Mutia, Gadis Manis itu merasa Tuhan begitu menyayanginya, selain sang mama, kini ia juga di hadapkan dengan seorang Om-om mesum yang tidak lain adalah bosnya sendiri. Kedua orang tersebut bagaikan bayangan diri sendirinya, apapun yang ia lakukan pasti tidak pernah terlepaa dari pantauan mereka.
Namun semua berubah saat ia bertemu dengan Raga, pegawai baru yang tidak diragukan lagi ketampanannya.
Lantas bagaimana kisah Mutia selanjutnya? Akankah si Bos membiarkan ia dekat dengan lelaki lain?
Akan ada banyak kejahilan serta kisah seru lainnya, jangan ketinggalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erin FY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Manusia Micin!
"Maksudnya gimana, Om? Jangan bilang Om naksir sama Mutia?"
Lagi-lagi Denis menghentikan langkahnya. Pertanyaan Arga membuatnya tak berkutik. Dia harus jawab apa? sedang peraturan Mutia membuatnya tak berdaya.
"Kamu kenapa kepo, sih! kalau dibilang jangan, ya, Jangan!" omel Denis yang kini beralih menatap Arga.
"Kan harus ada alasannya dulu, Om. Lagian kalau om beneran naksir dia, yakin kriteria om sudah turun sejauh itu? kalau gak salah kan Mutia belum genap 20 tahun, masih bocah. Sedangkan om sudah dua 27 tahun, jaraknya jauuh." urai Arga yang membuat Denis sedikit geram.
"Usia bukan penghalang untuk sebuah cinta bersatu."
"Jadi, beneran om naksir dia?"
Denis mulai geram, dia menatap tajam pada pemuda dihadapannya. Kalau gak ingat dia keponakan sendiri, ingin rasanya Denis cincang-cincang dan bagiin kepada anak yatim, biar hidup ini bocah lebih berguna.
"Aku tahu betul siapa kamu. Aku ngelarang buat ngedeketin Mutia karena dia satu-satunya orang yang tahu kamu keponakanku. Bukannya apa-apa, aku gak mau aja disalahin kalau nantinya dia sakit hati sama kamu. Lagipula dia karyawanku!"
"Jadi, berlindung di bawah nama karyawan nih?" ledek Arga dengan jahilnya.
Zakki makin geram saja, dia sudah bersiap maju dan menghajar habis-habisan bocah tengil itu, Tapi Arga lebih sigap, dia berlari terlebih dahulu dan menutup pintu kamar. Membuat kesabaran Zakki benar-benar teruji.
***
"Assalammualaikum, selamat pagi kesayangan aku," sapa Denis semringah.
Gadis yang tadi membukakan pintu untuknya terlihat jengah. Sejak semalam dia sudah memprogram otaknya agar bangun pagi. Bukan untuk berdandan agar terlihat cantik saat Denis menjemputnya, tapi lebih karena dia tak mau adegan dia belum mandi kembali terulang.
"Aku masuk dulu boleh, ya? mau ketemu mama," pinta Denis yang gelengin Denis.
"Gak boleh! mama lagi anter catering."
"Waah, berarti banyak makanan dong, ikutan sarapan boleh?" tanya Denis lagi.
"Gak boleh! Pernah ngaji kan? harusnya kamu tahu kalau laki dan perempuan bukan muhrim orang ketiganya itu setan." Suara Mutia sedikit meninggi, sebal karena Denis amatlah ngeyel.
"Tahu. Justru karena itu, aku pingin setan punya kerjaan dengan gangguin kita. Sapa tahu nanti kita sama-sama khilaf." Denis menaik turunkan alis, membuat Mutia langsung bersendekap dada.
"Duduk di sini, atau kita tidak pergi sama sekali?"
"Kalau gak pergi, berarti berduaan aja di sini? boleh. Janji gak bakalan potong gaji," ucap Denis semringah.
"Ngimpi!"
Mutia masuk ke dalam rumah, sedang Denis terkekeh sendiri. Entah kenapa menggoda Mutia pagi-pagi begini menjadi kebahagian tersendiri untuknya.
Dari jauh terlihat Mama Mutia membuka pagar, Denis yang semula duduk di teras seketika berdiri dan menyalami mama gadisnya itu.
"Pagi, Ma." sapa Denis setelah mencium tangan mama Mutia.
"Pagi calon mantu. Kok gak masuk?" tanya mama sembari melihat ke arah pintu.
"Gak enak sama setan, Ma. Pagi-pagi udah ngasih pekerjaan," jawab Denis sembari terkekeh.
Sesaat mama terdiam, dia mencoba mencerna ucapan Denis. Hingga akhirnya dia sadar dan tertawa.
Mutia muncul dengan tas dan helm di tangan.
"Ma, sudah pulang?" tanyanya seraya menyalami tangan mamanya itu.
"Iya. Sudah mau berangkat? ini nak Denis gak disuruh sarapan dulu?"
"Mau bang—"
"Mas Denis sudah makan, Ma. Kami mau berangkat aja, keburu siang."
Potong Mutia begitu saja, membuat Denis mengulum bibirnya sendiri.
'Gagal deh dapat sarapan gratis'
"Ma, pamit dulu, ya?" ucap Denis seraya kembali mencium tangan mama.
"Iya, hati-hati, ya? jagain putri mama satu-satunya ini."
Denis tertawa, "Sudah pasti tak jagain, Ma. Dia juga satu-satunya buat saya, kalaupun ada lagi yang kayak dia, itu berarti cucu mama nanti."
Mutia melongo, bisa-bisanya Denis berbicara seperti itu kepada mamanya.
"Ah, mama seneng banget sama kamu. Buruan jadi mantu mama, ya?"
"Aku cuma nunggu Mutia siap aja, Ma. Kalau aku sih siap setiap saat."
"Kalah ikhlan," celetuk Mutia yang mulia jengah dengan gombalan-gombalan receh Denis.
"Tapi aku lebih premium, Sayang."
Mama hanya tertawa mendengar interaksi mereka berdua, sebelum akhirnya pamit lebih dulu masuk ke dalam.
"Bisa gak sih, gak panggil sayang-sayanh di depan mama? lebay!" omel Mutia yang membuat Denis terkekeh.
"Lah terus aku mesti manggil kamu apa? Mbak Mut gak mau, Sayang salah. Atau mau tak panggil ibu saja?"
Mutia melotot lagi, bukannya yang tua dia? kenapa jadi dirinya yang dipanggil ibu?
"Ish, ogah!"
"Kenapa? kan biar semua orang tahu kalau kamu ibu dari anak-anak kita."
Mutia menghela napas dalam, sepeertinya berbicara dengan Denis akan selalu membuat darah tingginya naik.
Dasar Manusia micin!
tolong sambung... best nie..tak sabar nak baca...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, searchnya pakek tanda kurung biar gak melenceng yaa