yang bikin marah, aku memang siapa kamu, selain pemuas nafsu kamu yang bisa kamu tinggalkan sewaktu-waktu karena sudah ada yang baru." Shavara beringsut menjauh, sakit hatinya saat bicara demikian.
Sedangkan Bhumi diam menahan marahnya, " tarik ucapan kamu."
" Memang begitu adanya, jangan menampik!"
" Kamu pacar aku."
" Yang kamu abaikan seminggu ini, tapi di depan mata aku kamu gak menolak saat dia bergelayut manja sama kamu, tapi sama aku kamu kayak ngerasa jijik gak tahan megang aku barang semenit aja." suara Shavara bergetar, ia mengusap kasar airmatanya yang luruh.
" Setelah apa yang kita lakukan tadi, bagian mana aku jijik sama kamu?"
" Tadi kamu sedang bernafsu saja sama aku."
" Ayo, kita nikah. supaya pemikiran kamu itu hilang."
"Ogah, menikah gak bikin kamu gak selingkuh."
"Ya tuhaannnn... kenapa aku jatuh cinta sama wanita keras kepala ini. Mau kamu apa, Shava."
" Berhenti jadiin aku cadangan."
"Gak ada cadangan Shava, hanya kamu, cuma kamu yang aku mau. titik!"
Shavara berdecih," huh, bohong banget, gak gitu tadi yang aku lihat."
" Kamu lagi ngomongin Kinan?"
" Ck, males banget dengarnya, siapa kek gak peduli." ketus Shavara memalingkan wajah dari bhumi.
Bhumi mengulum senyum saat satu kesimpulan muncul di kepalanya," Kamu cemburu."
" Mana ada." elak Shavara cepat.
" Kamu udah jatuh cinta sama aku."
" Ngomong apasih kamu." Shavara makin mengelak jauh.
" Kamu menganggap aku milik kamu."
" Kamu gegar otak? omongannya makin kacau."
" aaaaakkh...aku senang akhirnya kamu suka aku " Bhumi mengambil tengkuk Shavara lalu mencivm dan melu-mat bibir bengkak itu, tentu Shavara berontak namun nihil. maka ia pasrah menikmati juga
" Hah.. hah..hah...," deru napas keduanya kehabisan oksigen.
" Kamu tuh ya...kebiasaan...hmmmptth..."
Bhumi membungkam bibir Shavara dengan telapak tangannya yang besar.
" Dengerin, jangan ngamuk mulu." ucapnya di depan wajah Shavara.
" Dia mantan SMA yang aku ceritakan ke kamu, aku bukan gak nolak, tapi terkejut karena dia main megang tangan aku, sejak dia menikah kita gak pernah ketemu lagi, dan aku juga gak minat ketemu dia lagi. jadi dia yang lenje ke aku bukan aku sama dia, sedangkan sama kamu, aku selalu pengen nyerbu kamu. bedakan itu, cantik!"
" Tapi kamu gak nolak digelendotin sama dia."
" Aku juga gak ngerespon dia, aku beneran kaget aja tadi jadi gak sempat ngejauhin tangan dia kamu keburu kabur saking panas hatinya ya, mbak." goda Bhumi.
" Dih, pd." cibir Shavara menyembunyikan kegrogiannya.
" Banget ini mah. kamu jangan khawatirkan dia, dulu dia selingkuh karena aku gak nafsu sama dia."
" Boong "
" Dia sendiri yang bilang, aku juga gak marah kok saat mergokin dia bermesraan sama lelaki itu, kecewa doang dikit, karena ego aku dia injak bagaimana pun orang tahunya dia pacar aku."
" Jadi kamu juga gak marah kalau aku mesra sama yang lain."
" Jangan mancing, yang ada aku tebas leher dia di tempat."
" Kok gitu? gak adil namanya."
" Kiita kayaknya melenceng diluar konteks tadi dah. aku gak cinta Kinan karena itu aku gak nyentuh dia, kalau sama kamu...kita ulangi yang tadi gimana? tapi pake megang squishy kamu ya." tunjuknya ke da-da Shavara dengan alis naik turun sembari tersenyum mesum.
"Kakak..." Shavara menggeplak lengan Bhumi.
" senangnya dipanggil kakak lagi." ernag Bhumi mendramatisir.
