Sebelum mulai baca novel ini, baca dulu pendahulu dengan judul Babat Negeri Leluhur untuk mengetahui latar belakang cerita ini.
Panji Tejo Laksono, sang putra pertama dari Raja Panjalu Prabu Jitendrakara harus berjuang keras menyatukan kembali perpecahan di kalangan Istana Kadiri karena hasutan tahta yang meracuni pemikiran permaisuri kedua Raja Panjalu.
Intrik politik dalam istana, ketulusan hati dan tekad untuk memajukan negeri tercinta menjadi bumbu perjalanan cerita Panji Tejo Laksono dalam upaya membuktikan diri sebagai penerus yang mampu membawa kejayaan Panjalu setelah pemerintahan Prabu Jitendrakara.
Bagaimana kisah perjalanan cita dan cinta Panji Tejo Laksono dalam tampuk kekuasaan Kerajaan Panjalu setelah mendapat warisan Pedang Naga Api dari sang Ayah? Temukan jawabannya di setiap episode perjalanannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melawan Jerangkong Api
Palupi membawa nampan berisi beberapa potong makanan sedangkan Luh Jingga membawa nampan berisi beberapa cangkir minuman dan sekendi air minum. Mereka menebar senyum manis sembari berjalan mendekati Panji Tejo Laksono yang masih termangu menatap ke arah rinai hujan deras yang terus menerus turun membasahi bumi.
Suara langkah kaki mereka berdua segera membuat Panji Tejo Laksono menoleh ke arah Palupi dan Luh Jingga.
"Mau apa lagi kau kemari? Belum puas kau mengadu Kakang Taji dengan kawan mu itu?", ujar Gayatri yang muncul dari samping.
Melihat penampilan Gayatri yang berubah total, Panji Tejo Laksono, Palupi dan Luh Jingga terkejut bukan main. Gadis itu benar-benar terlihat cantik dengan kemben biru muda dan selendang biru tua nya.
"Kau... Kenapa kau jadi perempuan? Bu-bukan kah kau itu laki laki?", tanya Palupi dengan penuh rasa keterkejutan nya.
"Aku memang perempuan, hanya selama ini menyamar sebagai laki laki. Kakang Taji tahu kalau aku perempuan.
Lantas apa ada yang salah jika aku berdandan seperti perempuan pada umumnya?", jawab Gayatri dengan santainya.
"Sekarang dandanan ku tak penting, yang penting saat ini kenapa kalian berdua kemari?", imbuh Gayatri sambil menatap ke arah Palupi dan Luh Jingga.
"Kami membawa sedikit makanan dan minuman untuk Kakang Taji..
Kami minta maaf atas kesalahan kami sebelumnya ", sahut Luh Jingga sembari meletakkan nampan di atas meja teras rumah Mpu Hanggawira. Palupi mengikuti langkah Luh Jingga.
"Ada angin apa yang bisa membuat kalian berdua minta maaf pada Kakang Taji? Pasti ada maunya..
Kakang Taji,
Aku curiga dua setan betina ini berpura pura baik pada mu agar kau lengah. Aku curiga mereka memasukkan racun ke dalam makanan itu", Gayatri mencekal lengan Panji Tejo Laksono yang hendak meraih cangkir wedang panas itu.
"Kauuuu!!
Apa kau sudah gila? Bagaimana mungkin kami meracuni tamu di padepokan kami sendiri?", Palupi kesal dengan omongan Gayatri.
"Itu bisa saja terjadi.. Untuk membuktikan nya, makan makanan itu lebih dulu, juga minuman nya.
Itu baru bisa di pastikan bahwa tidak ada racun di makanan dan minuman yang kalian suguhkan", ujar Gayatri dengan kerasnya.
"Huhhhhh..
Siapa takut?? Memang tidak ada apa apa kog di makanan ini", selesai berkata, Palupi segera menyambar potongan pisang rebus dan memakannya. Sedangkan Luh Jingga langsung mengambil secangkir wedang yang dia suguhkan. Mereka segera memakan apa yang mereka pegang dengan cepat.
Usai mengunyah sepotong pisang rebus, Palupi segera menatap ke arah Gayatri.
"Nah kau sudah lihat sendiri bukan?
Tidak ada racun di makanan ini? Sudah puas kau sekarang?", kata Palupi segera.
