Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prolog
Berita munculnya pedang pusaka terkuat Naga Api membuat dunia persilatan heboh. Para pendekar dari berbagai aliran berebutan untuk mendapatkannya. Mereka begitu berambisi mendapatkan pusaka terkuat itu karena bisa menjadi jaminan akan menjadi penguasa dunia persilatan.
Pedang pusaka tersebut memiliki kekuatan Api abadi yang berasal dari alam Naga dan mampu menggetarkan istana Khayangan. Selain itu, di dalam pedang pusaka tersebut juga bersemayam seekor Naga yang juga memiliki kekuatan mengerikan. Maka tak heran jika semua pendekar berebut untuk mendapatkannya. Namun, hanya orang terpilih yang berhak mendapatkan pusaka tersebut.
Tak disangka, Dirga-lah yang mendapat kesempatan tersebut. Tapi sebelum kekuatan besar pusaka terkuat itu bisa sepenuhnya dia kuasai, dia harus menemukan seorang pertapa tua yang hidup di atas gunung untuk bisa menyempurnakan kekuatan pedang pusaka tersebut.
Dirga sendiri adalah seorang pemuda tampan yang mengalami lupa ingatan. Dia terpisah dari rombongannya ketika sedang berburu dan terjatuh dari sebuah bukit terjal. Kepalanya terbentur batu dan tubuhnya terbawa aliran sungai yang deras, hingga akhirnya dia ditemukan beberapa orang yang merupakan sindikat penjualan manusia, ketika berada di pinggir sungai dalam keadaan pingsan.
***
Bab 1
Sindikat Penjualan Manusia
Bab 1-3
Sindikat Penjualan Manusia
Terik siang itu. Di saat sang Surya dengan gagahnya bertengger di atas kepala. Terlihatlah serombongan manusia yang sekiranya berjumlah 30 orang, sedang melintasi jalan setapak dan hendak memasuki sebuah hutan.
Di antara mereka, terdapat 2 orang berkuda yang berada di depan memimpin perjalanan, dan dua orang berkuda lainnya yang berada di belakang.
Ada juga 15 orang lainnya yang berpakaian ala pendekar, berjalan sambil sesekali memberikan tendangan kecil kepada 8 orang lelaki muda yang berjalan sempoyongan. Kaki mereka terikat satu sama lain dan membuat ayunan langkah yang seharusnya bisa bebas melandai, menjadi sedikit sulit dibuatnya.
Terdapat pula sebuah gerobak yang di atasnya terpasang sebuah kerangkeng besi dan diisi 5 orang gadis muda. Raut wajah mereka dipenuhi rasa takut yang teramat sangat. Mata mereka sembab saking seringnya air mata mengalir deras dari sudut mata mereka.
"Tangkapan kita beberapa hari ini lumayan banyak, Restu. Ketua pasti akan senang dengan hasil yang kita dapatkan," ucap lelaki berperawakan besar dan salah satu telinganya memakai anting.
"Kau benar, Barda. Tampaknya kita akan mendapat perhargaan dari ketua, hahaha!"
Restu tersenyum lebar sambil memandang pemuda tampan yang berjalan paling belakang di antara 8 orang yang terikat kakinya. "Yang lainnya kita jual ke tempat biasa, tapi pemuda itu nanti kita bawa ke tempatnya Nyi Ratih. Dia pasti akan senang dan berani membayar mahal dengan pemuda yang kita bawa kali ini."
"Idemu bagus juga, Restu. Khusus pemuda itu, nanti kita bilang kepada ketua jika harganya sama saja, selebihnya buat kita," balas Barda. Senyum liciknya mengembang lebar membayangkan keuntungan yang akan didapatkannya.
"Kau memang paling pintar jika berpikir tentang keuntungan, Barda." Restu tersenyum lebar.
Pemuda yang dimaksud mereka berdua, memiliki paras tampan. Tubuhnya tegap, dengan rambut hitam legam panjang sebahu.Selain itu, dia juga memiliki tatapan mata tajam selayaknya burung elang yang mengintai mangsa.
Meskipun terlihat begitu tegar menghadapi kenyataan yang sedang dialaminya, rasa letih tergambar jelas di raut wajahnya. Tak hentinya mereka berjalan, membuat peluh yang membasahi pakaiannya tak jua mengering.
"Jangan melamun, Dirga! Jaga pandanganmu!" Selarik bentakan yang diiringi tebasan ranting kayu, mendarat telak di punggung pemuda itu.
Tebasan ranting kayu tersebut tak ayal membuat pemuda bernama Dirga, menggeliat menahan sakit. Walaupun begitu, tidak sedikitpun terdengar rintih kesakitan keluar dari tubuhnya. Bahkan pandangannya menatap tajam lelaki yang baru saja memukulnya.
"Kau berani melawan!"
Bugh!
Kembali sebuah bentakan yang kali ini diakhiri dengan sebuah pukulan keras mengenai ulu hati, membuat Dirga sampai membungkukkan tubuhnya. Napasnya serasa terhenti untuk beberapa saat saking telaknya pukulan yang mendarat. Bahkan pemuda tampan itu akhirnya memuntahkan darah segar dari mulutnya.