" Apaan dah."
" Kamu tadi manggil aku Bhumi doang lho, sakit banget hati aku kamu panggil gitu."
"Masa sih, enggak ingat tuh." elak Shavara beringsut duduk menghadap depan seperti Bhumi.
Yang dimanfaatkan Bhumi menarik tubuh sintal itu merapat padanya lalu tangannya masuk ke dalam blouse memeluk pinggang berkulit lembut itu.
" Kakhh.." Shavara seketika gugup, ia menahan napas saat tangan itu mengelus perutnya yang rata, kepalanya bertumpu di bahu Shavara.
" kalaupun kamu gak nyaman, aku gak bakalan berhenti, lebih baik kamu marah daripada kamu salah paham, urusannya panjang dan gawat." hembusan napas Bhumi di lehernya menggelitik semriwing sekujur tubuhnya.
" Kakh..." de'sahan Shavara memancing bi'rahi Bhumi, ia mengecup dan mengigit leher Shavara yang kepalanya dimiringkan memberi akses lebar pada Bhumi sepuasnya.
"Shava, ayok kita nikah. aku takut membobol kamu duluan, sayang. kamu narik aku kayak magnet." ucap Bhumi serak di celah leher gadisnya, dia masih betah membenamkan wajahnya di sana.
" Aku takut kamu selingkuh. aku...masih belum bisa lepas dari bayangan itu."
Bhumi menjauh, tangannya memutar kepala Shavara menghadap padanya," aku tahu sakitnya perselingkuhan, sayang. tahu banget, daripada buat kamu menderita lebih baik kamu bvnvh aku. tapi aku gak mau bikin kamu gak nyaman sementara aku gak bisa gak nyentuh kamu."
Shavara mengelus wajah Bhumi," maaf, kalau perkataan aku nyakitin kakak, tapi kamu suka gak ingat tempat meluk akunya, kapan aku nolak kamu kalau itu tempatnya aman? gak pernah kan? tapi ruang tamu? yang sewaktu-waktu bisa dipergoki Tante Rianti yang malu akan kita."
"Aku gak malu."
" Ck, bukan itu intinya, Bambhang." kesal Shavara. Bhumi terkekeh.
" Kalau kepergok ibu, bagus. Aku mau pamer ke ibu kalau aku normal, masa ibu mikirnya aku belok, enggak elit banget tuduhannya mana dikira pasangannya si Elang erorr itu lagi." sungut Bhumi.
" HAHAHHAHAHA...gak tahu aja Tante gimana mesumnya putranya ini." seloroh Shavara.
Bhumi menikmati tawa Shavara yang terdengar renyah, tangannya refleks mengelus-elus lembut perut Shavara.
Cup...
Bhumi mencivm pipi Shavara, " Puas banget ngejeknya."
" Puas lah, aduh, aku lapar." Shavara baru sadar mereka di parkiran festival yang sempat terlupakan.
" Kita turun yuk, aku belum makan ini."
" Kita Drive thru aja di mekdi."
" Ngapain, kita di depan festival kuliner lho, ngaco."
"Sayang, aku gak keberatan kita turun, tapi kamu lihat diri kamu, mau kamu dilihatin orang."
Dengan berat hati Bhumi menjauh, menyalakan lampu, lalu menekan kamera ponselnya dan menyodorkannya ke bagian bibir dan lehernya Shavara
Mata Shavara membelalak lebar dengan mulut menganga melihat jejak merah yang menyebar banyak di sepanjang lehernya, belum lagi bibirnya yang dower seperti Angelina Jolie." Kak, kamu apain aku? kamu vampir?"
" Efek kangen, nahan seminggu.
" Tapi gak gini juga." Shavara menatap curiga Bhumi.
" kakak sering beginian ya?" tuduhnya curiga
" Jangan mancing berantem lagi, cuma kamu pacar aku, ini yang pertama sama dengan kamu, kan."
" Iyalah, tapi kenapa Kakak bisa lakuin ini, kata Monik bisa bikin bekas gini susah katanya, cuma yang pro yang bisa lakuin ini."
" Monik?"
"Iya, waktu kita berdua nonton bo..." ucapan Shavara terhenti di tengah saat dia hampir keceplosan.
" Bo...bokep?" tekan Bhumi, yang berhasil membuat Shavara gelagapan.
