NovelToon NovelToon
Amorfati

Amorfati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Keluarga / Trauma masa lalu / Tamat
Popularitas:368
Nilai: 5
Nama Author: Kim Varesta

Amorfati sebuah kisah tragis tentang takdir, balas dendam, dan pengorbanan jiwa

Valora dihancurkan oleh orang yang seharusnya menjadi keluarga. Dinodai oleh sepupunya sendiri, kehilangan bayinya yang baru lahir karena ilmu hitam dari ibu sang pelaku. Namun dari reruntuhan luka, ia tidak hanya bertahan—ia berubah. Valora bersekutu dengan keluarganya dan keluarga kekasihnya untuk merencanakan pembalasan yang tak hanya berdarah, tapi juga melibatkan kekuatan gaib yang jauh lebih dalam dari dendam

Namun kenyataan lebih mengerikan terungkap jiwa sang anak tidak mati, melainkan dikurung oleh kekuatan hitam. Valora, yang menyimpan dua jiwa dalam tubuhnya, bertemu dengan seorang wanita yang kehilangan jiwanya akibat kecemburuan saudari kandungnya

Kini Valora tak lagi ada. Ia menjadi Kiran dan Auliandra. Dalam tubuh dan takdir yang baru, mereka harus menghadapi kekuata hitam yang belum berakhir, di dunia di mana cinta, kebencian, dan pengorbanan menyatu dalam bayangan takdir bernama Amorfati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Varesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2. Mansion Redmoon

🦋

Langit Jakarta menggantung kelabu. Udara pagi membawa bau tanah basah, seakan ikut mengabarkan sesuatu yang tak selesai dari masa lalu. Begitu pintu penjara terbuka, seorang pria melangkah keluar, mata cokelatnya menatap langit luas yang selama lima tahun hanya bisa ia bayangkan dari balik jeruji besi.

"Akhirnya aku bisa menghirup udara segar lagi," bisik Gavriel lirih, suaranya nyaris tertelan angin. Ia merentangkan tangan, seolah mencoba memeluk dunia yang sempat ia tinggalkan.

Sebuah mobil berhenti tak jauh dari gerbang utama. Dari dalamnya, keluar seorang pria muda dengan wajah tirus dan rambut disisir rapi ke belakang.

"Ayo pulang, Gav," panggilnya sambil membuka pintu penumpang.

Gavriel mengangguk pelan. Ia mengenali suara itu Latif Wardana, sepupunya. Anak dari Cakra, adik bungsu ibunya. Dalam keluarga Wardana, hubungan darah adalah pedang bermata dua: bisa jadi perlindungan, bisa juga jadi luka.

"Langsung ke rumah?" tanya Gavriel begitu mereka duduk di dalam mobil.

"Memangnya kau mau ke mana dulu?" Latif melirik, heran.

"Ke makam," jawab Gavriel pelan. "Aku harus ke sana dulu."

Latif terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya mengangguk. Ia tahu, tak ada gunanya membantah.

***

Makam Valora. Di sanalah langkah pertama Gavriel menuju rumah seharusnya dimulai. Sebuah pusara sederhana dengan nisan marmer putih yang memudar. Di sebelahnya, pusara yang lebih kecil: Zayn.

Gavriel meletakkan sebuket bunga daffodil bunga kesukaan Valora.

Ia bersimpuh. Menyentuh tanah. Nafasnya tercekat.

"Sudah lima tahun aku tak melihatmu, Sayang," ucapnya, suaranya nyaris pecah.

"Sudah lima tahun kita berpisah. Apa kabarmu di sana? Bagaimana Zayn? Apa dia sudah bisa membaca? Menyanyi? Bermain bola?" Gavriel tertawa kecil, getir.

"Ayahmu ini... ayahmu gagal, Zayn. Gagal menjadi pelindung kalian. Maafkan aku karena pernah menyangkalmu. Maafkan aku karena baru datang sekarang."

