NovelToon NovelToon
Tears Of Loss

Tears Of Loss

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Duda / Cintapertama
Popularitas:815
Nilai: 5
Nama Author: HM_14

Setelah Lita putus asa mencari keberadaan Tian, suaminya yang tidak pulang tanpa kabar, Lita tidak tahu harus kemana dan bagaimana agar bisa mencukupi kebutuhan hidup karena tidak bisa bekerja dalam kondisi hamil, tetapi juga tidak bisa melihat anak sulungnya kelaparan.

Di ujung keputusasaan, Lita bertemu Adrian, pria yang sangat ia takuti karena rasa sakit dan kekecewaan di masa lalu hingga membuatnya tidak mau bertemu lagi. Tetapi, Adrian justru bahagia bisa bertemu kembali dengan wanita yang bertahun-tahun ia cari karena masih sangat mencintainya.

Adrian berharap pertemuan ini bisa membuat ia dan Lita kembali menjalin hubungan yang dulu berakhir tanpa sebab, sehingga ia memutuskan untuk mendekati Lita.

Namun, apa yang Adrian pikirkan ternyata tidak seindah dengan apa yang terjadi ketika mengetahui Lita sudah bersuami dan sedang mencari keberadaan suaminya.

"Lita, jika aku harus menjadi suami ke-duamu, aku akan lakukan, asalkan aku bisa tetap bersamamu," ucap Adrian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HM_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tinggal di rumah Adrian

"Tidak. Motor itu masih disimpan dengan baik oleh sopir keluargaku. Aku sudah melarangnya untuk tidak menggunakan motor itu."

"Baguslah," balas Adrian singkat.

Merasa pembahasan tentang pemotor yang mereka tabrak sudah selesai, Alicia langsung mengalihkan pembicaraan ke arah lain, yang juga sama seriusnya dengan pembahasan orang yang sudah mereka celakai.

"Mas Adrian, ada hal lain yang ingin aku bicarakan."

"Apa? Jika tentang Mamaku dan perceraian kita, aku tidak mau membahasnya."

"Bukan. Ini bukan tentang perceraian kita ataupun Tante Maya, tapi ini tentang kamu, Mas."

"Aku?" Kening Adrian berkerut heran.

"Iya kamu."

"Memangnya ada apa denganku?"

"Waktu itu kamu sempat bilang, bahwa kamu sedang menjalin hubungan dengan wanita lain. Aku yakin ucapan itu hanya kebohongan agar bisa menghindari keinginan tante Maya, 'kan?"

Andrian tersenyum kecut meremehkan pertanyaan Alicia. "Itu urusanku, tidak perlu kamu pikirkan." Adrian langsung beranjak bangun karena merasa tidak ada hal yang harus dibicarakan lagi.

Alicia dengan cepat menahan tangan Adrian agar tidak pergi. "Aku punya jalan keluar untuk masalahmu itu."

"Masalah?" Adrian menunjukkan ekspresi heran pada ucapan Alicia barusan. "Memangnya siapa yang menganggap kebohonganku itu masalah?"

"Mungkin sekarang menurutmu bukan masalah karena Tante Maya tidak menyuruhmu mengenalkan wanita itu, tapi nanti itu akan menjadi masalah jika kamu tidak mempersiapkan jalan keluar dari sekarang."

"Kenapa kamu bisa berpikir kebohonganku itu bisa menjadi masalah?"

"Karena aku yakin Tante Maya pasti akan menanyakan wanita itu untuk membuktikan ucapanmu."

"Sudah kubilang itu urusanku Kamu tidak usah memikirkan itu."

"Tapi aku punya jalan keluar untuk masalahmu itu."

Adrian sebenarnya tidak membutuhkan tawaran jalan keluar yang Alicia maksud, tapi ia penasaran dengan jalan keluar itu hingga ia bertanya, "Apa jalan keluarnya?"

"Temanku mempunyai teman wanita yang sering menjadi pacar sewaan seorang pria. Untuk menunjukkan kebenaran ucapanmu pada Tante Maya, tidak ada salahnya kamu menyewa teman dari temanku itu, agar Tante Maya bisa menerima perceraian kita."

"Ide gila," ucap Adrian sambi tersenyum kecut.

"Aku rasa itu jalan keluar terbaik untuk kita, Mas," ucap Alicia.

"Aku buka tipe pria yang dengan mudah berinteraksi dengan wanita, jadi ide konyolmu itu akan menjadi masalah untuk diriku sendiri."

"Tidak ada salahnya kamu keluar dari zona nyamanmu untuk sesaat."

