Suami-Ku CEO Impoten

Saat ini, Arkan dan Laras sudah berada di rumah sakit. Rumah sakit yang bukan milik keluarga nya. Ia sengaja mencari rumah sakit lain, agar tidak di ketahui oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya.

“Dokter, bagaimana? Apa suami saya bisa di sembuhkan?” tanya Laras pada Dokter Heru.

“Maaf, saya sudah berusaha. Tapi sampai di titik ini, belum ada perubahan sama sekali,” kata Dokter Heru sembari menatap Arkan dan Laras bergantian.

“Maksud dokter?” tanya Arkan. “Saya gak bisa di sembuhkan? Begitu!”

“Kemungkinan itu selalu ada, tuan. Hanya saja sangat tipis,” kata Dokter Heru.

“Maksud dokter bagaimana? Kenapa kemungkinan nya sangat tipis. Bukankah suami saya sehat?”

“Suami anda memang sehat, tetapi lemah syahwat yang ia alami ini sudah sangat lama. Bukan hanya sebulan dua bulan, tetapi sudah bertahun-tahun. Jika sejak awal sudah di tindaki, mungkin tidak akan seperti ini!” jelas Dokter Heru.

“Apa anda pecandu alkohol?” tanya Dokter Heru pada Arkan.

“Benar dokter, saat masih duduk di bangku SMA. Saya sering kali mengkonsumsi rokok dan minuman beralkohol,” kata Arkan. Tampak, Arkan meremas jemarinya yang ada di bawah meja.

Dokter Heru tersenyum. “Penurunan gairah atau di sebut dengan IMPOTEN ini terjadi pada anda, bisa karena anda terlalu banyak mengkonsumsi Alkohol dan rokok dalam jumlah yang banyak. Hingga membuat tubuh anda tidak mampu menerimanya. Atau juga bisa jadi rasa TRAUMA di dalam suatu kejadian.” Jelas Dokter Heru sedetail mungkin. “Apa anda juga pernah mengalami peristiwa menakutkan? Seperti kecelakaan misalnya?” tanya dokter itu lagi.

“Ya, pernah!” sahut Arkan

“Semuanya sudah jelas, dan maaf saya tidak mampu untuk menangani penyakit yang anda derita!”

“Shit! Untuk apa banyak bicara dari tadi, jika tidak mampu tinggal bicara sejak tadi!” Mendengar perkataan Dokter Heru. Arkan menjadi emosi. “Ayo pulang! Menyita waktu aja!” Arkan menarik pergelangan tangan Laras keluar dari ruangan itu.

“Dokter, tolong maafkan suami saya!” Laras menyempatkan diri untuk meminta maaf pada Dokter Heru, sembari mengikuti langkah suaminya.

Dokter Heru tersenyum pada Laras. Pria setengah paruh baya itu sangat memaklumi reaksi dari Arkan.

Di dalam mobil, berulang kali Arkan membenturkan keningnya di setir kemudi. Ia begitu kesal dan marah., bukan pada orang lain. Tetapi, pada dirinya sendiri.

“Aku gak berguna, aku bener-bener gak berguna!” rutuk nya pada diri sendiri.

“Mas, jangan kayak gini!” Laras mencoba untuk menenangkan suaminya itu.

“Kamu denger kata dokter itu, kan? Aku gak bisa sembuh, aku gak bisa di sembuhin!” Arkan mengusap wajahnya dengan kasar.

“Dia cuman satu dari ratusan dokter di kota ini, mas. Aku yakin, masih ada dokter lain yang bisa sembuhin kamu!” Laras menangkup kedua pipi suaminya itu. “Lihat aku, mas! Apapun yang terjadi, gimanapun keadaan kamu. Aku gak akan pernah ninggalin kamu.” Laras terus meyakinkan suaminya itu. Ia tidak ingin, Arkan menjadi putus asa.

“Kamu terlalu baik, Laras,” ucap Arkan dengan pelan.

“Ini semua bukan hanya kebaikan, mas. Ini adalah salah satu dari wujud cinta aku ke kamu. Cinta itu suci, cinta itu murni. Jadi jika kita sudah mencintai seseorang, maka kita tidak akan mamandang dan memilih fisik orang tersebut. Cinta yang suci ialah cinta yang mampu menerima kekurangan masing-masing, bertahan dalam keadaan yang sulit bersama-sama. Bertahan di dalam keadaan duka, bukan yang bersama saat bahagia dan saling menjauh saat menemui dan mendapati kesulitan. Itu bukan cinta namanya, mas!”

