"Aku hanya jadi seorang pemeran pembantu! tidak... aku maunya jadi pemeran utama yang cantik bukan wanita dengan muka yang mengerikan ini. "
Mei Yi yang seorang dokter jenius tiba-tiba mendapati dirinya berada di dalam cerita Wattpad yang sedang di bacanya. Ia menjadi Luo Yi Seorang anak jendral yang tak di anggap dan di kucilkan karena penampilannya.
Karena kebiasaannya, yang tak pernah membaca dengan teliti dan suka men skip bagian adegan pentingnya Mei Yi kebingungan dengan jalan cerita Wattpad itu. Ia harus bisa menentukan nasipnya sendiri , dan tak ia sadari bahwa dalam cerita Wattpad itu banyak adegan berbahaya yang bisa mengancam nyawanya.
Akankah Mei Yi bisa melewati adegan berbahaya itu dan berakhir bahagia?
Mau tau kelanjutan ceritanya? jangan lupa baca sampai akhir ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14- Bayangan Mei Na
Sebelum kembali ke kediaman keluarga Luo, Luo Yi dan Hui singgah di penjara kota. Di sana, Luo Yi mengamati perkembangan interogasi, ia hanya ingin mengetahui kebenaran di balik kematian dayang, tetapi juga mencari celah untuk mengungkap konspirasi yang lebih besar.
Setelah itu, Luo Yi menemui kasim kerajaan yang berpengaruh, menjelaskan keterlibatan Li Wei dalam kasus ini dengan detail dan bukti yang meyakinkan. Akhirnya, kasim itu ikut datang ke kediaman keluarga Luo, bersedia membantu mengungkap kebenaran dan membongkar jaringan konspirasi yang tersembunyi di balik kematian Dayang Bao Yu.
Luo Yi menarik nafas panjang, ia mengusap punggung Hui bersyukur bisa mengungkap semua kejahatan Li Wei. Walaupun tak di hukum mati, namun Luo Yi yakin Li Wei akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Justru hukuman mati menurut Luo Yi terlalu mudah, senyum kepuasan lolos dari bibirnya.
Namun Mei Na menatapnya dengan penuh kebencian, tangannya menggaruk tanah hingga kuku jarinya berdarah. Ia yang masih berlutut, menatap Luo Yi tajam seakan menyimpan dendam yang mendalam.
"Awas kamu Luo Yi! aku akan membalas setiap penghinaan ini... aku akan buat kamu menderita lebih dari yang sebelumnya! " Gumamnya dalam hati.
Jenderal Luo Zhi menunduk, menatap Mei Na dengan enggan. "Bangunlah! wanita berbisa seperti ibumu tak pantas kau mohonkan ampun, masih bagus aku tidak memerintahkan mereka untuk memenggal kepala ibumu! jadi berhentilah merengek..." Suaranya lantang dan tegas.
Jenderal Luo Zhi menghampiri Luo Yi yang tengah menatapnya nanar, air mata menetes di ujung netranya.
Ia menarik tubuh Luo Yi dan membawanya dalam pelukan. "Maafkan ayahmu ini... selama ini ayah sudah berbuat jahat padamu... " Ucapnya sambil terisak. "Ayah, memang ayah yang buruk untukmu sayang. Ayah tidak pantas mendapatkan pengampunanmu."
Entah mengapa, Luo Yi merasakan hatinya begitu sakit padahal ia tak mengalami semua penderitaan yang di alami Luo Yi sebelumnya. Namun saat mendengar kata maaf hatinya seakan luluh. Luo Yi membalas pelukan sang ayah, ia memeluk erat jenderal Luo Zhi. Air mata membanjiri pipinya, ia sudah lama tak merasakan hangatnya pelukan seorang ayah.
Ayahnya sudah meninggal saat dirinya masih remaja, dulu ia juga memiliki ayah yang begitu sayang padanya. Saat ayahnya meninggal, ia kehilangan sosok yang begitu ia sayangi. Dan saat jenderal Luo Zhi memeluknya seakan ia merasakan lagi kehangatan ayahnya yang sudah lama meninggal.
"Iya Ayah... aku memaafkan Ayah! semoga kedepannya Ayah lebih mempercayaiku. " Ucapnya lirih.
Jenderal Luo Zhi memundurkan pelukannya, ia menatap wajah putrinya yang tertutup cadar. Ini kali pertama ia memperhatikan wajah sang putri.
"Maafkan ayahmu ini, karena begitu bodoh percaya dengan ucapan orang lain. Maaf juga sebab ayah tidak berusaha mengobati luka di wajahmu. "
Luo Yi menggeleng, ia memegang erat kedua tangan ayahnya. " Tidak Ayah, aku tau, ayah melakukan itu karena begitu menyayangi ibu. Aku bisa mengerti, yah. " Di balik cadar Senyum tipis dan halus mengembang.
Sekali lagi jenderal Luo Zhi memeluk Luo Yi dengan erat, ia juga mengecup singkap puncak kepala Luo Yi. Mereka masuk ke dalam aula utama meninggalkan Mei Na yang masih bersimpuh di tanah.
.
.
Di kamar, Mei Na mengamuk. Ia melempar vas bunga hingga pecah berserakan di lantai, buku-buku, kain dan pakaian semuanya berserakan. Ia berteriak dan menangis, amarah begitu meluap-luap dalam dirinya.