"Aku hanya menguji saja. Kalau sikap kalian ramah sebelumnya, mana mungkin aku melakukannya", balas Gayatri sembari tersenyum sinis.
"Kauuuu...."
"Sudah Palupi, tenanglah..", potong Luh Jingga.
"Dia tidak salah bersikap seperti itu pada kita. Memang kita yang salah, tentu saja harus menerima..
Kakang Taji, silahkan di coba makanan nya", imbuh Luh Jingga sembari tersenyum tipis.
Panji Tejo Laksono mengangguk mengerti dan segera meraih pisang rebus dan secangkir wedang jahe hangat untuk mengusir dingin karena hujan yang terus menerus mengguyur tempat itu. Ketiga orang gadis cantik itu segera duduk mengelilingi Panji Tejo Laksono.
"Kakang Taji,
Kalau boleh tau kau tinggal di Kotaraja Kadiri sebelah mana? Jika aku lewat kesana, aku ingin mampir boleh kan?", Palupi mencoba untuk mencairkan suasana.
Gayatri yang hendak menyahut, urungkan niat nya karena juga ingin tahu apa jawaban Panji Tejo Laksono.
Panji Tejo Laksono menggaruk kepalanya yang tidak gatal untuk mencari jawaban pertanyaan Palupi. Tiba tiba dia ingat tentang kediaman Tumenggung Ludaka di timur kota Kadiri. Pangeran muda ini segera tersenyum tipis.
"Rumah ku ada di timur Kotaraja Kadiri..
Di sebuah rumah besar yang di sebut Katumenggungan. Cari saja nama ku atau Tumenggung Ludaka", ujar Panji Tejo Laksono sambil tersenyum tipis.
Ketiga gadis cantik itu terkejut mendengar perkataan Panji Tejo Laksono.
"Kakang Taji ini anak Tumenggung Ludaka?", tanya Luh Jingga seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar nya.
"Apa masih kurang jelas apa yang ku katakan? Kalau kau masih ragu, datang saja kesana", Panji Tejo Laksono kembali memamerkan senyum mautnya yang membuat hati para gadis itu meleleh.
Sore itu mereka berempat berbincang dengan hangat tentang banyak hal. Mereka segera akrab satu sama lain nya. Tak ada lagi salah paham atau permusuhan yang terjadi. Palupi dan Luh Jingga terlihat begitu tertarik dengan Panji Tejo Laksono, sementara sang pangeran muda nampak masih tenang saja.
Saat senja mulai turun, hujan deras berangsur mereda menyisakan rintik gerimis masih setia membasahi wilayah Padepokan Bukit Penampihan. Namun ketenangan itu tidak berlangsung lama, saat terdengar suara teriakan keras dari pintu gerbang padepokan.
"Ada penyusup....!!!!"
Blllaaammmmmmmm!!!
Ledakan keras terdengar dari pintu gerbang markas Padepokan Bukit Penampihan.
Ledakan dahsyat itu terdengar memekakkan telinga membuat kaget seisi penghuni Padepokan Bukit Penampihan. Panji Tejo Laksono, Gayatri, Luh Jingga dan Palupi langsung saling berpandangan sejenak sebelum mereka segera melesat cepat kearah pintu gerbang Padepokan Bukit Penampihan sembari menyambar senjata mereka masing-masing.
Seorang lelaki sepuh dengan beberapa bekas luka menghiasi wajah nya nampak berdiri di pintu gerbang padepokan. Dua orang murid yang menjaga pintu gerbang nampak tersungkur tak bernyawa di sudut jalan masuk. Di bawah guyuran gerimis yang sesekali di sertai sambaran petir, lelaki tua itu berjalan masuk ke dalam Padepokan Bukit Penampihan seperti malaikat pencabut nyawa yang menakutkan. Sorot matanya yang tajam membuat semua orang bergidik ngeri menatap wajah nya yang di penuhi kumis tebal dan janggut putih.
Lelaki tua berbaju merah compang camping dan bertubuh kurus ini, nampak menatap tajam ke arah para murid Padepokan Bukit Penampihan yang satu persatu mulai memadati tempat itu.
Resi Damarmoyo yang baru saja sampai menggeram keras begitu tahu siapa yang datang.
"Jerangkong Api..
Ada urusan apa kau datang kemari? Bukankah Padepokan Bukit Penampihan tidak punya urusan dengan orang orang Lembah Tengkorak?"
"Damarmoyo keparat!