Tangis Gavriel pecah. Bahunya bergetar hebat. Hujan rintik-rintik mulai turun seakan langit pun tahu, luka yang ini tak pernah benar-benar kering.

Ia memeluk makam Valora, memejamkan mata. "Kalau waktu bisa kuputar, aku akan menjaga kalian… dengan nyawaku."

Di sampingnya, Latif diam. Tapi pikirannya gaduh.

"Selama enam tahun kau bersekolah dan tinggal dirumah keluarga Wardana. Dan selama itu pula, penyiksaan terus berjalan. Maafkan aku, Mbak Lora. Enam tahun lalu aku ikut menyakitimu. Bukan secara langsung, tapi tetap saja… aku bagian dari semua ini."

"Maaf aku tak datang waktu kau dikubur. Kakek melarang kami semua. Tapi aku di sini sekarang."

Satu jam berlalu. Gavriel menceritakan semua tentang kehidupannya di penjara. Ia tertawa kecil mengenang nasi basi, tersenyum getir saat menyebut luka di punggungnya, tapi matanya selalu kembali ke nisan itu seolah sedang bercerita pada Valora langsung.

"Kau tahu, Lora," katanya, "enam bulan kita bersama terlalu singkat. Bahkan saat kau akhirnya mulai membuka hatimu… aku malah menghancurkan semuanya."

Ia berdiri perlahan. Menatap dua pusara di hadapannya. "Aku akan datang lagi. Jaga bundamu ya, Zayn."

Tapi tak satu pun dari mereka menyadari: ada seseorang yang mengamati dari kejauhan. Sosok itu berdiri di balik pohon tua, matanya tajam seperti bilah pedang, menatap Gavriel seakan ingin menelannya bulat-bulat.

"Selamat atas kebebasanmu… Gavriel Askara Wardana. Selamat datang di hari tabur tuai."

*KEDIAMAN WARDANA*

Di rumah besar keluarga Wardana, kecemasan tumbuh. Jam menunjukkan pukul 13.15, dan Latif belum juga kembali membawa Gavriel.

"Ke mana anak ini pergi!" keluh Shara, sang ibu, gusar.

"Tenanglah, mungkin mereka mampir sebentar," ujar suaminya, Prayoga, mencoba menenangkan.

"Benar, Mbak," tambah Cakra, adik bungsunya. "Kemarin aku baru dengar, Mas Rion pindah ke luar negeri sudah beberapa tahun yang lalu."

"Apa?" seru Kakek Wardana, terkejut. "Kenapa tidak ada yang bilang padaku?"

Beberapa menit kemudian…

Pintu rumah terbuka. Latif muncul sambil membawa dua plastik besar berisi makanan.

"Akhirnya kalian pulang juga. Di mana Gavriel?" tanya Dhara.

"Saya di sini, Bu," jawab Gavriel, melangkah masuk dengan tenang.

Shara langsung berdiri dan memeluk putranya. "Anakku…"

Air mata mengalir di pipi Shara. Pelukannya erat, seakan takut Gavriel akan menghilang lagi.

Tapi di lantai dua, dua sosok sedang memperhatikan. Satu pria bertubuh tinggi mengenakan jubah hitam.

Satu wanita dengan dress hitam, rambutnya bergelombang, mata seperti jurang gelap, dan jangan lupakan topeng butterfly yang menghiasi wajahnya.

"Apa sekarang akan dimulai, Ki?" tanya pria itu.

Ki tersenyum tipis. "Tentu, Ed. Biarkan mereka makan dengan bahagia. Karena ini… akan menjadi siang terakhir yang mereka rayakan"

***

Gavriel membuka matanya perlahan. Pandangannya kabur, pencahayaan di sekelilingnya remang. Ia terdiam sejenak, berusaha mengenali tempat ia berada.

Tadi aku... di kamar. Tapi sekarang...