Tidak berhenti sampai disitu saja Dirga menjadi sansak hidup kebiadaban lelaki tersebut. Sebuah pukulan yang tak kalah keras mendarat di keningnya hingga membuatnya jatuh menghujam tanah.
Akibat pukulan yang mengenai keningnya, pandangan mata pemuda tampan itu begitu nanar menatap bumi yang serasa berputar cepat bagai roda kereta. Dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa saja yang ada di sekitarnya, semuanya seolah hanya berupa bayangan tak berbentuk.
Rombongan itupun terhenti tepat di bibir hutan, setelah Dirga tergeletak di tanah.
"Apa yang kau lakukan, Darsa? Hentikan!"
Bentak Restu dari atas kudanya. Lelaki berumur 40 tahunan itu menghentikan ulah Darso yang hendak melepaskan tendangan ke tubuh Dirga.
Setali tiga uang dengan Restu, Barda menggeram marah melihat apa yang dilakukan Darsa kepada Dirga. Dia melompat turun dari kudanya menyusul Restu yang lebih dulu berjalan mendekati Darsa.
Restu dan Barda tentu tidak mau aset berharganya untuk meraih keuntungan besar, menjadi berkurang karena ulah Darsa. Jika pemuda itu sampai mengalami luka-luka, tentu harganya akan turun drastis dan tidak sesuai bayangan yang ada di pikiran mereka berdua.
Sesuai yang mereka ketahui, Nyi Ratih hanya mau membeli pemuda yang sehat dan bertenaga untuk melayani nafsunya. Dan apa yang dilakukan Darsa dengan menghajar Dirga, tentu tidak sesuai dengan keinginan Nyi Ratih.
Darsa menatap heran dengan bentakan yang ditujukan Restu terhadapnya. Apalagi ditambah dengan turunnya mereka berdua dari kudanya masing-masing, dan berjalan ke arahnya dengan tatapan penuh emosi.
Di lain sisi, Dirga yang masih dalam keadaan tergeletak di tanah, sedikit merasa bersyukur karena ada yang menghentikan hajaran Darsa kepadanya. Jika tidak, besar kemungkinan dia tidak akan bisa menjaga kesadarannya. Rasa letih dan lapar yang mendera, membuat fisiknya melemah secara drastis setelah pukulan Darsa mendarat di ulu hati dan keningnya.
"Kenapa kau menghajarnya Darsa!? Apa kau ingin harganya turun dengan kau menghajarnya?!" hardik Barda. Hampir saja Darsa mengacaukan rencana yang sudah dibuatnya bersama Restu.
Darsa bingung dengan sikap mereka berdua. Selama ini keduanya tidak pernah protes atau bahkan sampai menghardik, ketika dia menghajar orang-orang yang akan mereka jual. Tapi kali ini sikap keduanya sangat jauh berbeda dan tidak seperti biasanya.
"Kenapa kalian berdua membelanya? Dia hanya budak yang akan kita jual!" Darsa mencoba membantah.
"Berani kau membantah lagi, aku pastikan kau yang akan kami jual!" Restu menggeram kesal dengan bantahan Darsa.
"Selama ini hanya kau yang suka memukul ataupun menghajar orang-orang yang akan kita jual, Darsa. Apa kau tidak tahu jika harga orang-orang yang kau hajar itu bisa turun, jika ada luka di tubuh mereka?" Barda menimpali ucapan Restu.
Darsa terdiam tak berani untuk membantah lagi. Selain karena di dalam perkumpulan posisinya ada di bawah keduanya, secara ilmu kanuragan dia juga ada di bawah mereka berdua.
"Kita beristirahat di sini dulu sebelum melanjutkan perjalanan melewati hutan itu!" ucap seorang lelaki yang baru saja berada di dekat mereka bertiga. pandangannya tertuju kepada Dirga yang masih tergeletak di tanah.
"Biar dia beristirahat dulu sampai fisiknya kembali pulih! Dan kau Darsa, sebagai hukuman atas apa yang kau lakukan kepadanya, kau harus merawatnya!" sambung lelaki itu.
Barda dan Restu mengangguk setuju dengan ucapan rekannya tersebut. Rombongan yang berjumlah lebih dari 30 orang itupun akhirnya beristirahat di bibir hutan.
Dengan penuh rasa kesal, Darsa mau tak mau harus menuruti perintah untuknya. Dia melepaskan rantai yang membelenggu kaki Dirga dan memapahnya menuju sebuah pohon besar yang rindang.
Masih dengan berpura-pura lemah, Dirga berjalan terhuyung-huyung dipapah Darsa. Dalam pikirannya, lepasnya rantai yang mengikat kakinya adalah sebuah kesempatan besar buatnya untuk melarikan diri, dan dia tinggal menanti Darsa lengah, sambil memulihkan fisiknya, terutama rasa pusing yang menderanya.
"Kau ini bikin repot saja!" Darsa mendengus kesal.