🌹🌹🌹🌹
Karena ingin terlepas dari jerat kemiskinan, Sena dan Felli memutuskan untuk menjual kesucianya. Melewati 1 malam penuh Dosa.
"Fel, pokoknya aku mau yang seperti Om Rudi, walaupun sudah tua tapi masih terlihat tampan," pinta Sena sang adik sepupu.
Felli terkekeh.
"Ada yang mau menggunakan jasamu saja sudah untung, hahaha," akhirnya Felli tertawa terbahak.
21+
✍🏻 revisi typo 💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MY SUGAR 34 - Hanya Akan Menunggu
Jam setengah 4 sore, Sena sudah kembali di apartemen. Tujuanya kini hanya satu, mengemasi semua barang-barang miliknya dan segera pulang ke Palembang.
Dengan pikirannya yang kosong, Sena mulai berkemas. Ia yakin betul jika saat ini Hanan sedang menemani sang istri, seraya memeluk anak mereka yang baru lahir dengan sayang.
Ah membayangkan itu Sena hanya bisa tersenyum getir. Entahlah mana yang harus ia percaya, tentang Lora versi Hanan atau Hanan versi Lora. Andaikan saja sejak awal ia tahu jika Hanan sudah menikah, ia tidak akan menerima tawaran untuk menjadi sugar baby dan berakhir dalam keadaan seperti ini.
Cintanya sudah terlanjur dalam.
"Jahat," gumam Sena yang hanya didengar oleh telinganya sendiri, karena julukan jahat itu memang ia tunjukkan pada dirinya sendiri.
Ceklek!
Pintu kamar terbuka, seketika Sena menoleh dan melihat Hanan datang dengan napas terengah. Seolah ia baru saja berlari.
Sesaat tatapan keduanya terkunci, sebelum Sena memalingkan wajah dan Hanan melangkah mendekat.
Aneh memang, namun hati Sena tetap bergetar kala melihat pria yang sudah menyakitinya berkali-kali ini.
Hanan duduk disisi ranjang dan memperhatikan Sena yang duduk diatas karpet tebal, menyusun beberapa bajunya untuk dimasukkan ke dalam koper.
"Bisakah kamu tetap tinggal? biar aku yang pergi," ucap Hanan memecah keheningan.
Kini, hubungan mereka terasa begitu dingin.
"Tidak, aku akan tetap pulang," jawab Sena acuh, tak sedikitpun menoleh pada Hanan. Tak ada kehangatan, tak ada pula manjanya yang menggemaskan.
Sejenak Hanan hanya terdiam, berpikir harus bagaimana. Namun cukup lama berpikir, ia tetap tak menemukan jawaban apapun.
Akhirnya Hanan turun dan memeluk Sena dari arah belakang, mencoba menenangkan hatinya yang sedang bergemuruh hebat. Saat ini ia benar-benar membutuhkan pelukan Sena. Apalagi ketika teringat, tangisan bayinya di rumah sakit tadi saat ia pergi, Hanan benar-benar lemah.
Sena bergeming, tak ada pula ada niat untuk melerai.
"Apa ada sesuatu yang terjadi dengan kedua orang tuamu?" tanya Hanan tanpa melepaskan pelukan itu.
"Iya, bapak sakit," jawab Sena dingin, bahkan tangannya masih terus bergerak memasukkan baju ke dalam koper, tak peduli pada lengan yang melingkar penuh di perutnya.
"Kalau begitu pergilah, tapi jangan seperti ini. Jangan pergi dalam keadaan marah. Bukankah aku sudah menjelaskan semuanya tentang hubunganku dengan Lora," ucap Hanan, ia melerai pelukan dan memaksa Sena untuk menatap kearahnya.
Hingga tatapan keduanya kembali bertemu.
"Tidak bisakah kamu merasakan ketulusanku Sen?"
"Apa pentingnya ketulusan Om? jika hubungan kita ini menyakiti banyak orang. Bukan hanya istri dan anak Om, bayangkan jika mamak dan bapakku tahu bagaimana? untuk bisa menikah aku harus membuat orang lain bercerai dulu."
"Sebelum bertemu denganmu, aku memang ingin mencerailan Lora," jawab Hanan cepat.
"Harusnya Om selesaikan dulu urusan itu, baru berhubungan denganku. Atau setidaknya tetap jadikan aku sebagai pemuas nafsuu tanpa bawa-bawa nama cinta."
"Ini semua diluar kendaliku Sen."
Keduanya terus berdebat tanpa henti, namun tetap saja tak menemukan titik terang.
"Sudahlah Om, kita akhiri saja semuanya. Kasihan anak Om yang baru lahir jika ayah dan ibunya berpisah," ucap Sena sendu.
Akan lebih kasihan lagi, jika anakku terus bersama Lora. Balas Hanan di dalam hati.
