FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Doa Rara
°°°
Selain menyiapkan makanan Rara juga memilihkan pakaian dan sepatu yang terbaik untuk dipakai suaminya hari ini. Gadis itu sangat antusias saat menyiapkan segalanya, meski tadi sempat merasa sedikit kecewa tapi ia menekan semua perasaannya untuk memberikan yang terbaik untuk kebutuhan suaminya.
Sekarang yang terpenting ada suaminya. Benar kata orang jika dibalik pria sukses pasti ada wanita yang hebat di belakangnya. Kiasan itu sangat tepat disematkan pada Rara saat ini.
"Kak ini bajunya," kata Rara pada sang suami yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Terimakasih."
Revan menerima pakaian yang dipilih oleh istrinya.
"Kalau begitu, aku turun duluan kak." Rara pun keluar dari kamarnya.
Suaminya mau berganti pakaian dan Rara tidak mungkin tetap di sana.
Sementara Revan lega karena raut wajah sang istri sudah kembali ceria seperti sebelumnya, setidaknya membuat ia tidak terus kepikiran. Ia pun segera bersiap, memakai kemeja dan yang lainnya.
Tidak bisa dipungkiri Revan tetap merasakan gugup saat ini untuk mengahadapi ujian, walaupun ia sudah pintar sekalipun.
Revan berjalan mendekati nakas di samping tempat tidur, diambilnya foto dirinya sewaktu kecil yang sedang berada digendongan mendiang ibunya.
"Ibu, do'akan Revan agar hari ini bisa melewati sidang skripsi ku dengan lancar tanpa halangan dan bisa mendapatkan nilai yang memuaskan."
"Agar aku bisa segera menggantikan kakek untuk melanjutkan perusahaan, Revan ingin melihat kakek istirahat di rumah menikmati hari tua nya. Tidak memikirkan urusan dunia lagi, aku kasihan saat melihatnya pulang dengan wajah lelahnya."
Revan mengusap lembut foto itu. Walaupun terkadang ia merasa masih kurang mendapatkan kasih sayang seorang ibu, tapi dia tidak mau egois. Karena ia tau selama itu ibunya selalu menangis ketika sendiri, luka yang ditinggalkan ayahnya yang tidak tau pergi kemana sangat membekas di hati beliau.
Revan meletakkan foto itu kembali, lalu berjalan keluar dari ruangan itu untuk sarapan.
Dalam benaknya, sebenarnya Revan sangat menyayangi sang kakek. Walaupun terkadang cuek dan terkesan tidak peduli tapi ia selalu memikirkan kakeknya. Ia selalu ingin menyuruh kakeknya untuk di rumah saja, tidak usah bekerja tapi perusahaan yang ia rintis dari bawah tidak mungkin ditinggalkan begitu saja.
Oleh karena itu, Revan bekerja keras untuk segera menyelesaikan program magister nya. Dia berhasil menyelesaikan S1 nya hanya dalam waktu dua tahun dan S2 nya juga tidak butuh waktu lama.
"Pagi Kek," sapa Revan pada kakeknya yang sudah menunggu di meja makan bersama sang istri.
"Pagi nak, ayo sarapan dulu. Kau harus mengisi perutmu sebelum bertempur nanti," ujar kakek, dia memang lebih suka bercanda.
"Baik Kek." Senyum Revan.
Rara mulai mengambilkan nasi untuk suami dan kakek, tidak lupa juga sup yang sudah ia buatkan spesial untuk suaminya.
"Ini sup kepala ikan, kau yang membuatnya nak?" tanya kakek.
"Iya Kek."
"Kau pengertian sekali, pasti untuk suamimu kan kau memasak ini. Kepala ikan memang sangat baik untuk otak. Sangat pas untuk Revan yang mau menghadapi sidang skripsi," ujar kakek.
Rara tersenyum simpul, kakek membuatnya merasa malu. Apalagi saat ini Revan menatapnya.
"Terimakasih," ujar Revan tiba-tiba.
Sempat membuat kakek dan Rara terpaku mendengarnya.
"Sama-sama Kak," jawab Rara.
Kak Revan tidak perlu berterimakasih ini adalah kewajibanku sebagai seorang istri. Batin Rara.
Setelah selesai menyantap sarapan paginya, Revan segera pamit pada kakek dan istrinya.
"Kek aku berangkat dulu," pamit Revano.
"Iya, doa Kakek selalu ada bersamamu."
Kakek mengusap kepala cucunya, bangga bercampur haru menyelimuti perasaannya, padahal belum juga tau apa hasilnya nanti tapi perjuangan keras cucunya dalam menempuh pendidikan sudah cukup membuat ia bangga.
