Bagi mata yang memandang hidup Runa begitu sempurna tapi bagi yang menjalani tak seindah yang terlihat.
Runa memilih kerja serabutan dan mempertahankan prinsipnya dari pada harus pulang dan menuruti permintaan orang tua.
"Nggak apa-apa kerja kayak gini, yang penting halal meskipun dikit. Siapa tau nanti tiba-tiba ada CEO yang nganterin ibunya berobat terus nikahin aku." Aruna Elvaretta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sengkarut
"Pak Izqian nya nggak diajak sekalian non?" ledek Arya begitu mereka keluar dari area rumah sakit.
Runa mencebikkan bibirnya, menatap kesal sekilas pada Arya. "Bangunin aku kalo udah sampe rumah. Mau tidur dulu dari kemaren jam tidurku acak kadul."
Runa sedikit menurunkan sandaran kursinya, kemudian terlelap dengan kaca mata hitam milik Arya yang ia kenakan.
"Tapi ibu kalo jam segini masih di hotel, non."
"Ya udah kalo gitu ke hotel aja!" pungkas Runa.
Hening, sudah tak ada lagi obrolan diantara keduanya. Runa sudah terlelap sementara Arya fokus pada jalan di depannya, sesekali menengok ke arah putri bos nya. Ia tak menyangka Runa mampu bertahan tanpa menggunakan sedikit pun fasilitas dari kedua orang tuanya. Sejak dulu Runa memang lebih mandiri karena kedua orang tuanya sibuk, dibanding orang tua Runa, Arya jelas lebih banyak menemani gadis itu. Bisa dikatakan mereka tumbuh bersama meski usianya terpaut 8 tahun.
Tiba di hotel, Arya langsung menuju basement untuk parkir kemudian membangunkan Runa. "udah sampai non."
Runa merenggangkan kedua tangannya hingga mengenai Arya, "maaf aku sengaja mas."
"Nggak apa-apa, non. Mari saya anter ke ruangan ibu."
Merasa nyawanya belum sepenuhnya ngumpul, Runa berjalan dengan menggandeng lengan Arya. Melewati banyak pasang mata yang memandang ke arah mereka, Runa tak peduli. Bahkan beberapa karyawan nampak terkejut melihat Arya datang dengan wanita muda sebab sepengetahuan mereka si manager sudah menikah bahkan memiliki satu orang putra.
"Non bisa lepasin nggak ini tangannya? nanti saya dikira selingkuh." ucap Arya.
"Nggak mau!" tolak Runa, "ini balasan buat orang yang nggak bisa diajak kerjasama. Aku udah bilang jangan lapor ke mama, eh tetep aja dilaporin. Pake segala informasi ibunya mas Qian yang udah pulang aja dilaporin." lanjutnya.
"Saya kalo kerja nggak setengah-setengah non."
Tiba di depan ruangan hotelier, Arya mengetuk pintu. Keduanya masuk setelah memperoleh jawaban dari dalam. Runa segera menghampiri mamanya dan menyalaminya dengan takzim.
"Mama kira kamu pulang nanti malam, ternyata malah nyusul kesini." ucap mama Herlina.
"Arya, berhubung Runa sudah pulang jadi tugas kamu selesai. Mulai besok bisa kembali kerja sebagai manager." lanjutnya pada Arya.
"Baik, bu. Kalo begitu saya permisi." pamitnya.
"Non Runa saya duluan." lanjutnya berpamitan pada Runa kemudian meninggalkan ruangan.
"Duduk sini, mama mau lihat luka kamu." Mama Herlina menepuk sofa di sampingnya.
Runa menurut, "nggak apa-apa ma, lagian mas Arya juga pasti udah lapor kan." jawab Runa.
Mama Herlina tersenyum kemudian memeluk putrinya, "makasih udah baik-baik aja selama nggak pulang. Mama bangga sama kamu."
Runa balas memeluk mamanya, "gimana aku nggak aman kalo selama ini aja mama selalu ngawasin aku."
"Kamu anak satu-satunya mama sama papa. Mana mungkin kami ngebiarin kamu tanpa penjagaan di luar sayang." jawab mama Herlina.
"Tapi mama bangga, kamu bisa jaga diri. Bisa kerja segala macam sampe bener-bener nggak make kartu-kartu yang mama sama papa kasih. Mama bener-bener nggak nyangka kalo kamu seberbakat itu segala dikerjain. Ide kerjaannya juga bagus, bisa dikembangkan itu. Luar biasa anak mama." lanjutnya sambil mengacungkan kedua jempol.