Kau menyembunyikan pembunuh murid ku, Suratimantra. Hari ini jika kau tidak menyerahkan nya, maka jangan harap besok Padepokan Bukit Penampihan masih berdiri!", ujar Jerangkong Geni penuh ancaman.
"Keparat!
Jaga bicaramu, jangan asal menuduh. Kau pikir bisa main ancam di markas kami, setan tua? Apa kau pikir kami takut pada pendekar golongan hitam seperti mu?", umpat Mpu Hanggawira sembari memegang erat gagang tongkat besi nya.
Phhuuuiiiiiihhhhh!!
"Peduli setan dengan markas kalian! Kalau tidak mau menyerahkan orang itu, semuanya akan ku bunuh!", teriak Jerangkong Api dengan keras.
"Bangsat!
Mulut mu pantas....", Mpu Hanggawira langsung menghentikan omongannya saat Panji Tejo Laksono mencekal lengan nya.
"Aku yang membunuh Suratimantra Paman, jadi biarkan aku yang menghadapi nya. Aku tidak akan melibatkan Padepokan Bukit Penampihan untuk masalah ini", ujar Panji Tejo Laksono sambil berjalan mendekati Jerangkong Api.
Mpu Hanggawira, Resi Damarmoyo dan Nyi Gringsing terkejut bukan main mendengar penuturan Panji Tejo Laksono. Suratimantra adalah salah satu dari petinggi Kelompok Bulan Sabit Darah yang di segani. Dia tersohor karena memiliki Ajian Wrahapati yang membuat nya bisa berubah menjadi seekor babi hutan besar. Jangankan Mpu Hanggawira, Resi Damarmoyo pun belum tentu menang jika beradu kesaktian dengan nya.
Jerangkong Api menatap tajam ke arah Panji Tejo Laksono.
"Jadi kau orang nya yang membunuh Suratimantra?
Kau masih bocah kemarin sore, bisa membunuh Suratimantra berarti ilmu kanuragan mu tidak bisa di anggap remeh. Hari ini hutang nyawa di bayar nyawa. Bersiaplah menemani Suratimantra di neraka, bocah tengik!", teriak Jerangkong Api sembari bersiap menyerang.
"Tunggu dulu, kakek tua!
Aku tegaskan bahwa Padepokan Bukit Penampihan tidak ada hubungannya dengan aku. Kalau kau berhasil membunuh ku, maka Padepokan Bukit Penampihan harus kau biarkan berdiri ", ujar Panji Tejo Laksono dengan cepat.
"Hehehe...
Setelah kau mampus, Padepokan Bukit Penampihan tetap akan ku ratakan dengan tanah, bocah tengik!", seringai terukir di wajah tua Jerangkong Api yang kurus mirip kerangka manusia.
"Rupanya aku harus melenyapkan mu agar tidak menjadi ancaman bagi Padepokan Bukit Penampihan di kemudian hari..
Ayo maju, Jerangkong Api", kata Panji Tejo Laksono dengan memberi isyarat pada Jerangkong Api untuk menyerang.
Sembari mendengus keras, Jerangkong Api mengayunkan jemari tangannya yang diliputi oleh sinar merah kehitaman ke arah Panji Tejo Laksono.
Whuuthhh! Whuuthhh!!
Sepuluh larik sinar merah kehitaman menerabas cepat kearah Panji Tejo Laksono. Sang pangeran muda langsung merapal mantra Ajian Tapak Dewa Api yang segera membuat kedua telapak tangan nya berwarna merah menyala seperti api karena sinar merah yang bergulung gulung di sana.
Secepat kilat, Panji Tejo Laksono menghantamkan kedua telapak tangan nya menyongsong serangan Ajian 10 Jari Api yang di lepaskan oleh Jerangkong Api karena tak mungkin menghindar. Andai dia bisa menghindar, orang orang yang berdiri di belakangnya akan menjadi korban.
Blllaaammmmmmmm!!!
Ledakan dahsyat terdengar. Asap tebal tercipta menutupi tempat itu, beberapa murid Padepokan Bukit Penampihan yang turut mendekat arena pertarungan, mencelat jauh karena terkena gelombang kejut dari benturan dua ajian tingkat tinggi itu.
Jerangkong Api sendiri terseret mundur lebih dari satu tombak.
Saat kakek tua bertubuh kurus itu baru saja menguasai tubuhnya, satu bayangan berkelebat cepat membelah asap dan langsung melayangkan serangan beruntun ke arah Jerangkong Api.
