NovelToon NovelToon
Suddenly Become A BRIDE

Suddenly Become A BRIDE

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Nikahmuda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga / Romansa
Popularitas:914
Nilai: 5
Nama Author: boospie

Liliana, gadis biasa yang sebelumnya hidup sederhana, dalam semalam hidupnya berubah drastis. Ayahnya jatuh sakit, hutang yang ia kira sudah selesai itu tiba-tiba menggunung. Hingga ia terpaksa menikah i Lucien Dravenhart , seorang CEO yang terkenal dingin, dan misterius—pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya.

Pernikahan ini hanyalah kontrak selama satu tahun. Tidak ada cinta. Hanya perjanjian bisnis.

Namun, saat Liliana mulai memasuki dunia Lucien, ia perlahan menyadari bahwa pria itu menyimpan rahasia besar. Dan lebih mengejutkan lagi, Liliana ternyata bukan satu-satunya "pengantin kontrak" yang pernah dimilikinya…

Akankah cinta tumbuh di antara mereka, atau justru luka lama kembali menghancurkan segalanya?

Cerita ini hanyalah karya fiksi dari author, bijaklah dalam memilih kalimat dan bacaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon boospie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24 Sudut Pandang

Ditengah kesibukan orang-orang yang tak kunjung usai dalam memadati jalanan kota, didalam kamar bernuansa serba pink itu. Tampak sangat menenangkan saat memandangnya tetapi tidak dengan penghuninya yang saat ini sudah menimbulkan kebisingan, entah dari bagian tubuhnya yang tanpa sengaja memukul benda mati disana atau hanya suara langkah kaki tergesa.

Ia sedang sibuk mencari setelan berwarna pink untuk ia pakai keluar saat ini, sudah lama saat ia ingin mengunjungi ayahnya tetapi kejadian saat itu menghentikannya.

Finish, gadis itu tampak manis saat mengenakan rok pendek berwarna pink soft dengan atasan sweater yang juga berwarna senada. Rambutnya ditata ponytail, hanya memakai sneakers yang membuat kakinya nyaman, ia melangkah keluar.

Berdiri gugup didepan pintu Lucien, tangannya terangkat sambil mengepal. Mengetuk pintu beberapa kali sembari menutup mata.

"Maaf menganggu kesibukan kamu, apa boleh sa-aku meminta tolong untuk ditemani ke rumah sakit," tanya Liliana dengan mengucapkannya cepat.

Lucien hanya menatap datar, masih dalam balutan handuk kimono nya. Lalu menutup pintu tanpa membalas apapun.

Liliana mencebikkan bibir, lalu menggerakkan kepalan tangannya seolah ingin memukul pria itu.

Gadis itupun bergerak pergi dari sana, sebelum itu ia berseru, "Baiklah jika sibuk, terimakasih."

Saat kaki jenjangnya yang dibiarkan tidak tertutup apapun itu mencapai pintu apartemen, Liliana menoleh karena merasakan parfum khas seseorang, aroma rosewood bercampur oud. Aroma yang seolah sudah tertanam dipikiran gadis itu, dan sejauh yang ia ketahui hanya Lucien yang memakai aroma seperti itu.

Pria itu berdiri dibelakang Liliana, hanya memakai kemeja hitam berlengan pendek serta bawahan diatas lutut berwarna putih.

Liliana segera keluar diikuti oleh Lucien, keduanya berjalan beriringan menuju lift. Proposi tubuh keduanya sangat cocok saat berjalan berdampingan.

"Bagaimana kabar supir yang waktu itu mengantar ku?" tanya Liliana.

Bukan tanpa sengaja, gadis itu sudah merencanakan untuk berusaha akrab kemudian dekat dengan Lucien. Jelas sekali jika ia menginginkan sesuatu informasi dari Lucien, dan jika keduanya dekat maka mungkin memberikan peluang untuknya.

Mengingat kembali setelah kepergian dari kamar Lucien, ia tidak lagi menggenggam lembar cek itu. Tidak sampai itu, kamar yang sebelumnya berantakan dengn berbagai kertas, seketika berubah rapi ketika gadis itu sengaja mengintip saat Lucien lupa menutup pintu. Hal terakhir yang menyulitkan, pria itu menjadi selalu mengunci pintu kamarnya.

"Aku baru tahu kamu juga menyukai basa-basi?" tukas Lucien.

Liliana tersenyum malas lalu membalas, "Hanya mengisi kesunyian, lagipula apa mulut kamu tidak bau saat kamu diam saja?"

Mendengar itu, Lucien langsung melirik tajam tanpa berniat menanggapi omong kosong gadis itu.

Beberapa menit berlalu tanpa ada yang bersua diantara mereka. Namun, dibalik diamnya Liliana, gadis sangat memutar keras otaknya untuk mencoba membuat obrolan baik dengan Lucien, atau mungkin kedekatan romantis yang diperlukan saat ini.

Saking kerasnya gadis itu berpikir, ia bahkan tidak sadar jika lift telah terbuka lebar. Sampai-sampai Lucien harus mendorong punggungnya pelan untuk bergerak keluar.

"Hei!" panggil gadis itu saat tersentak akibat ulah Lucien. Sedangkan Lucien melangkah mendahului Liliana.

Dengan cepat gadis itu merapikan pakaiannya dan membenarkan jalannya agar tetap tampak anggun dan elegan, meskipun dalam pakaian yang manis. Matanya menyapu ke sekeliling guna mencari sesuatu yang tepat untuk membuat Lucien lebih dekat dengannya.

Hingga matanya menangkap sebuah plastik yang dibuang sembarangan oleh orang asing tepat disamping mobil Lucien terparkir. Good, pikir Liliana.