"Nona... tenanglah, jangan marah lagi, kita fikirkan cara untuk membebaskan ibu Nona. " Ucap Jia Li, seraya menenangkan Mei Na.
"Bagaimana! bagaimana caranya kita bisa membebaskan ibu... ha! " Matanya melotot, menatap Jia Li tajam.
Jia Li mendekat perlahan, ia berhati-hati agar pecahan vas tak mengenai kakinya. Ia berjongkok di depan Mei Na, suaranya lirih.
"Walaupun kecil kemungkinan untuk membebaskan nyonya, tapi setidaknya, bisa mengurangi hukumannya. Jika Nona bisa meminta tolong pada permaisuri Gui Fei, itu semua bisa jadi kenyataan...Nona, "Ungkapnya.
Mata Mei Na berkaca-kaca, ia mendengus. " Kamu pintar juga Jia Li, permaisuri pasti akan menuruti permintaanku. " Senyum yang penuh muslihat menghiasi bibirnya.
.
.
Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Angin berdesir, menggoyang dedaunan kering yang berjatuhan seperti hujan emas di bawah langit gelap. Bintang-bintang berkelap-kelip, membentuk taburan intan di atas kepala Luo Yi yang duduk termenung di depan paviliunnya.
Senyum tipis mengembang di bibirnya, namun sorot mata masih menyimpan sisa beban. Ia mendongak, tatapannya seolah ingin meraih bintang-bintang yang jauh. Napas dalam dihela, lalu dihembuskan perlahan, seakan membuang sisa-sisa kepedihan yang masih membayangi.
"Akhirnya," gumamnya lirih, jari-jari tangannya bertaut lemah, "aku melewati yang terburuk. Tapi... akankah ada yang lebih mengerikan lagi?"
Ia mengusap dadanya, seolah masih merasakan sisa-sisa ketakutan.
"Misi membersihkan namaku sudah selesai. Sekarang, tinggal meminta Raja untuk membatalkan pernikahan itu. Setelah itu... aku bebas!" Senyumnya melebar, sebuah cahaya harapan menyinari wajahnya yang pucat.
"Aku ingin membuka klinik gratis untuk orang-orang kurang mampu. Biaya berobat di sini sangat mahal..."
Dagunya ia sandarkan pada telapak tangan yang menyangga kepalanya di atas meja, mata terpejam sejenak, membayangkan masa depan yang lebih cerah.
Langkah kaki lembut mendekat. Hui, hadir dengan mantel tebal yang segera dipakaikannya pada Luo Yi. Luo Yi menoleh, sebuah senyum hangat terpancar dari wajahnya.
"Terima kasih, Hui," katanya lembut, menepuk kursi di sampingnya. "Sini..."
Mereka berdua duduk berdampingan, menikmati keindahan bintang-bintang di bawah pohon persik yang berbunga lembut. Hui, yang menidurkan kepalanya di atas meja, menatap Luo Yi dengan tatapan penuh tanya, keningnya sedikit berkerut.
"Nona," bisik Hui, suaranya hampir tak terdengar, "Bagaimana Nona bisa yakin pembunuh Dayang Bao Yu masih berada di antara kita? Ia bisa saja pergi setelah membunuh Dayang Bao Yu."
Luo Yi menyentil pelan hidung Hui, senyumnya sedikit mengejek. "Fikirkan lah, Hui," katanya, jari-jarinya menggambar pola di atas meja.
"Bagaimana orang lain bisa tahu ada yang meninggal di rumah itu? Rumah itu jauh dari pemukiman warga! Dan kenapa kita ada di sana tepat pada saat itu? Bukannya dia sengaja menjebak kita?" Tangannya mengepal, kekuatan tersirat dalam gerakannya.
"Aku yakin," lanjutnya, suaranya tegas, "Setelah membunuh Dayang Bao Yu, ia pergi ke pemukiman dan menyebarkan kabar kematian itu, seolah-olah kitalah pembunuhnya. Ibu Li Wei jelas mengikuti dan mengawasi kita. Sekarang kita aman, tapi belum sepenuhnya. Mei Na masih di sini. Aku yakin dia akan merencanakan sesuatu. Kali ini dia lolos, tapi selanjutnya kita harus lebih berhati-hati."
Matanya menatap jauh ke depan, seolah melihat bayangan ancaman yang mengintai.
"Benar, Nona," sahut Hui, suaranya gemetar sedikit. "Aku juga melihatnya. Tatapan Nona Mei Na sangat mencurigakan. Aku juga mendengarnya mengamuk di paviliunnya."
Luo Yi mengangguk, senyumnya kembali mengembang, namun kali ini lebih dingin.
"Mei Na memang licik. Aku tidak akan membiarkannya menyakitiku lagi. Lagi pula dia sudah kehilangan dukungan ayah, kita bisa sedikit lega. Ibu pasti senang di atas sana. Akhirnya, kita mengungkap kejahatan mereka."
Ia menatap langit, senyumnya merekah, namun tiba-tiba wajahnya berubah sendu. Ia teringat ibunya.
"Bisakah aku kembali?" Gumamnya lirih, sebuah kerinduan yang mendalam terpancar dari matanya yang berkaca-kaca.
lanjut Thor 💪💪💪😘😘😘