" Cuma sekali, itu pun gak lama, pas lihat si laki masukin perempuan aku muntah-muntah jijik." Cerocos Shavara tanpa diminta.
Bhumi berusaha keras memasang wajah biasa, padahal dia ingin membludak tawa." ekhem, kapan kamu nontonnya?"
" Kelas dua belas, pas selesai UN. kita ngerayainnya nonton itu, kata monik kita harus melakukan hal yang beda." cicit Shavara malu-malu, saking malunya dia menyusupkan wajahnya ke lengan Bhumi.
Bhumi terkekeh," masih mau nonton?" Shavara menggeleng.
" Kalau sama aku gak bakalan eneg, tapi kita nikah dulu ya supaya bisa langsung praktek." jahil Bhumi.
" Enggak mau, itu-nya laki gede banget." ucap Shavara teredam lengan Bhumi.
Bhumi pun tertawa terbahak-bahak, tidak menyangka jawaban polos Shavara. ia dengan susah payah merengkuh Shavara ke dalam pelukannya." duhhh...makin cinta aku sama kamu, lain kali, siapa tahu kamu penasaran nontonnya harus sama aku."
" Kak, udah ih jangan ngomongin itu mulu, aku laper." rengek Shavara tengsin.
" Oke, kita makan, mau turun atau ke mekdi?" goda Bhumi. ia melangkah maju ke balik kemudi, lalu membantu Shavara pindah duduk ke depan.
" Mekdi, padahal aku nunggu-nunggu bisa ke sini. ishh, ini semua salah kakak."
"Iya, salah aku, kapan mau aku tanggung jawabin, hmm. aku siap menghadap mama dan papa kamu."
meski diucapkan santai namun shavara tahu Bhumi serius," tunggu aku yakinin diri aku dulu ya."
" Aku tunggu sampai kapan pun, asal kamu gak nethink aku manfaatin kamu, ini lebih dari sekedar nafsu, sayang. lebih dari itu, ada hati aku di setiap sentuhannya." Bhumi mengecup punggung tangan Shavara yang ia genggam.
Shavara mengangguk, " Makasih atas penyerahan hatinya, aku jaga baik-baik."
" Aku jaga juga hati aku dan kamu baik-baik." Mereka saling pandang, lempar senyum lalu dengan tangan saling menyatu meninggalkan festival yang menghidangkan puluhan menu menuju mekdi buka 24 jam akibat mulut nakal Bhumi.
Sementara rombongan masih menikmati jajanan mereka, setelah Rusia dengan kianna beres dengan ultimatum dari Wisnu untuk menjauhi Bhumi." A, susul teteh Vara ya?" ucap Aditya untuk ketiga kalinya.
"Nanti ini juga ke sini kalau mau. duduk jangan kayak emak-emak." Aditya duduk dengan mulut merengut sesekali mengigit Sempol.
Drrrt ....
Wisnu membuka pesan yang dikirim Bhumi." teteh langsung dianter pulang sama Bhumi, sama kamu disuruh beli yang di list ini." Wisnu memberikan ponselnya pada Aditya dan menyodorkan uang tiga lembar merah
" Kok gitu? gak asik banget." dumel Aditya sambil menarik tangan Ajis.
Di tengah banyak orang mereka berdua melihat wanita yang bergelayut manja di tempatnya lengan pria yang disinyalir lebih muda dari si wanita.
" Foto, Jis. terus Lo ikuti mereka ambil video mereka." ujar Aditya.
" Skip, jangan lupa ramen beef buat gue." seru Ajis sebelum meloyor mengikuti sejoli yang terlihat jelas sedang kasmaran.
" Coba ada Paka Dewa, seru pasti."....
kamu ngapain nyuruh Bhumi baik ma Arleta, klo lihat sikap baik Bhumi ke Leta bikin kamu bengek
kasihan Arleta... jiwanya sakit karena perlakuan menyakitkan dari ke2 ortunya yg egois
sava, biar g nangis diledekin mama, bsok lagi jangan mikir yg ngadi ngadi. malu kan... nangis kejer, tnyata salah sangka kamu aj
sava, belajar mengungkap apa yg kau mau dg jelas. saat ini kamu g lagi berhadapan dg aryo. ingat va, bhumi beda dg aryo