Ia segera mempercepat langkahnya tapi masih mempertahankan keanggunan, sampai dimana salah satu kakinya menginjak plastik tersebut sedikit menggerakkan ujung sneakers agar jatuhnya terlihat alami. Namun nampaknya semesta sedang memihaknya, gadis itu terpleset—sungguhan.

arahnya lagi tidak mendapat bantuan apapun dati Lucien.

"Aw," rintihnya terdengar dibuat-buat sengaja memancing Lucien agar membantunya.

Namun, parahnya tidak mendapat bantuan apapun dari Lucien, pria itu memilih tenggelam dalam diam, duduk nyaman dikursi kemudi.

Dengan wajah memerah menahan rasa malu, ia membangkitkan tubuhnya sendiri, menepuk rok bagian belakang lalu menyusul masuk kedalam mobil duduk disamping Lucien.

...~• suddenly become a bride •~...

Begitu tiba dirumah sakit, keduanya langsung melesat ke kamar VIP tempat ayah Liliana dirawat. Membuang niatnya untuk mendekati Lucien, ia memilih fokus pada ayahnya.

Masih terbaring dalam diam, dengan peralatan yang memenuhi tubuh James. Gadis itu mengambil satu wadah kosong berisi air hangat serta kain putih, tangannya bergerak lembut menyingkirkan rambut gelap ayahnya yang mulai memanjang lagi.

Lucien duduk disofa panjang yang berjarak dua meter dari ranjang tempat James tertidur, memperhatikan setiap pergerakan gadis itu. Bermula saat tangannya dengan pelan mengusap kain yang sudah dibasahi air hangat itu ke wajah James dan bagian tubuh lain yang tidak ditempeli oleh alat-alat.

Tidak dipungkiri, kaki Liliana yang bersih itu sedikit menarik mata Lucien untuk melihat, hanya beberapa detik sebelum suara kecupan terdengar ditelinganya. Liliana mencium ayahnya.

"Can i told?" suara lirih dari Liliana cukup menggelitik telinga Lucien. Ia menatap punggung gadis itu yang sedang mengajaknya bicara, tanpa menatap wajahnya.

"Apa?" tanyanya balik.

"Just listen, if you don't respond," sambung gadis itu, suaranya terdengar tidak bertenaga.

Lucien mulai penasaran dengannya kali ini, "Hm."

Pria itu memperhatikan bagaimana bahu Liliana bergerak naik kemudian turun menandakan helaan napas baru saja meloloskan diri.

"He's my hero, benar kata kamu. Aku harus bersyukur dengan apa yang aku dapat saat ini, dia salah satunya—" Liliana mulai bercerita tanpa membalikkan tubuhnya menghadap Lucien.

Ia terlalu malu untuk melakukannya, ketika menjadikan Lucien sebagai tempat cerita saja ia memikirkannya beribu kali saat perjalanan menuju kemari, dan ia rasa itu bukanlah hal buruk.

Selain ia tidak memiliki tempat lain, Lucien juga bukan orang yang akan mengurusi hidup orang lain, kecuali memang hidup orang tersebut mengganggu dirinya.

"James Montclaire, aku tumbuh besar hanya bersamanya. Meskipun setelah bangkrut kami sungguh kesulitan dalam hal apapun, dia tidak pernah kasar, sedikit pun-"

Liliana menjeda kalimatnya, berusaha keras menahan air mata yang hampir jatuh dari pelupuk. Tangannya mengepal kuat sampai ujung kukunya menusuk bagian telapak tangan, ia menahan perasaan tidak nyaman yang menyerang dadanya.

"My moms die, saat aku masih berusia 6 tahun. Tidak ada yang aku andalkan kecuali ayahku," imbuhnya.

"Sahabat?" celetuk Lucien secara tiba-tiba.

"Pernah punya," balasnya.

Gadis itu menyentuh punggung tangan ayahnya, "Dan sekarang dia harus disini, tanpa aku tahu apakah nanti dia akan meninggal atau masih bersamaku."

Liliana membalikkan tubuhnya, kini keduanya saling bertatapan muka. Menyimpan segala sudut pandang masing-masing dalam benaknya.

"Aku tidak berambisi untuk menjadi yang paling hebat, aku hanya ingin sukses dengan caraku. Tidak tergesa dan tidak memaksa," jelas Liliana, tatapannya dalam, jauh menyelami manik biru Lucien yang cantik itu.

Ia tersenyum tipis, seolah ingin membaca isi hati lawannya, "Bagaimana denganmu, apa orang-orang kalangan atas seperti kalian selalu berambisi?"

Lucien mengangkat salah satu kakinya untuk diletakkan di kaki yang lain, menatap tajam—bukan marah, dengan kedua tangan yang saling bertaut, "Satu hal yang perlu kau tahu—Dalam dunia ku, ambisi adalah keharusan, seperti itulah yang ditanamkan mereka pada anak-anaknya."

Lucien diam sejenak membiarkan gadis itu menanggapi ucapannya, meski hanya dengan anggukan kecil dan tatapan keingintahuan.

Pria itu menarik salah satu sudut bibirnya, sedikit. "Tidak selalu negatif—Hidup tidak pernah berhenti, Lili. Setiap hari akan selalu ada yang tersingkirkan, kecuali mereka yang bertahan dengan ambisi."

Dalam beberapa saat keduanya saling bertatapan dalam diam, tenggelam di pikiran masing-masing, dengan persepsi yang berbeda. Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar, tergantung bagaimana cara mereka memahami sudut pandang masing-masing.

.

.

Terimakasih yang sudah membaca dan like cerita saya

I hope you enjoy with this story, friends

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!