Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34 fakta baru
Hari yang mulanya cerah kini tiba tiba berubah jadi mendung bagi Nara. Tubuhnya sedikit gemetaran saat Ibu Suri menghampirinya.
Bukan karena ia takut jika Ibu Suri itu akan melukainya, tapi ia takut jika bayinyalah sasaran dari kemarahan Ibu Suri itu nantinya.
Bu Ida yang melihat ada wanita yang masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi, lalu melihat Nara yang ketakutan pun mengerti. Jika wanita ini adalah Mama dari suami Nara.
"Tenanglah sayang, jangan takut, ada Ibu disini, dia tidak akan bisa macam macam disini, kendalikan hati dan emosimu sayang."
Bu Ida memeluk tubuh Nara dari samping dan mengusap ngusap bahunya. Berusaha menenangkan Nara yang terlihat sudah pucat pasi wajahnya.
"Ibu,,,aku takut dia melukai bayiku, dia tak menginginkan kehadiran anak ini."
Bisik Nara pada Bu Ida yang tak terdengar oleh Ibu Suri.
"*Tenanglah sayang, ada Ibu dan Rama, kami akan melindungimu."
"Tapi darimana dia tahu Nara di sini Ibu*,,,"
Nara semakin gemetaran karena jarak mereka semakin dekat, dan ia tak berani mendongakkan wajahnya yang sedari tadi hanya menunduk setelah tahu jika yang berdiri di pintu itu adalah Mama Raffi, Nyonya Lia Aditama.
"Mungkin ini berhubungan dengan Rama, sayang,, dan Ibu baru sadar jika wajah Rama dan Raffi memang sama, apa mungkin mereka saudara kembar."
Mendengar penuturan Bu Ida, Nara pun terkejut, apa mungkin itu benar, dan Ibu Suri datang untuk mengambil anaknya dari tangan Bu Ida, jika benar maka ia bisa merasakan kehancuran hati seorang ibu yang ditinggal anaknya nanti.
Nara pun menggenggam erat tangan Bu Ida, " Ibu yang sabar dan kuat, jika benar itu kenyataannya. Jangan pernah menyerah Ibu, ku yakin Mas Rama tak akan meninggalkan Ibu."
Bu Ida yang mengerti akan arah pembicaraan Nara hanya tersenyum tipis, sambil mencium kening Nara.
"Ibu ikhlas sayang, dengan apa yang akan terjadi nantinya, karena kenyataan memang tak selalu manis, tapi Ibu bersyukur pernah di beri kepercayaan untuk merawat Rama."
Nara memandang lekat pada Bu Ida, sungguh mulia hati Bu Ida, yang membuat mata Nara berkaca kaca dengan senyum yang sedikit di paksakan ia pun mengangguk, pertanda mengerti akan maksud ucapan Bu Ida.
Bu Ida pun membelai lembut rambut Nara, serta menyelipkan sebagian rambutnya yang menutupi wajah Nara ke belakang telinganya.
"Kamu harus kuat menghadapi wanita seperti dia, jangan pernah takut hingga ia bisa menginjak injakmu lagi."
Bisik Bu Ida pelan sambil membenahi rambut Nara. Yang dibalas anggukan oleh Nara. Sekarang ia sadar, bahwa dia memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan dulu, yaitu anak dalam kandungannya sekarang.
Langkah kaki Nyonya Lia semakin mendekat, dan kini ketiganya saling bertatap muka. Nampak ketegangan diantara mereka. Namun Bu Ida berusaha untuk mencairkan suasana yang terasa menyesak di dada ketiganya.
"Maaf Nyonya, ada kepentingan apa anda datang ke rumah saya, silahkan duduk, maaf kalau tempatnya tak membuat anda nyaman nantinya."
Tanya Bu Ida sambil mempersilahkan Bu Suri untuk duduk di kursi dengan isyarat tangan nya.
"Terima kasih, tak perlu repot dan sungkan Bu Ida, saya hanya ingin bertemu dengan putra saya, bolehkan saya menemuinya?"
Tutur Ibu Suri ramah sambil duduk di kursi depan Bu Ida dan Nara. Membuat kedua wanita ini pun terpana tak percaya dengan apa yang mereka lihat.