Sesepuh Padepokan Lembah Tengkorak itu langsung menghadapi serangan tangan kosong cepat yang di keluarkan Panji Tejo Laksono.
Whhuuutt! Whuuthhh!!
Plakkkk plllaaakkkkk...
Di bawah gerimis hujan yang terus mengguyur, pertarungan silat tangan kosong mereka berlangsung sengit.
Jerangkong Api menyapu kaki Panji Tejo Laksono yang baru saja menghindari serangannya. Melihat itu, sekali hentakan tubuh Panji Tejo Laksono melenting tinggi ke udara dan mendarat di atas gapura Padepokan Bukit Penampihan.
Tak mau kalah, Jerangkong Api melompat tinggi ke udara dan melancarkan serangan bertubi-tubi kearah Panji Tejo Laksono.
Whuuthhh! Whuuussshh!
Permainan silat mereka terlihat berimbang dan keduanya berusaha untuk saling menjatuhkan. Jerangkong Api dengan sekuat tenaga menghantamkan tapak tangan kiri nya ke arah dada Panji Tejo Laksono. Sang pangeran muda pun menyambutnya dengan cara yang sama.
Whhhhuuuuggghhh!
Blllaaammmmmmmm!!
Baik Panji Tejo Laksono dan Jerangkong Api sama terlempar ke bawah. Panji Tejo Laksono bersalto sekali dan mendarat dengan sebelah dengkul kaki kanan menyentuh tanah. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
Di sisi lain, Jerangkong Api pun tak luput dari luka dalam. Kakek tua itu berusaha menahan laju pergerakan tubuh nya yang meluncur cepat kearah tanah, namun jaraknya terlalu dekat hingga dia menyusruk tanah dengan keras. Baju merah nya yang compang camping penuh dengan rumput dan lumpur basah. Darah segar merembes keluar dari sudut bibirnya.
"Setan alas!
Akan ku cabut nyawa mu!"
Usai mengumpat keras, Jerangkong Api langsung berdiri dari tempat jatuhnya. Kakek tua bertubuh kurus itu segera merentangkan kedua tangannya yang dengan cepat bertangkup di depan dada. Mulut Jerangkong Api mulai komat kamit kamit membaca mantra. Tiba tiba tanah merekah dan dari dalam muncul 3 sosok makhluk serupa Jerangkong Api. Itu adalah Ajian 3 Iblis Kembar yang merupakan ilmu pamungkas Jerangkong Api yang mampu menciptakan sosok serupa dengan kemampuan beladiri yang sama.
4 Jerangkong Api langsung melesat cepat kearah Panji Tejo Laksono dan menyerang bersamaan.
Whuuthhh !
Satu satu Jerangkong Api itu langsung mengayunkan tendangan ke arah perut. Panji Tejo Laksono dengan cepat berkelit menghindar, namun satu Jerangkong Api lainnya menghantamkan tangan kanannya ke arah kepala Panji Tejo Laksono.
Whhhhuuuuggghhh!
Panji Tejo Laksono dengan cepat merunduk sedikit menghindari hantaman lalu melayangkan hantaman keras kearah perut si Jerangkong Api yang menyerang kepala.
Bhhhuuuuuuggggh...!!
Sosok Jerangkong Api itu terpelanting ke belakang. Namun satu sosok lainnya melayangkan tendangan keras kearah punggung Panji Tejo Laksono yang lengah.
Dhiiieeeessshh!
Oooouuuugggghhhhhh!
Panji Tejo Laksono terjungkal ke depan dan menyusruk tanah becek di halaman Padepokan Bukit Penampihan. Pangeran muda dari Kadiri itu muntah darah segar.
Semua orang yang menyaksikan pertarungan itu hendak melesat cepat kearah pertarungan namun mereka di hentikan oleh Resi Damarmoyo karena malah akan membebani pikiran Panji Tejo Laksono.
Keempat Jerangkong Api menyeringai lebar sembari berjalan mendekati Panji Tejo Laksono.
"Hayo bocah tengik!
Kau tidak akan kalah semudah ini bukan?", ujar Jerangkong Api sambil tersenyum sinis.