Langkahnya terhenti di tengah ruangan asing yang begitu megah. Marmer mengilap menutupi lantai dan dinding. Interiornya adalah campuran elegan antara arsitektur modern dan gaya kerajaan klasik, lengkap dengan lukisan-lukisan seniman tua yang memandang tajam dari balik bingkai emas.

"Di mana ini...?" gumamnya. "Kenapa aku bisa di sini?"

Dari lantai dua, terdengar suara wanita yang menyayat keheningan. "SELAMAT DATANG DI MANSION REDMOON, GAVRIEL ASKARA WARDANA!"

Gavriel mendongak cepat. Seorang wanita berdiri di balkon atas, gaunnya selutut berwarna peach, wajahnya tertutup topeng butterfly perak. Di sampingnya, seorang pria berdiri kaku, tatapannya dingin seperti patung batu.

"Siapa kalian?!" seru Gavriel.

"Aku? Apa itu penting bagimu?" Wanita itu tersenyum miring.

"Yang harusnya kau pikirkan adalah... bagaimana cara keluar dari sini. Banyak yang datang ke mansion ini. Tapi tidak semua bisa pergi."

"Tertawalah dulu. Aku cuma butuh membuka pintu dan keluar."

"Silakan coba," tantangnya santai.

Tanpa pikir panjang, Gavriel melangkah ke pintu depan. Ia menarik gagangnya. Terkunci. Ia mengedarkan pandangan dan melihat sebuah palu tua di bawah meja. Dengan cepat, ia meraihnya dan menghantam pintu itu berkali-kali.

DUG! DUG! DUG!

Tak ada hasil. Bahkan lecet pun tidak.

"Apa kau butuh bantuan?" tanya si wanita dari atas, seringaiannya kini mengerikan.

"Berikan kuncinya!" bentak Gavriel, kehilangan kesabaran.

Si pria di samping wanita itu maju sedikit, suaranya berat. "Jaga mulutmu, dasar pendosa!"

"Pendosa?" ulang Gavriel, bingung.

"Pintu itu hanya terbuka bagi mereka yang tangannya bersih dari darah dan dosa," ujar wanita bertopeng dengan nada pelan, seolah menyampaikan mantra kutukan.

Gavriel memandangi tangannya. Lalu mendongak, napasnya berat.

"Bagaimana kalau... sebuah penawaran?" tawar wanita itu, kini lebih dekat ke pagar balkon.

"Apa?"

"Kau hanya harus bermain denganku... satu permainan kecil. Temani aku, dan aku akan membiarkanmu pulang." Ia melempar sebuah kunci ke arah Gavriel.

Tangannya sigap menangkap. "Permainannya?"

"Pergilah ke ruangan yang dikunci. Ambil satu tangkai bunga daffodil, dan bawa ke hadapanku."

Gavriel menghela napas. Ia tak punya pilihan. "Baiklah. Tapi tepati janjimu."

"Aku tidak pernah melanggar janji," balas wanita itu lembut.

Sebelum melangkah, Gavriel bertanya, "Namamu?"

"Miss Ki."

Gavriel mengernyit. Nama itu terdengar... akrab. Tapi ia tak punya waktu untuk menggali ingatan. Ia memasukkan kunci dan membuka pintu.

CKLEK.

Ruangan di balik pintu terasa lebih gelap, lebih dingin... dan begitu familiar.

Begitu langkahnya menapak lantai marmer ruangan itu, matanya melebar.

"I-ini... kamar Valora."

Tubuhnya gemetar. Ia berbalik hendak keluar, tapi pintunya sudah tertutup rapat. Ia menarik gagang, memukulnya, namun sia-sia.

Ia berbalik. Di tengah ruangan, di atas meja bundar, berdiri bunga daffodil kekuningan dan seolah bersinar di tengah kelam.

Namun sebelum tangannya menyentuh bunga itu, tangan lain menyentuhnya lebih dulu. Dingin. Beku.

Gavriel mendongak.

"Lo-lora...?"

