'Apa - apaan ini?'
Aira Tanisa terkejut saat melihat lelaki yang baru saja menikahinya.
Lelaki itu adalah salah satu juniornya di kampus! Disaat Aira sudah menginjak semester 7, lelaki itu baru menjadi maba di kampus mereka!
Brian Santoso.
Lelaki yang dulu adalah mahasiswa dengan sikap dinginnya.
Dan sekarang Lelaki dingin itu telah resmi menikahinya!
Aira sangat lemas memikirkan semua ini. Bagaimana ia menghabiskan setiap harinya dengan lelaki berondong yang dingin itu?
Terlebih saat mereka menikah karena dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
"Sebaiknya besok pagi kamu berangkat bersamaku saja ke perusahaan."
Brian yang baru saja memasuki kamar bersuara saat melihat Aira yang berniat tidur di atas ranjang. Wanita itu bahkan telah mengenakan selimut dan bersiap membaringkan tubuhnya.
"Tidak. Aku akan berangkat sendiri."
Tentu saja perkataan Brian menghentikan kegiatan Aira yang ingin segera berbaring dan tidur. Hari sudah terlalu malam untuk ia mengistirahatkan tubuhnya.
"Aku tidak menyukai jika kita pergi secara terpisah ke kantor Ai."
Brian yang juga telah mengenakan piyamanya mengikuti Aira menaiki ranjang dan duduk tepat di sebelah wanita itu. Ia menoleh kepada Aira dengan sorot yang begitu serius.
"Masa iya sepasang suami istri berangkat ke kantor yang sama, dengan menggunakan mobil yang berbeda." Brian kembali bergumam.
"Tapi situasinya tidak memungkinkan Brian." Aira mencoba memberitahu Brian sekali lagi.
"Sampai kapan status pernikahan ini akan ditutupi?' Brian meneliti Aira dan menatap wanita itu penuntutan.
"Aku tidak tahu sampai kapan. Jika aku merasa sudah yakin dengan pernikahan ini, maka aku tidak akan menutupinya lagi."
Sontak saja ucapan Aira membuat Brian berdecak.
"Jadi maksudmu, kamu tidak yakin dengan pernikahan kita?" Brian kembali memandangi wanita itu dan menuntut jawaban dari pertanyaannya.
"Aku memang tidak yakin." Aira menjawab dan tidak membantah ucapan Brian.
"Kita tidak kenal Brian." Ia mencoba menjelaskan kepada Brian.
"Maksudku kita memang saling mengenal saat masih kuliah dulu. Tapi kita tidak sedekat Itu untuk memahami bagaimana perasaan masing-masing. Kita terikat di pernikahan ini hanya karena perjodohan dari orang tua kita." Aira meralat kembali ucapannya. Tidak mau membuat lelaki itu kesal padanya.
Brian hanya diam dan menunggu ucapan Aira selanjutnya. Ia tahu jika Aira tidak akan berhenti berbicara hanya dengan kalimat itu saja.
"Bisa saja saat di kantor nanti kamu akan menemukan wanita yang usianya lebih muda. Ataupun setara denganmu dan membuatmu jatuh cinta Brian." Aira menatap lelaki itu dan mencoba mendalami arti tatapan Brian.
"Apakah para pegawai di perusahaan juga tidak tahu jika kamu adalah Putri dari Papa Anton? Putri dari keluarga Tanisa?"
Brian seketika mengingat bagaimana sikap Aira di perusahaan saat penyambutannya. Terlihat hanya mengangguk sekilas. Menyapa papa dan kakaknya.
Aira tidak mendekati keduanya dan bahkan bersikap seolah tidak dekat dan tidak mengenal mereka.
"Iya memangbenar." Helaan nafas mengiringi jawaban Aira ketika ditanyakan soal itu.
"Kenapa kamu bersikap seperti itu Ai?" Brian semakin bingung dengan pemikiran Aira.
"Apa sebenarnya yang kamu cari dengan menutupi Jati dirimu yang sebenarnya?" Ia benar-benar tidak mengerti dengan pola pikiran Aira.
Yang Brian tahu, mungkin para wanita di luar sana akan merasa bersyukur dan merasa bahagia karena terlahir sebagai putri satu-satunya di keluarga Tanisa. Mereka pasti akan membanggakan nama keluarga itu dan berbuat sesuka hati mereka.
Namun Aira benar-benar unik dan lain dari wanita lainnya.
"Aku hanya ingin bekerja sesuai kemampuanku." Aira tersenyum kecil saat menjawab.
"Aku ingin orang mengenal diriku pribadi dengan setiap pekerjaan yang aku selesaikan. Mereka akan merasa puas dengan kinerja yang aku lakukan, tanpa memandang dari keluarga mana aku berasal." Aira kembali menoleh kepada Brian.
"jika aku menyandingkan nama keluargaku di belakang namaku, akan banyak orang yang menjilat dan bersikap baik kepadaku. Namun di belakangku mereka akan mengejek dan meragukan setiap hasil kerja yang aku lakukan." Aira menautkan kedua jemarinya di atas pangkuannya.