Panji Tejo Laksono segera bangun dari tempat jatuhnya. Pangeran muda dari Kadiri ini segera menangkupkan kedua telapak tangan nya di depan dada. Dari arah kaki muncul sinar hijau kebiruan yang menggulung tubuh Panji Tejo Laksono. Rupanya dia hendak mengeluarkan Ajian Waringin Sungsang ajaran Warok Suropati.
'Ajian Waringin Sungsang! Ini gawat', batin Jerangkong Api yang takut pada kemampuan ajian tersohor itu.
Dia bermaksud untuk melarikan diri.
Namun di saat yang bersamaan, Panji Tejo Laksono sudah melesat cepat kearah 4 Jerangkong Api dengan menggunakan Ajian Sepi Angin nya. Kemunculan Panji Tejo Laksono sontak mengagetkan keempat sosok Jerangkong Api namun belum sempat mereka membuat jarak, Panji Tejo Laksono menyambar leher salah seorang Jerangkong Api yang merupakan sosok asli Jerangkong Api. Tangan Panji Tejo Laksono langsung mencekal leher Jerangkong Api sembari membuka mulutnya.
Sinar hijau kebiruan langsung terlontar dari mulut Panji Tejo Laksono dan membelit tubuh Jerangkong Api.
Ketiga sosok yang lain berusaha melepaskan sosok asli Jerangkong Api namun seiring melemahnya tenaga dalam Jerangkong Api karena tersedot Ajian Waringin Sungsang ketiga sosok itu perlahan menghilang.
AAAARRRGGGGGGHHHHH!
Jerit kesakitan terdengar keras dari mulut Jerangkong Api. Sendi dan otot tubuh nya terasa sakit luar biasa bersamaan daya hidup yang terus di kuras oleh Ajian Waringin Sungsang. Perlahan darah segar keluar dari mulut, hidung, telinga dan mata Jerangkong Api. Tubuh lelaki itu menghitam dan terus menghitam hingga menjadi mirip arang.
Saat Ajian Waringin Sungsang mencapai puncak nya, Panji Tejo Laksono langsung menghantam dada kurus Jerangkong Api.
Hiiyyyyyyyaaaaaaaaaaaaaat!
Blllaaammmmmmmm!!!
Tubuh Jerangkong Api langsung hancur lebur menjadi abu. Setelah menghabisi nyawa Jerangkong Api, Panji Tejo roboh karena kehabisan tenaga.
Melihat itu, Gayatri, Luh Jingga dan Palupi serta Mpu Hanggawira dan Resi Damarmoyo langsung menghambur ke arah Panji Tejo Laksono yang pingsan. Setelah memastikan bahwa keadaan Panji Tejo Laksono baik baik saja, Mpu Hanggawira langsung memapah tubuh Panji Tejo Laksono ke arah kediaman nya.
Malam berlalu dengan cepat.
Cahaya matahari menerobos celah celah dinding kayu kamar tidur Panji Tejo Laksono.
Perlahan jari jemari tangan Panji Tejo Laksono bergerak saat sinar matahari pagi mengenai wajahnya. Dengan pelan, Panji Tejo Laksono membuka mata nya dan melihat sekelilingnya.
Meski kepalanya masih sedikit pusing, Panji Tejo Laksono mencoba bangkit dan melihat situasi sekitarnya. Dia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi kemarin sore.
Dia melihat sekeliling nya dan nampak Gayatri sedang tertidur di samping ranjangnya. Perlahan tangan Panji Tejo Laksono menggoyangkan bahu Gayatri.
"Gayatri, bangun ..
Ini sudah siang", ujar Panji Tejo Laksono perlahan. Gayatri menggeliat sebentar lalu mengucek matanya sambil menguap lebar. Melihat Panji Tejo Laksono sudah sadar, gadis cantik itu segera tersenyum lebar.
"Kau sudah sadar Taji, syukurlah..
Kami semua mencemaskan keadaan mu semalaman", ujar Gayatri segera.
"Aku tidak apa-apa Gayatri, hanya karena terlalu banyak mengeluarkan tenaga dalam jadinya seperti ini.
Ehhh, kog baju ku ganti ini? Siapa yang mengganti nya?", Panji Tejo Laksono baru tersadar bahwa baju nya sudah berganti.
Gayatri langsung berdiri dan bergegas keluar dari dalam kamar tidur Panji Tejo Laksono. Sebelum menutup pintu kamar, Gayatri berkata dengan wajah memerah.
"Aku yang melakukan nya"
HAAAAAHHH...!!!