"Percayalah padaku Sen, sekali ini saja. Semua yang aku lakukan, adalah yang terbaik untuk anakku dan juga untukmu," jelas Hanan meyakinkan sekali lagi. Ia cukup memahami, kenapa Sena jadi sekeras kepala ini.
Pelan, Sena menggeleng.
Dan mendapati jawaban itu, Hanan langsung menahan tengkuk Sena dan manjatuhkan ciumannya, ia mencium bibir ranum sang kekasih dengan paksa. Hanan bahkan terus melumaatnya meski Sena tak membalas.
Hingga entah didetik keberapa, mulut Sena mulai terbuka dengan sendirinya. Ia bahkan menutup matanya dan mencari jawaban dari ciuman itu.
Seolah menutup akal sehat, nyatanya Sena pun masih menginginkan Hanan. Cintanya tak berkurang walau sedikitpun setelah semua yang terjadi, setelah rambutnya dijambak habis-habisan oleh Lora.
Mendapati balasan Sena, Hanan tersenyum kecil diantara ciumannya itu, ia makin mengeratkan dekapannya.
Cukup lama keduanya bepaut, seolah menepis semua perdebatan yang sedari tadi menyelimuti hubungan mereka.
Kehangatan yang kembali menjalar diantara keduanya.
"Kamu jahat Om," desis Sena setelah ciumannya terlepas. Dahi keduanya menyatu dengan napas yang sama-sama memburu.
"Ya, aku jahat. Karena itulah aku tidak akan melepaskanmu," jawab Hanan lalu kembali mencium bibir sang kekasih sekilas.
"Pulang besok pagi saja ya? aku akan mengantarmu."
Sena menggeleng, ia sudah tak bisa menunda lagi. "Tidak Om, aku akan tetap pulang malam ini. Aku bisa pulang sendiri."
"Baiklah, malam ini kita pulang. Aku akan tetap mengantarmu."
"Tidak usah Om."
"Menurutlah Sen."
"Bagaimana dengan_"
"Anakku baik-baik saja," potong Hanan cepat.
Tak ingin menyiakan-nyiakan waktu yang tersisa, Hanan kembali meraup bibir Sena, bahkan kini iapun menelusupkan lidahnya masuk.
Mereka hanya berciuman, namun seolah menghancurkan semua pembatas yang sedari tadi membentang.
"Panggil aku sayang?" pinta Hanan.
Tersenyum kecil, Sena menggeleng.
"Tidak mau," jawabnya seraya memalingkan wajah, menyembunyikan kedua pipinya yang sudah merona.
"Aku mencintaimu Sen," bisik Hanan tepat ditelinga sang kekasih.
Seperti orang yang begitu egois, Sena pun membalas ucapan cinta itu. Lalu memeluk kekasihnya erat.
Kini ia hanya akan menunggu, Hanan menepati semua janji-janjinya.
"Bagaimana dengan anak Om nanti?" tanya Sena sekali lagi, hatinya masih saja belum merasa tenang ketika mengingat nasib anak itu.
"Maukah kamu merawatnya?" tanya Hanan sungguh-sungguh, dan mendengar pertanyaam itu Sena mendongak, menatap mata sang kekasih yang juga menatapnya lekat.
Dapat dilihat jelas oleh Sena, kesedihan yang bersarang dimata Hanan, ketika berbicara tentang anaknya.
"Sebagai ibu sambung," ucap Hanan lagi, dan Sena langsung mengangguk.
Sena bahkan mengangkat tubuhnya dan mencium lebih dulu bibir Hanan, ia bahkan bergerak untuk duduk dipangkuan sang kekasih. Menciumnya dalam dan memeluknya erat, diatas karpet tebal itu.
Kata Hanan, pernikahan mereka hanyalah sebuah jebakan. Lora bukanlah wanita yang dicintainya, bahkan ibu Mariam pun tahu aka hal itu. Hanan mengatakan, ia akan tetap menerima sang anak, tapi tetap akan menceraikan Lora.
Sena, mencoba percaya itu.
Sekali lagi ia mempercayai Hanan dan menggantungkan hidupnya pada laki-laki ini.
"Aku mencintaimu sayang," desis Sena setelah melepas ciumannya, ia tak sanggup melihat wajah sendu sang kekasih. Dan apapun akan Sena lakukan untuk membuat Hanan kembali tersenyum.
Sebelum mereka keluar dari dalam apartemen itu, keduanya kembali menyatu. Seolah meyakinkan satu sama lain, jika mereka tidak akan saling meninggalkan.
Hingga waktunya tiba, mereka akan kembali bersama.
pdhl.mau baca gmn respon sanaf manta istrinya nikah lagi..sama.brondong pula😌
bonchap dong🤧
lagiam lu ngaku nadia ttp jadi istri lu karma 15 thn kemudian lu udah tuirr, miskin lagi. cw mana yg mau😏