Apapun hasilnya nanti kakek akan tetap bangga pada Revan.
"Aku berangkat." Kali ini Revan pamit pada istrinya. Kebetulan Rara libur hari ini, dosen hanya memberinya tugas yang bisa ia kerjakan di rumah.
"Hati-hati Kak, semangat." Senyum hangat Rara berikan pada suaminya.
Revan pun mengulas senyumnya, sebelum akhirnya ia berbalik dan masuk ke dalam mobilnya. Rasanya mengesankan saat ada yang ia pamiti saat akan pergi selain kakeknya.
Berusahalah Kak... Doa Rara selalu tersematkan untuk suaminya.
Keluarga memang selalu menjadi energi positif untuk seseorang saat akan melakukan sesuatu. Seperti Revan saat ini, karena kakeknya ia selalu berusaha keras untuk mendapatkan yang terbaik baik dalam nilai ataupun hal lainnya. Lalu sekarang ada istrinya yang memberikan semangat baru untuknya.
Walaupun belum ada satu bulan mereka menikah, tapi Rara sudah sedikit demi sedikit mengetuk hati suaminya.
,,,
Sementara Febby masih saja dipusingkan dengan Sakka yang saat ini satu kampus dengannya. Dia takut image yang selama ini sudah ia bangun dihadapan teman-teman dan kekasihnya hancur begitu saja.
Ingin meminta saran pada mamahnya tapi tidak mungkin ia bercerita tentang hubungannya dengan pria itu. Mamahnya memang tidak mengetahui perbuatannya selama ini.
Ia dibuat pusing sendiri.
Padahal Sakka pindah kuliah di kampus yang sama dengannya bukan karena Febby, tapi karena orang tuanya. Menurut mereka pergaulan sang putra sudah terlalu kelewat batas dengan teman-temannya di kampus yang lama.
Maka dari itu sebagai orang tua, mereka berharap putranya bisa berubah dalam pergaulan dan belajar dengan sungguh-sungguh. Mengingat Sakka adalah satu-satunya harapan mereka untuk meneruskan bisnis properti milik ayahnya.
"Siaaalll...!!!"
Febby terus saja mengumpat, saat mengingat pria itu menggagahinya di atap gedung kampus saat itu.
Pikirnya, bagaimana hidupnya bisa tenang sekarang. Jika saja Sakka itu pria baik-baik dan tidak suka berganti pasangan mungkin Febby tidak akan melepaskannya. Soal kekayaan pria itu tidak jauh beda dengan Revan.
Febby ingat betul saat dulu ia minta pertanggung jawaban. Dengan gampangnya pria itu berkata.
'Aku akan menikahi mu tapi jangan pernah kamu melarang aku bersenang-senang dengan wanita lain. Kau cukup menjadi istri yang baik dan diam di rumah, menikmati hartaku. Seperti impianmu selama ini.'
Febby yang saat itu masih bocah dan belum berpikir jernih dan realistis untuk masa depannya tentu saja menolak. Bagaimana dia bisa mengijinkan suaminya bersenang-senang dengan wanita lain.
Jika sekarang pasti Febby mau saja menerimanya, masa bodoh dengan suaminya toh dia juga bisa bersenang-senang dengan laki-laki lain. Tapi dulu ia masih muda dan naif, tentu saja tidak mau jika suaminya suka bermain wanita.
Sayangnya saat ini Sakka sama sekali tidak pernah lagi menawarinya untuk menikah.
Itu karena Sakka tau, setelah berpisah dengannya. Febby banyak bermain gilaaa dengan banyak pria dan tak jarang pria itu juga sudah berumur. Bagaimana dia bisa tau, sangat gampang baginya karena teman-temannya banyak tersebar di beberapa club' malam.
Dia tidak mau membuat malu keluarganya nanti jika banyak orang yang tau tentang reputasi istrinya. Selain itu, seburuk-buruknya perilakunya, ia tetap ingin mempunyai istri yang baik untuk menjadi pendamping hidupnya.
Ya pria memang egois, mereka hanya mau menikah dengan wanita yang baik. Padahal hancurnya seorang wanita terkadang akibat perbuatan mereka.
to be continue...
°°°
...Yuk tinggalkan jejak. Jangan lupa favoritkan juga. Komenin author apa saja yang kalian mau....
...Salam goyang jempol dari author halu yang hobinya rebahan....
...Like, komen, bintang lima jangan lupa yaa.....
...Sehat selalu pembacaku tersayang...