"Pembahasan ini hanya membuang waktuku." Adrian langsung beranjak dari kursi.

"Mas, kamu bisa mencobanya dulu."

Namun, Adrian mengabaikan perkataan Alicia yang menurutnya sangat konyol dan akan menambah masalah.

"CK!" Alicia berdesis kesal pada sikap Adrian.

••••••

Pagi ini Lita sedang membereskan beberapa pakaiannya dan Dava yang baru Adrian belikan. Ia bersiap-siap untuk pulang karena lukanya sudah tidak terlalu sakit.

Kedua tangan Lita memang membereskan pakaian, tapi matanya melamun dan kepalanya terus memikirkan akan ke mana ia pulang sedangkan semua harta bendanya sudah habis terbakar.

Tok ... Tok ....

Lita langsung menoleh ke arah pintu untuk melihat siapa yang masuk.

"Sudah siap?" tanya Adrian sambil menghampiri Lita dengan Dava digendongnya.

Lita langsung tersenyum meskipun bibirnya enggan tersenyum lalu mengangguk mengiyakan pertanyaan Adrian.

Adrian memahami senyum Lita yang seperti ada beban dibalik senyum itu hingga ia bertanya. "Ada apa?"

"Ada apa, apanya?" Lita balik bertanya heran.

"Kenapa senyummu seperti itu? Apa yang sedang kamu pikirkan?"

"Tidak ada apa-apa."

"Jangan berbohong. Aku sangat mengenali senyumanmu. Apa yang sedang kamu pikirkan?"

Kita terpaksa mengatakan perasaan hatinya karena ia yakin menjawab dengan kebohongan Adrian akan terus menuntut jawaban jujurnya.

"Aku sedang memikirkan aku dan Dava harus pulang ke mana?"

"Ish, kenapa aku bisa lupa mengatakan hal itu?" gumam Adrian pelan lalu kembali bicara. "Untuk sementara ini kamu dan Dava tinggal saja dulu di rumahku, nanti setelah aku memiliki cukup uang, aku akan menyewakan rumah untuk kamu dan Dava tinggal."

"Tidak, tidak." Lita langsung menggeleng cepat "Aku tidak mau tinggal di rumah Tuan."

"Kenapa?"

"Aku tidak mau bertemu Nyonya Maya dan Tuan Bertrand."

"Aku bilang tinggal di rumahku bukan di rumah kedua orang tuaku."

"Sama saja, karena jarak dari rumah Tuan ke rumah nyonya Maya dan Tuan Bertrand hanya beberapa blok saja."

Adrian langsung mengerutkan kening keheranan. "Kamu sudah tahu rumahku?"

Lita langsung meralat ucapannya. "Ti—tidak. A—aku tidak tahu rumah Tuan di mana," jawabnya gugup.

"Lalu kamu tahu dari mana rumahku dan rumah kedua orang tuaku hanya berbeda beberapa blok saja?"

Lita diam sejenak memikirkan jawaban yang masuk akal "Aku tahu dari Dava yang mengatakan pernah diajak ke rumah Tuan."

Adrian mengangguk menerima jawaban Lita.

Lita tidak mau Adrian tahu ia sudah tahu rumahnya karena pasti Adrian akan menyalakan dirinya tentang keberadaan Dava yang tidak ia beritahu sejak dulu.

"Ayo, Om," ajak Dava karena sudah tidak sabar ingin ke rumah Adrian.

"Ok." Adrian langsung mengulurkan tangan untuk mengambil tas yang ada di dekat kaki Lita.

Lita dengan cepat mencegah tangan Adrian memegang tas karena tidak mau pulang ke rumahnya. "Aku tidak mau pulang ke rumah Tuan."

"Kenapa lagi?"

"Aku tidak mau merepotkan Tuan."

"Jika mengajakmu tinggal di rumahku merepotkan, aku juga tidak akan mengajakmu tinggal di rumahku."

"Pokoknya aku tetap tidak mau," tolak Lita tegas.

Tapi Adrian tidak takut sedikitpun dengan ketegasan Lita. Yang ada ia malah tersenyum melihat wajah marah yang tidak menakutkan sama sekali.

"Lalu jika tidak pulang ke rumahku kamu mau pulang ke mana? Ke rumahmu yang sudah hangus? Memangnya kamu mau tidur dengan arang dan barang-barang yang sudah hangus?"

Lita kembali diam memikirkan jawaban yang bisa Adrian terima. "Begini saja, aku meminjam uang Tuan untuk menyewa rumah kecil. Nanti beberapa bulan setelah melahirkan, aku akan mencari pekerjaan dan sebagian gajiku, aku berikan kepada Tuan sebagai cicilan."

