Winda Hapsari, seorang wanita cantik dan sukses, menjalin hubungan kasih dengan Johan Aditama selama dua tahun.
Sore itu, niatnya untuk memberikan kejutan pada Johan berubah menjadi hancur lebur saat ia memergoki Johan dan Revi berselingkuh di rumah kontrakan teman Johan.
Kejadian tersebut membuka mata Winda akan kepalsuan hubungannya dengan Johan dan Revi yang ternyata selama ini memanfaatkan kebaikannya.
Hancur dan patah hati, Winda bersumpah untuk bangkit dan tidak akan membiarkan pengkhianatan itu menghancurkannya.
Ternyata, takdir berpihak padanya. Ia bertemu dengan seorang laki-laki yang menawarkan pernikahan. Seorang pria yang selama ini tak pernah ia kenal, yang ternyata adalah kakak tiri Johan menawarkan bantuan untuknya membalas dendam.
Pernikahan ini bukan hanya membawa cinta dan kebahagiaan baru dalam hidupnya, tetapi juga menjadi medan pertarungan Winda.
Mampukah Winda meninggalkan luka masa lalunya dan menemukan cinta sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Sampai di dalam kamar Winda duduk seorang diri dengan tangan memegang ponsel. Ingin berangkat tidur seperti perintah suaminya, tetapi matanya yang terpejam malah kembali terbuka lebar. Hingga ia memilih berselancar di dunia maya, berharap kantuk segera tiba.
Postingan Revi muncul di beranda akun medsosnya. Tampak di sana Revi memamerkan perhiasan dan tas branded milik yang harganya pasti fantastis. Postingan itu terlihat seperti baru saja diupload beberapa menit yang lalu dan tampak si pemilik akun masih online. Namun, mata jeli Winda memicing. Barang-barang branded itu nampak seperti…
Praduga winda terhenti saat tiba-tiba saja ponselnya berdering, ada nama Revi di layar.
Mendengus kesal menyesal kenapa tak memblokir nomor sahabat penghianat itu. Ingin tidak mengangkatnya, tetapi malah nanti dikira takut atau merasa kalah. Akhirnya Winda menggeser ikon hijau.
“Hallo, sahabatku tersayang … Kok jam segini kamu masih online? Tidak bisa tidur ya?” terdengar Revi dengan suaranya yang ramah, tapi terkesan dibuat-buat dan lebih mengarah pada ejekan.
“Ada apa?” tanya Winda singkat. Malas sebenarnya meladeni. Ia sudah muak.
“Tidak apa-apa aku hanya ingin menyapamu saja dan ingin mengatakan, saat ini aku bahagia dengan Johan. Ya,,, walaupun dia tidak sekaya suamimu. Tapi sebentar lagi mungkin dia malah akan lebih kaya daripada suamimu itu.”
Winda memutar bola matanya malas. Bicara dengan Revi sama sekali tidak bermanfaat baginya. “Lalu?”
“Ya ampun Winda. Kenapa kamu terdengar kesal? Seharusnya senang, aku sebagai teman masih mengingatmu di saat aku bahagia.”
Mendengus kesal,.ingin sebenarnya segera mengakhiri panggilan. Namun, sisi hatinya masih penasaran. Apa tujuan Revi menelponnya. “Apa kamu menelponku hanya untuk itu?”
“Tentu saja tidak. Aku menelponmu untuk mengabarkan satu hal. Besok akan ada seseorang yang mengirim undangan padamu.”
Winda mengerutkan kening undangan undangan apa pikirnya. Tapi dia enggan bertanya. Toh tanpa bertanya Revi pasti akan nyerocos dengan sendirinya.
“Perusahaan Johan akan launching produk baru minggu depan. Kamu harus datang ya? Mana mungkin kamu tidak datang melihat kesuksesan kami? Kecuali kalau kamu merasa iri, atau takut suamimu tersaingi.”
Mata Winda membulat sempurna. Nyaris saja dia berteriak “Yes!!!” Tapi wanita itu segera menutup mulutnya. “Wah wah… Selamat, ya. Aku dan suamiku pasti datang. Tidak mungkin kan kami melewatkan acara yang pasti spektakuler. Terima kasih atas undangannya.”
Winda mematikan panggilan secara sepihak, tidak peduli jika Revi mengumpat di sebelah sana. Tertawa terbahak-bahak, bahkan berdiri melompat-lompat dan bergoyang di atas ranjang. Dia seperti baru saja menang lotre.
Lelah tertawa, wanita itu mengambil air di atas nakas guna membasahi tenggorokan. Kembali menatap ponselnya. Puas rasanya menertawakan Revi. Coba saja bisa tertawa di hadapannya langsung. Tapi dia masih harus menahannya kan? Belum waktunya. Revi terlihat angkuh, mana mungkin dia tega mematahkan semangatnya.
Ceklek…
Terdengar pintu terbuka membuat Winda menoleh. Tampak suaminya masuk dengan wajah lelah.
“Kenapa masih juga belum tidur? Ini sudah larut kenapa malah main HP?” tanya Ardan. Matanya menyipit menatap istrinya yang tampak berkeringat, seperti habis lari maraton. Apa yang baru saja dilakukan oleh istrinya? Kenapa nafasnya terengah-engah seperti itu?