"Maaf Nyonya, saya tidak mengerti dengan yang Nyonya maksud, disini tidak ada putra Nyonya. Mungkin informasi yang anda peroleh itu salah, karena disini hanya ada putra dan putri saya."
Dengan senyum yang ramah Bu Ida mencoba bersikap sewajarnya saja. Meski hatinya takut jika harus berpisah dengan Rama. Karena bagaimana pun juga dia lemah secara hukum, jika Mama Raffi menempuh jalur hukum.
"Bolehkah saya melihat putra anda?"
Lanjut Ibu Suri yang kini sudah menatap tajam ke arah Nara. Seolah olah ingin sekali mencabik cabik tubuh wanita yang ada di hadapannya sekarang. Dan itu bisa ditangkap oleh Nara juga Bu Ida.
"Putra saya sedang bekerja, mungkin sebentar lagi dia akan pulang, silahkan Nyonya menunggunya jika tidak keberatan."
Tutur Bu Ida lembut sambil memandang kearah Nara yang kini masih terdiam seribu bahasa. Dan tak memandang kearah Nyonya Lia sama sekali.
"Apa hubungan wanita ini dengan keluarga Ibu?"
Sontak pertanyaan itu membuat Nara dan Bu Ida terkejut. Lalu menatap ke arah Ibu Suri bersamaan.
Dengan senyum yang mengembang di bibirnya Bu Ida pun menjawab," oh,,, ini menantu saya, istri dari putra saya Rama, dan mereka akan segera dikaruniai keturunan, dan saya akan segera menjadi seorang nenek nantinya. Saya sudah tak sabar menunggu hari itu tiba."
Nara yang mendengar penuturan Bu Ida pun membelalakkan matanya, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Ibu,,, apa maksud perkataan Ibu, saya dan Mas Rama tid,,,"
Ucapan Nara pun terhenti saat Bu Ida menaruh telunjuknya di bibirnya. Membuat Nara terdiam dan memandang ke arah Bu Ida dengan penuh pertanyaan.
"Ibu tak perlu menutupi atau pun membela wanita licik ini, karena saya tahu semuanya. Ia telah menikah kontrak dan mengandung anak dari Raffi, kembaran putra Ibu. Dan sampai kapan pun, saya tidak akan memaafkan dia yang jadi penyebab kematian Raffi."
Nara pun terkejut dengan perkataan Ibu Suri, dengan tatapan tajam dan penuh tanya, ia memberanikan diri untuk mencari kebenaran dari ucapan Mama dari orang yang sangat dicintainya itu.
"Apa maksud Nyonya dengan saya sebagai penyebab kecelakaan Mas Raffi?"
Dengan nada sedikit bergetar menahan marah dan takutnya yang menguasai dirinya sekarang.
"Dasar j*l* ng sialan, kalau bukan karena ia khawatir dengan keadaanmu setelah terjatuh dari tangga, ia tak akan nekat pulang dalam cuaca yang tidak mungkin untuk melakukan penerbangan, dan dia tak akan mengalami kecelakaan itu hingga harus kehilangan nyawanya. Dasar wanita pembawa sial, kalau bukan karena anak yang kau kandung, dengan tanganku sendiri pasti sudah menghabisimu."
Amarah Nyonya Lia mulai tidak terkontrol. Ia pun berdiri dan langsung menyambar rambut Nara hingga tertarik ke arahnya. Lalu mendorong tubuh Nara hingga terhempas ke lantai dan membentur kursi di bagian perutnya.
Namun Nara hanya terdiam tak merasakan sakit yang tubuhnya derita. Air matanya terus mengalir mengetahui fakta bahwa dirinyalah yang jadi penyebab kematian Raffi.
"Itu tidak benar kan,,, itu pasti salah kan,,, bukan aku yang membuat Mas Raffi pergi,,, bukan aku,,,"
Tuturnya lirih dengan derai airmata, dadanya terasa sesak, pandangannya kabur, dan akhirnya tak sadarkan diri dengan darah yang sudah mengalir di selangkanya.
bersambung 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