Adrian tersenyum kecut mendengar ide Lita yang ia rasa sangat konyol, bahkan bodoh, "Lalu kamu mau ke manakan bayimu dan Dava? Mau kamu titipkan ke mana mereka selama kamu bekerja?"

"Itu bisa aku pikirkan nanti."

"Aku aku tidak bisa meminjamkan uang padamu."

"Kenapa?" Lita langsung memasang wajah merengek.

"Bukankah tadi aku bilang bahwa aku tidak punya uang. Nanti jika aku punya uang, aku akan menyewakan rumah untukmu tanpa perlu kamu bayar."

"Tidak mungkin Tuan tidak punya uang. Aku pernah bertahun-tahun tinggal di rumah Tuan, aku tidak pernah mendengar Tuan tidak punya uang. Yang ada dulu Tuan sering memberi uang padaku, sedangkan dulu Tuan belum resmi menjadi dokter. Jadi, tidak mungkin sekarang Tuan tidak punya uang untuk menyewa rumah."

"Aku memang punya uang, tapi jika untuk menyewa rumah, uangku tidak ada."

"Bagaimana jika nanti suamiku pulang lalu dia mencariku?"

"Besok atau lusa kamu datang ke rumahmu lalu berikan kartu namaku pada tetanggamu dan katakan padanya kamu tinggal di alamat ini."

"Yang ada suamiku akan berpikir buruk aku tinggal di rumah monster sepertimu."

"Kenapa berpikir buruk? Apa dia takut kamu terpesona denganku? Memangnya aku terlalu tampan sampai dia takut aku merebutmu dari dia?"

Lita langsung mencibikan satu sudut bibirnya menunjukkan ekspresi sebal.

"Mama, ayo ke rumah Om Adrian." ajak Dava lagi karena sebal mendengar perdebatan kedua orang dewasa di dekatnya.

"Kita tidak akan ke rumah monster ini, Dava!" ucap Lita kesal hingga kembali memanggil Adrian dengan sebutan Monster.

"Kenapa, Ma?" Dava bertanya sambil memandangi wajah cemberut.

"Karena di sana banyak monster seperti dia."

"Tidak, Ma, di rumah Om Adrian tidak ada monster."

"Sekarang memang tidak ada, tapi begitu kita datang ke sana, monster-monster menyebalkan akan berdatangan."

Adrian malah tersenyum meskipun Lita sedang menjelekkan dirinya. "Sudah, kita hanya akan membuang waktu terus bicara di sini. Sedangkan siang nanti aku harus praktik lagi." Adrian langsung bergerak cepat mengambil tas agar tidak bisa dicegah Lita lagi.

Lita hanya bisa menghentakkan kaki ke lantai beberapa kali karena kesal tapi tidak bisa membantah.

"CK! Bagaimana ini?" ucapnya sebal sekaligus bingung.

Mau tidak mau Lita melangkah menyusul Adrian dan Daffa.

•••••

Lita masih memasang wajah cemberut meskipun mobil Adrian sudah tiba di garasinya.

Adrian malah tersenyum melihat wajah cemberut Lita dari spion. "Kenapa aku selalu tergoda dengan bibir itu jika dia sedang cemberut?" batin Adrian gemas.

Adrian mengalihkan tatapan pada Dava yang duduk di sampingnya. "Kita sudah sampai. Ayo turun," ajaknya sambil membuka sabuk pengaman yang melingkari Dava.

Dapat tersenyum girang lalu menoleh ke belakang untuk mengajak Lita. "Ayo, kita turun, Ma!"

Lita masih tetap memasang wajah cemberut meskipun Dava mengajak penuh keceriaan.

Adrian membuka sabuk pengaman lalu keluar mobil. Ia kemudian membuka pintu bagian belakang agar Lita bisa segera turun. "Ayo turun!" ajaknya.

Lita terpaksa turun dari mobil sambil menghentakkan kaki guna menunjukkan rasa kekesalannya.

Adrian tersenyum melihat ekspresi Lita lalu mengusap-usap gemas kepalanya. "Jangan terus-terusan menggodaku dengan wajah cemberut itu," ucapnya lalu mengitari mobil untuk menurunkan Dava.

Setelah ketiganya turun Dari mobil, Adrian langsung menuntun Dava masuk ke rumahnya, sedangkan Lita mengikuti dari belakang.

1
AcidFace
Tidak sabar lanjut baca
Hoa xương rồng
Serius, ceritanya bikin aku baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!