“Sini deh, Mas!” Winda menepuk ruang kosong di sisi tempat dia duduk dengan wajah ceria, membuat Ardan melipat keningnya.
“Ada apa? Kamu kangen? Minta jatah?” pria itu mengedipkan mata genit.
“Dasar mesum,” ucap Winda sambil memukul dada pria yang kini sudah duduk di sampingnya. “Baru saja Revi menelponku.”
Ucapan Winda membuat Ardan menatapnya serius. Pria itu pun tampak antusias untuk mendengarkan. Sejenak kemudian tertawa lepas setelah Winda menceritakan pembicaraan dengan Revi dari awal sampai akhir.
“Wah wah wah… Tidak kusangka istriku ini pintar sekali menebak masa depan. Jadi benar mereka akan launching produk duluan?”
Winda terkekeh pelan lalu membuang udara dari dalam mulut. “Tentu saja mereka akan mendahului launching kita. Mereka ingin membuktikan bahwa diri mereka lebih unggul. Hal seperti ini sangat mudah ditebak.”
“Istriku memang pintar.” Ardan memberikan serangan di wajah istrinya sambil tertawa lebar.
Membalas serangan dari suaminya, Winda pun ikut tertawa. Mereka jadi membayangkan betapa bahagianya Johan dan Revi saat launching produk nanti. Bahkan mungkin mereka akan mengejek pihak Bagaskara yang terlihat seperti jalan di tempat dan tak jadi mengeluarkan produk. Biarlah menyenangkan lawan sesaat sebelum dipukul telak.
Konsep dan materi serta segala hal yang berhubungan dengan produk yang ingin mereka jual masih tersimpan pada Ardan. Hanya Winda, Asisten Denis, dan beberapa orang kepercayaan yang tahu. Tidak akan di siarkan sampai terungkap siapa para musuh dalam selimut. Setelah semua terungkap barulah mereka akan produksi dan siap bersaing dengan produk gagal milik mereka.
Ardan dan Winda menahan rasa penasaran. Mereka mencuri konsep produk yang gagal atau membuat yang sama persis.
*
*
*
Menjelang akhir pekan yang dinanti, Ardan dan Winda tidak langsung pulang ke rumah setelah dari perusahaan. Winda ingin membeli gaun baru khusus untuk menghadiri undangan dari Revi dan Johan. Ardan memutuskan untuk mengantarkan istrinya. Sekalian mereka ingin refreshing setelah penat berhari-hari berjibaku dengan masalah perusahaan.
Baru saja kakinya menginjak lantai butik ternama yang berada dalam sebuah mall besar, Winda menghentikan langkahnya membuat Ardan yang berada di sampingnya ikut berhenti.
“Ada apa, Sayang? Kenapa berhenti di sini?” Ardan menatap istrinya. Tampak wanita itu terpaku dengan pandangan lurus ke depan. Ardan pun mengikuti arah pandang istrinya. Di depan sana, Johan dan Revi sedang memilih sebuah gaun. Sepertinya mereka datang dengan tujuan yang sama.
“Kita cari butik lain saja!” Winda menarik tangan suaminya. Dia enggan berhadapan dengan para pengkhianat. Bukan karena masih memiliki perasaan, tetapi karena ia malas mendengar mulut Revi yang pasti akan menyombongkan segala sesuatu yang sesungguhnya adalah palsu.
“Baiklah, sesukamu saja.” Ardan pun berniat untuk mengajak istrinya pergi dari tempat itu.
“Winda…!”
Winda memejamkan matanya. Langkahnya terhenti. Sepertinya ia tidak bisa menghindar dari masalah. Karena baru saja ingin pergi dari tempat itu, ternyata Revi sudah melihat keberadaan mereka. Winda berbalik dan menyilangkan kedua tangan di depan dada.
“Kamu mau beli gaun juga?” Revi bertanya sok akrab. Winda memutar bola matanya malas. Kepalsuan Revi sungguh terlihat nyata.
“Kita pilih bareng-bareng bagaimana? Seleramu masih sama seperti yang dulu kan? Atau mau aku yang pilih kan? Sekalian aku yang bayar juga nggak papa.”
Ahh, tampaknya inilah tujuan Revi memanggilnya. Untuk menyombongkan diri. Tiba-tiba di kepala Winda terbersit satu ide. Sesekali minta ditraktir sama Revi nggak apa-apa kali ya? Bukankah selama ini dia yang selalu mentraktir Revi? Bahkan seluruh biaya hidup mantan sahabat penghianat itu.
Wajah Winda berbinar. Benar-benar tampak bahagia dengan tawaran Revi. “Serius? Kamu benar-benar mau traktir aku?”
Revi tampak gelagapan. Tadinya Ia hanya basa-basi karena di sana ada Ardan. Terlihat baik di mata Ardan tentu bisa menjadi sesuatu. Lagi pula biasanya juga Winda selalu menolak.
“Baiklah kalau kamu memaksa.” Tanpa menunggu jawaban dari Revi, Winda menarik tangan Ardan untuk diajaknya kembali masuk ke dalam butik. “Ayo, Sayang. Revi mau traktir aku loh.”
nama fans nya udah bisa di ganti tuhh..kali aja mau di ganti ArWa🤭 Ardan dan winda
mana mau winda mungut sampah yg sudah dibuang/Right Bah!/
🤔
kalo tuan bagaskara dan nyonya.. berasa terpisah