PENJARA CINTA Untuk STELLA

Stella tersenyum, baginya ini adalah perayaan ulang tahun paling indah dalam hidupnya. Juan adalah pria yang baru ia kenal. Namun, pria ini bisa membuatnya berbunga-bunga. Membuatnya seperti seorang ratu. Juan begitu memahami dirinya. Memahami apa yang ia butuhkan.

Mata Stella masih menatap intens pada kembang api yang Juan persembahkan untuknya. Wanita ini merasa sangat excited. Senyumnya terus merekah, meski terselip rasa haru di sana. Dalam senyum itu, Stella menahan tangis. Hatinya seperti teremas oleh sesuatu yang seharusnya tak ia dapatkan. Berkali-kali Stella merasa tak percaya bahwa ia akan mendapatkan kejutan yang seindah ini, semanis ini dan sebahagia ini.

Sejak sang mantan suami menjatuhkan talak, mengembalikan dirinya pada keluarga, Stella tak berani bermimpi. Tak berani menatap masa depan. Apa lagi punya bayangan akan mendapatkaka kejutan seperti ini. Kejutan yang mampu membawanya kembali pada kebahagiaan. Berani bermimpi masih hidup saja tidak.

"Jangan menangis istriku, kamu berhak bahagia. Heemm," ucap Juan sembari memeluk pundak sang istri.

"Kamu berlebihan, Juan." Stella menaruh kepalanya di dada sang suami. Ingin sebenarnya menaruh kepalanya di pundak Juan, namun tinggi mereka masih terasa jauh. Stella harus menjinjitkan kakinya jika ingin mencapai puncak Juan.

Juan menerima kepala itu dengan senang hati. Mengelus rambut Stella dengan penuh kasih sayang.

"Aku sudah bilang, kamu berhak bahagia, Ste. Kamu dan bayi kita berhak mendapatkan kebahagiaan." Juan kembali mengelus rambut panjang sang istri dan dia juga berani memeluk erat sang wanita pemilik utuh hatinya ini.

Stella masih belum berani membalas pelukan hangat itu, namun ia sangat bahagia. Hatinya terasa sangat nyaman. Sangat-sangat nyaman.

"Juan!" Stella mengangkat kepalanya.

Juan menatap wajah ayu itu.

"Bolehkah aku bermalam di sini?" tanya Stella.

"Tentu saja, Ste. Apapun yang kamu inginkan. Jika aku bisa pasti aku penuhi." Juan kembali mengeratkan pelukannya.

"Kamu membuatku tersanjung, Juan." Stella memejamkan matanya.

"Harus berapa kali kubilang, Ste? Kamu dan bayi kita berhak bahagia," jawab Juan seraya menatap mata indah sang pemilik hati.

Stella tersenyum dan kembali pengaruh kepala di dada Juan.

Kembang api masih menyala. Bersaut-sautan ... seolah sedang bernyanyi untuk Stella. Membawakan cahaya berwarna-warni. Seperti menggambarkan suasana hati dia insan yang kini sedang merasakan kedamaian bersama.

"Apakah aku cantik, Juan?" tanya Stella tiba-tiba.

"Cantik! Kamu manis, menggemaskan. Makanya aku suka meledekmu," jawab Juan sembari mengeratkan pelukannya lagi.

"Kamu jahat, Juan." Stella mengangkat wajahnya dan memberikan senyuman manis untuk pria tampan ini.

"Sudah kubilang kalau aku akan lebih jahat jika kamu nggak nurut sama aku," jawab pria ini, arogan seperti biasa.

"Juan! "

"Heemmm."

"Sekali lagi terima kasih. Terima kasih untuk semuanya ya." Stella merapikan rambutnya sendiri.

"Kembali kasih, yuk duduk. Aku nggak mau kamu kecapean Ste!" ajak Juan sambil mengandeng tangan wanita cantik ini mengajaknya duduk di meja makan ruangan itu.

"Pokoknya aku nggak mau pulang malam ini. Aku mau di sini! " pintar Stella lagi.

"Tentu saja, kamu boleh menghabiskan malammu di sini. Sesukamu." Juan tersenyum tampan.

"Tapi bagaimana jika kariyawanmu melihatku, besok?" tanya Stella.

"Tenang aja, nggak apa-apa. Mereka kan juga udah ada yang tahu kalau bos mereka udah nggak bujang lagi," jawab Juan serius.

"Apa kamu nggak malu, istri bos masak begini penampilannya?" Stella memanyunkan bibirnya.

"Kamu cantik Stella, mau pakek apapun, kamu tetap cantik. Percayalah! tapi kalau kamu nggak mau terlihat oleh mereka, kamu bisa pakai masker dan jaket ini," jawab Juan memberi ide.

"Baiklah!" Stella tak ingin kehilangan moment berharga ini. Ia tak ingin apa-apa lagi. Ia hanya ingin menghabiskan malam ini, berdua saja, bersama sang suami seorang.

Kejutan yang Juan berikan tak sampai di situ. Beberapa menit kemudian beberapa yang Juan beri tugas pun datang. Membawakan sebuah kue tart, dengan hiasan bunga mawar putih kesukaan sang istri. Sebuah kado berisi kalung emas berleontin hati berwarna ungu, sesuai warna kesukaan Stella, dan yang tak ia lupa adalah semangkok es krim rasa vanilla. Seperti apa yang Stella minta di mobil tadi.

Stella kembali tersenyum haru. Kali ini ia tak bisa menyembunyikan air matanya. Air mata haru itu menetes begitu saja. Stella sampai tak bisa berkata apapun. Sangking bahagianya.

"Kalian boleh pergi!" perintah Juan pada beberapa orang yang membantunya membawakan hadiah kejutan untuk sang istri. Mereka pun pergi setelah mendapatkan tips dari Juan.

"Juan." Stella menatap Juan dengan tatapan teduh. Mulutnya serasa tak bisa berucap, tapi ia ingin tetap berucap.

"Apa!" Juan mengelus pipi Stella.

"Makasih untuk semuanya. Aku nggak tahu harus bagaimana membalas kebaikanmu," ucap Stella seraya menghapus air matanya.

"Kembali kasih, Ste. Jujur aku juga seneng kok bisa ngeliat kamu seneng. Udah jangan nangis terus. Nanti cantiknya hilang loh," canda Juan seraya ikut menghapus air mata di pipi Stella.

Kali ini Stella tak bisa berkata apapun lagi. Juan sukses membuatnya terharu. Membuatnya melambung tinggi. Sukses membuatnya seperti seorang ratu yang dimanjakan oleh sang raja. Sukses membuatnya kembali bangkit untuk menatap masa depan. Masa depan yang indah tentunya. Bersama buah hatinya dan kalau boleh serakah, Stella ingin hidup lebih lama bersama Juan.

Bersambung.....