"Dan bisa jadi mereka hanya akan menganggap jika aku bekerja di perusahaan, untuk main-main dan memuaskan egoku. Mereka juga akan beranggapan, jika aku berada di posisi itu karena hanya mengandalkan koneksi untuk mendapatkan jabatan yang aku inginkan." Aira menyampaikan apa yang ia pikirkan.
"Seriously?" Brian mengangkat sebelah alisnya disertai dengan gelengan kepala.
"Jabatan manager dalam 4 tahun ini?" Ia kembali memandangi Aira seolah wanita itu memiliki tanduk sebagai kelainan di atas wajahnya.
"Tidak semua orang bisa berpikiran terbuka Brian." Aira tersenyum melihat Brian yang tidak percaya dengan alasannya.
"Karena itu aku meminta papa untuk tidak mempublikasikan bahwa aku adalah putri bungsunya hingga tahun depan." Aira menjelaskan.
"Maksudnya tahun depan?" Tatapan Brian seketika menyipit mendengar ucapan itu.
"Aku berjanji kepada Papa. Setelah 5 tahun bekerja di perusahaan Santoso, maka aku akan membiarkan papa untuk mempublikasikan dan memberitahukan bahwa aku adalah putrinya. Karena dalam 5 tahun, hasil kinerjaku akan diakui oleh perusahaan ini bukan?"
Ucapan Aira membuat Brian mengerti dengan maksud wanita ini. Memang akan sangat banyak tantangan dan ejekan yang akan ia terima, jika ia menyandingkan nama keluarganya.
Tapi ia juga merasa bangga dengan pencapaian Aira. Keinginan wanita itu untuk dikenal secara personal atas hasil kerja kerasnya membuat Aira menutupi keistimewaan yang ia miliki.
"Dan sampai kapan aku baru bisa mengumumkan pernikahan kita?" Brian kembali bertanya soal status mereka.
"Brian. Aku tidak tahu apakah pernikahan ini akan bertahan atau tidak. Tapi akan jauh lebih mudah bagi kita, jika untuk saat ini kita tidak membicarakan masalah ini." Aira telah sampai pada pemikiran ini.
"Bisakah kita membiarkan ini semua berjalan dengan sendirinya?" Ia melirik lelaki itu, meminta pendapat Brian.
Aira hanya berharap agar lelaki itu tidak merasa keberatan untuk saat ini.
"Aku tidak memiliki perasaan apapun kepadamu. Dan aku masih memerlukan waktu untuk menerima pernikahan ini. Jadi jangan terlalu memaksaku untuk memikirkan ini, bisa bukan?" Ia memandangi Brian dengan sedikit memelas. Aira hanya berharap agar lelaki itu mau menyetujui perkataannya.
"Baiklah." Brian akhirnya memilih mengalah.
Toh ia punya waktu seumur hidup untuk meyakinkan Aira soal pernikahan mereka. Dan jika wanita itu ingin membiarkan semuanya berjalan dengan sendirinya, Brian tidak akan melarang.
Namun yang pasti, Brian akan tetap melakukan kewajibannya sebagai seorang suami.
"Sebaiknya kamu tidur karena besok kita akan mulai bekerja di kantor." Brian mengulurkan tangan dan mengelus Puncak kepala Aira.
"Baiklah kamu juga harus tidur, karena pekerjaanmu sebagai seorang CEO jauh lebih banyak daripada pekerjaanku."
Ucapan Aira yang mengingatkan Brain membuat lelaki itu mengangguk. Karena itu ia merebahkan tubuhnya di sebelah Aira yang telah berbaring lebih dulu.
Sedikit tidak suka dengan keberadaan guling yang berada diantara tubuh mereka. Brian dengan cepat melemparkan guling itu dan mendarat di ujung kamar.
"Aku tidak suka tempat tidur yang sempit dan keberadaan guling itu tentu saja mempersempit ranjang ini." Ia bersuara saat melihat tatapan tajam. Brian terlihat tidak bisa dibantah kali ini.
"Apa aku harus tidur di sofa?"
Pertanyaan Aira membuat Brian semakin kesal.
"Jika kamu mencoba tidur di sofa, maka aku akan mengambil hakku malam ini!" Ucapan Brian membuat Aira terdiam.
"Apa kamu bisa memberikan hakku sekarang?" Brian menuntut jawaban dari wanita itu.
"Tidak. Aku belum siap untuk itu."
Jawaban lemah yang diberikan oleh Aira benar-benar membuat Brian merasa puas. Dengan begini Aira tidak akan mencoba tidur di sofa sendirian.
Mereka akan tidur layaknya sepasang suami istri di atas ranjang ini. Brian lebih menyukai itu, meskipun ia harus menahan diri setiap malam karena melihat posisi tidur Aira yang sering membuatnya menelan ludah.
Tapi paling tidak, ia bisa memeluk wanita itu sepanjang malam dan membuatnya tertidur dengan nyenyak. Bukankah itu sudah lebih dari cukup untuk saat ini?
Brian percaya, jika ia bisa membuat Aira nyaman dan jatuh cinta kepadanya kelak.
...........................