Mendengar semua perkataan istrinya, Arkana hanya bisa terdiam. “Aku pengen kamu percaya sama aku, kita berjuang sama-sama, ya!” Laras tersenyum kepada Arkan. Arkan pun mengangguk.

“Kalo gitu, sekarang kita pulang,” kata Laras. Arkan yang sudah mulai tenang, segera menghidupkan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan rumah sakit itu.

.

.

.

Di kota Marang Lampung. Dua orang wanita sedang tergesa-gesa menaiki travel yang sudah mereka pesan

Sore itu juga, kedua orang itu akan berangkat ke kota Jakarta. Kedua orang itu adalah Bu Yanti dan Anita. Mereka benar-benar pergi ke Jakarta tanpa sepengetahuan Hesti. Mereka ingin memeras suami Laras yang di sebutkan oleh Hesti, orang kaya dan memiliki perusahaan yang besar itu.

Mereka sudah tidak sabar ingin memiliki dan menikmati uang yang banyak.

“Jalan, pak!” perintah Bu Yanti kepada supir travel itu.

Mobil itupun segera melaju meninggalkan Kota Marang. Bu Yanti dan Anita begitu senang.

“Jam berapa sekarang?” tanya Bu Yanti pada Anita.

“Jam 15:21, bu!” timbal Anita.

“Duh, kayaknya kita sampe Jakarta bakalan malem banget,” kata Bu Yanti.

“Kalau masalah malem dan gak malemnya mah, gampang. Yang penting itu duitnya, kita bakal dapet apa enggak?!” sungut Anita.

“Kamu tenang aja, pasti bakalan dapet,” kata Bu Yanti dengan yakin. “Serahin aja semuanya sama ibu, pasti beres!”

Ibu dan anak itu tertawa senang di dalam mobil travel yang mereka tumpangi.

Pada pukul 22:13 menit malam, akhirnya Bu Yanti dan Anita tiba di kota Jakarta. Tepat di terminal tempat Laras turun dari angkutan umum dulu.

“Akhirnya sampe juga,” kata Bu Yanti.

“Pak, bapak harus nunggu kami, ya! Besok kita bakal pulang lagi ke Lampung!”

“Iya, bu. Telpon aja nomer saya kalau udah mau pulang, “ kata supir travel itu. “Saya akan nunggu di sekitar terminal ini.”

“Bagus, kalau gitu kami pergi dulu,” kata Bu Yanti. Ia dan Anita pun segera pergi untuk mencari penginapan.

Cukup lama mereka berjalan dan melihat-lihat, akhirnya ibu dan anak itu melihat sebuah losmen yang masih buka.

“Nah! Kita minap di losmen itu aja malam ini,” kata Anita. Ia dan ibunya pun berjalan menuju losmen yang ada di seberang jalan.

Saat sudah sampai. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya pelayan losmen itu.

“Masih ada kamar kosong?” tanya Anita.

“Oh, masih! Mau pesan berapa kamar?” tanya pelayan itu.

“Satu aja, buat malam ini,” kata Anita. “Berapa ongkosnya?” tanya Anita kemudian.

“Semalam, 500 ribu aja,” kata pelayan itu.

“Ehh! Busett, semalam 500 ribu?” tanya Anita.

“Iya, 500 ribu,” kata pelayan itu. “Itu pun kalau mbak mau, kalau mbak dan Ibu gak mau. Bisa cari tempat bermalam yang lain. Lagi pula, di sini adalah losmen yang paling murah.” Jelas peyalan losmen itu.

“Iya deh, saya mau. Dari pada tidur di pinggir jalan!” Anita segera mengeluarkan dompetnya, ia mengeluarkan uang lembaran seratus ribuan sebanyak lima lembar dari dalam dompet itu.

Akhirnya, malam itu Bu Yanti dan Anita menginap di losmen pelangi yang tidak jauh dari terminal trans Jakarta.

.

.

.

Sembari nunggu update, bisa mampir di karya keren Kakak online Neng yang ada di bawah ini, ya. Di jamin seru!