Valora berdiri di hadapannya. Sama persis seperti saat terakhir kali ia melihatnya, gaun peach, mata sembab, dan aroma mawar yang menyergap indra.

"Jangan sentuh bungaku!" geram Valora.

Gavriel mundur. "Kau... bukan Valora. Kau jin! Arwah yang menyerupainya!"

Valora hanya memiringkan kepala, menatapnya heran. "Mas, kenapa kau bicara seperti itu? Bukannya kangen, malah tuduh aku hantu?"

"Valora sudah meninggal lima tahun yang lalu!"

"Aku masih hidup, Mas. Lihat, kau bisa menyentuhku, kan?"

Valora memeluknya. Hangat. Terlalu nyata. Terlalu menyakitkan.

AKHH!

Gavriel menjerit. Sesuatu menusuk pinggangnya. Ia mendorong Valora, dan darah merembes dari lukanya. Napasnya terengah, tubuhnya lemas.

Valora menendangnya hingga ia tersungkur.

"Apa itu sakit, Mas? Mau kubantu berdiri?" tanya Valora, manis tapi kejam.

Valora lalu menendang perut Gavriel, melempar tubuhnya ke lemari. Ia menginjak lukanya, membentuk huruf VZ di punggungnya dengan pisau tajam.

Darah berceceran. Valora tertawa.

"Aku bosan dengan dinding putih. Aku ingin merah maroon."

Sebelum kesadarannya hilang, Gavriel melihat daffodil di dekat meja. Dengan sisa tenaga, ia meraihnya

GAVRIEL TERBANGUN.

Napasnya memburu. Tubuhnya basah oleh keringat dingin. Ia terpekur.

"Itu mimpi... hanya mimpi..." desisnya.

Namun bahunya terasa nyeri. Ia membuka bajunya. Di sana, di cermin, terlihat luka gores dengan inisial VZ.

Mimpi apa ini... atau...

FLASHBACK ON

Valora dalam pelukan Gavriel malam itu.

"Mau kudongengkan cerita?" bisiknya.

"Selalu. Cerita dari bibirmu selalu menarik."

"Ada sepasang kekasih di masa lalu. Mereka terbunuh di medan perang. Sebelum mati, sang pria berkata, ‘Janji kita akan bertemu lagi di masa depan.’ Dan sang wanita mengangguk."

"Dan mereka bertemu lagi?"

"Iya... Tapi takdir kembali jahat. Mereka menikah, tapi sang wanita mati di tangan pria yang ia cintai."

Gavriel mengencangkan pelukannya.

"Lalu?"

"Si pria jadi gila. Karena sang wanita... menemuinya setiap pukul 00.00, menagih janji yang belum selesai."

FLASHBACK OFF

Gavriel tersenyum getir. Lalu membuka balkon. Angin malam menerpa tubuhnya yang penuh luka. Ia menyalakan rokok, mencoba mengusir dingin yang bukan hanya dari udara.

TING! TING!

Notifikasi masuk. Handphone yang sudah lama tak ia sentuh tiba-tiba menyala.

Pesan dari Hardi:

→"Gav, kudengar kau sudah bebas ya? Besok kita pesta di basecamp jam 08.00."

Gavriel membalas:

→ "Iya, aku datang. Terima kasih."

Tapi hanya Hardi yang menghubunginya. Di mana Vion, Samuel, dan Kelvin?

Ahh... mungkin mereka sibuk. Ia membuka galeri. Foto-foto Valora. Senyuman manisnya. Aroma kenangan kembali menghantam dadanya.

"Aku mencintaimu, tapi... kenapa yang kuingat hanya detik saat aku mendorongmu?"

Matanya memerah. Ia menunduk.

"Aku akan menyelidiki ini. Sampai kutemukan jawabannya."

🦋To be continued...

1
eva lestari
🥰🥰
Nakayn _2007
Alur yang menarik
Sukemis Kemis
Gak sabar lanjut ceritanya
Claudia - creepy
Dari awal sampe akhir bikin baper, love it ❤️!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!