Runa menghela nafas panjang, berbakat apanya? semua ia lakukan karena butuh uang, bukan karena bakat. "Ya mau gimana lagi orang aku butuh uang." jawab Runa.
"Semua kartu aku kan mama blokir." lanjutnya dengan wajah lesu.
"Mama nggak pernah blokir kartu-kartu kamu, sayang."
"Tapi mama bilang waktu itu mau blokir semua kartu aku."
"Cuma nakut-nakutin aja, ternyata nggak mempan. Kamu nggak pulang malah kerja serabutan." mama Herlina sedikit tertawa.
Runa cemberut, "seneng banget kayaknya mama ngetawain aku."
"Maaf, tapi setiap hal selalu ada hikmahnya. Gara-gara ngira kartu diblokir kamu jadi kerja, jadi ketemu dia kan. Siapa yah namanya hm.." ledek mama Herlina.
"Izqian yah." lanjutnya.
"Mama suka sama keluarganya, meskipun awalnya kamu kerja ke mereka tapi mereka nggak pernah perlakuin kamu seperti pelayan. Mama juga tau orang tua bahkan adiknya nerima banget kamu apa adanya. Mereka sama sekali nggak nyelidiki siapa kamu, jadi pure nerima kamu apa adanya. Bener-bener masuk dikriteria mantu mama."
Runa hanya diam. Dia hanya membantin, memangnya orang tuanya yang segala sesuatu selalu diselidiki bibit, bebet dan bobotnya dengan alasan ingin yang terbaik untuk dirinya.
"Berhubung udah ketahuan jadi langsung aja deh mama nggak mau basa basi, meskipun sebenernya calon yang mama pilihin juga kemungkinan kamu suka, tapi berhubung kamu udah dapat sendiri jadi calon dari mama di cancel aja." ucap mama Herlina.
"Udah kayak penerbangan aja pake cancel segala, ma." jawab Runa, "aku kangen banget loh sama mama. Pengen jalan-jalan sama mama." lanjutnya seraya bergelayut manja di lengan mama Herlina.
"Jalan-jalan bisa diatur, tapi sekarang kita atur dulu makan malam nanti."
Huh! Runa kembali menghela nafas panjang. Usahanya untuk mengalihkan topik ternyata gagal.
"Izqian bisa datang ke rumah kita nggak? makanan kesukaannya apa? biar nanti mama bilang ke bibi biar disiapin."
"Mas Qian nggak bisa datang. Mama kan tau sendiri, ibunya baru pulang hari ini." jawab Runa.
"Nah makanya itu tadi mama tawarin biar mama aja yang jenguk kesana sekaligus perkenalan."
"Jangan gitu lah ma. Biar aku cariin waktu yang pas yah. Lagian kalo kita bertamu kesana sekarang-sekarang nggak enak ma, ibunya mas Qian harus istirahat secara intensif.
"Oke, tapi jangan lama-lama yah. Mama sama papa pengen secepatnya ketemu mereka."
"Iya, siap ma." jawab Runa asal, setidaknya untuk saat ini ia bisa mencegah mamanya bertemu Qian.
Runa akhirnya bisa bernafas lega, berbeda dengan kondisi Qian yang tengah kena omel mamanya di rumah gara-gara pulang tak bersama Runa.
"Besok aku bawa Runa kesini ma. Sekarang mama istirahat dulu yah. Tadi Runa nya buru-buru pulang, mungkin keluarganya ada dalam keadaan urgent." jelas Qian yang sudah mulai bosan menjelaskannya berulang kali tapi mama nya masih saja ngeyel.
"Ya karena itu Qian, kamu sebagai pacarnya masa nggak khawatir? takutnya Runa butuh bantuan. Kamu susulin ke rumahnya aja sana!"
Qian pusing bukan main, otaknya sejak tadi sudah dipenuhi oleh Runa dan lelaki yang pergi bersamanya kini malah ketambahan mamanya yang tetap ngeyel, "ya udah aku ke rumah Runa dulu." jawab Qian asal kemudian pergi tak tentu arah. Ke rumah Runa? mana mungkin! ia tak tau alamatnya. Yang penting pergi aja dulu supaya mamanya berhenti ngomel.
.
.
.
Tolong!! aku gregetan sendiri jadinya 😖😖
jangan lupa like, komen sama vote nya buat Runa🤗
Semangat kak Net