Dilarang plagiat, tambal sulam, atau sejenisnya. Jangan mengambil hak orang lain demi keuntungan sendiri. Ingat Azab.
~~~~
Jangan menyalahkan apa yang terjadi pada dirimu, karena di balik apa yang menimpa dirimu, akan ada keindahan yang menantimu.
Olivia Shea begitu bahagia saat dirinya di terima berkerja di Maxton Company. Impian mengubah hidupnya mengantarkannya pada kehidupan baru.
Regan Alvaro Maxton-CEO Maxton Company, meminta Shea mengantarkan berkas yang Shea lupakan, ke Adion Company.
Berniat mengantarkan berkas ke Adion Company menjadikan dirinya, menjadi korban salah sasaran. Bryan Adion-CEO Adion Company, yang mengira Shea adalah wanita yang di kirim asistennya, membuatnya memperkosa Shea.
Regan yang mengetahui bahwa Bryan-adik iparnya memperkosa sekertarisnya, hingga hamil, membuat Regan meminta Bryan untuk menikahi Shea.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka?
~~~
Follow IG Myafa16
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon myafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedang di uji
Shea mengerjap saat terasa cahaya matahari masuk ke dalam celah-celah tirai jendela kamarnya. Kesadarannya yang belum kembali sempurna, membuatnya mengabaikan cahaya yang dia rasakan. Sampai beberapa saat Shea tersadar, jika matahari sudah bersinar terang tandanya sudah siang.
"Hah.. aku kesiangan," ucap Shea saat merasakan wajahnya yang terkena, cahaya matahari lewat celah-celah tirai jendela kamarnya.
Tidurnya yang menjelang pagi, membuat Shea benar-benar menikmati tidur nyenyaknya.
Mengedarkan pandangan, Shea melihat jam dinding yang menunjukan jam delapan kurang. Buru-buru menyibak selimutnya, Shea bangkit dari tempat tidur.
Satu tempat yang di tuju Shea pertama kali adalah kamar mandi. Kali ini tidak ada menikmati mandi. Yang Shea lakukan adalah mandi sesingkat mungkin.
Keluar dari kamar mandi, Shea masih dengan rambut yang basah. Tapi sayangnya, tidak ada waktu untuk mengeringkan rambutnya.
Dengan cekatan Shea memakai baju kerjanya. Memasukan pouch make up ke dalam tasnya, Shea berpikir akan memakai make up nanti saja. Satu hal utama yang ada di pikirannya adalah bagaimana dia tidak terlambat sampai ke kantor.
Memakai blazernya, Shea keluar dari kamar. Fokusnya pada kegiatannya sendiri, membuat Shea tidak menyadari bahwa ada orang yang sedang lewat di depan kamarnya. Dan akhirnya Shea menabrak badan kokoh penuh otot tepat di depan pintu.
"Auh.." Tubuh Shea menabrak lengan kokoh milik Bryan, dan membuat Shea terpental mundur sedikit.
"Apa kamu tidak bisa melihat kalau ada orang." Suara penuh sindiran, dan tatapan tajam Bryan layangkan pada Shea. Badan Bryan masih tetap berdiri tegak, dan tidak goyah sedikit pun saat Shea menabraknya.
"Mana aku tahu ada orang di luar." Bukan Shea namanya jika tidak bisa menjawab ucapan Bryan. Shea menatap tajam kembali pada Bryan. "Sudah aku buru-buru, tidak ada waktu untuk berdebat." Membenarkan blazernya, Shea melangkah keluar dari apartemen meninggalkam Bryan.
"Dasar wanita aneh." Bryan yang menatap Shea hanya merasakan kesalnya. Dengan santai Bryan kembali melanjutkan langkahnya.
Berjalan dengan langkah cepat, Shea menuju halte bus. Shea sudah menduga, jika Regan pasti sudah lewat. Karena jam hampir mendekati pukul delapan. Dan tidak mungkin Regan menunggunya. Karena kemarin Regan mengatakan, jika dia tidak akan menunggu Shea.
Debaran jantung Shea begitu cepat. Karena untuk pertama kalinya, dia akan terlambat. Entah apa yang akan di lakukan Regan saat nanti mendapati dirinya terlambat.
Menunggu bus, di saat terburu-buru seperti sekarang, menjadi sangat lama bagi Shea. Hingga saat, ada mobil mewah lewat tepat di hadapan Shea.
Shea tahu betul mobil siapa itu. Siapa lagi, kalau bukan mobil Bryan. Dan mengingat kejadian kemarin, Shea sudah menebak, jika Bryan lewat hanya untuk meledeknya saja.
Menurunkan kaca mobilnya Bryan melihat Shea. "Ayo masuk," ucap Bryan pada Shea.
Bryan yang melihat Shea di halte bus, mengingat bagaimana tadi Shea mengatakan jika dirinya sedang terburu-buru. Dan Bryan rasa, dengan menaiki bus, Shea akan sangat terlambat.
Memikirkan bagaimana jika Shea akan terlambat, akhirnya membuat Bryan menepikan mobilnya dan memberi tumpangan pada Shea.
Shea membulatkan matanya saat mendengar tawaran dari Bryan. Mengerjap-ngerjapkan matanya, Shea menyadarkan dirinya bahwa yang di dengarnya tidaklah salah.
"Apa kamu memang berniat terlambat?" tanya Bryan penuh sindiran.
Mengingat kata 'terlambat' Shea tersadar, jika dirinya tidak mau terlambat. Pikirnya tidak ada salahnya menerima tawaran dari Bryan. Meraih pintu mobil, Shea masuk ke dalam mobil Bryan.
Setelah melihat Shea masuk, Bryan melajukan mobilnya. "Kenapa bisa kesiangan?" tanya Bryan ketus. Bryan tahu betul, jika Shea selalu bangun pagi, dan ini pertama kalinya Bryan melihat Shea bangun siang.
"Mungkin terlalu nyenyak tidur," ucap Shea.
Mendengar kata nyenyak, Bryan teringat bahwa Shea tidak terusik sama sekali saat dirinya mengendongnya ke apartemen. "Tidurmu seperti mayat hidup, bagaimana tidak nyenyak."
Melirik tajam pada Bryan, Shea tahu Bryan sedang menyindirnya. Tapi sejenak ingatan Shea kembali. "Bukannya semalam aku tidur di mobil," ucap Shea, saat mengingat kejadian terakhir kali sebelum dirinya terlelap.
"Apa kamu baru ingat?"
Shea memutar otaknya. Memikirkan, jika tadi dia mendapati dirinya sudah berada di kamar. Sedangkan kenyataanya semalam dirinya tidur di mobil. "Bagaimana bisa aku tidur di kamar?" Shea menoleh pada Bryan, meminta jawaban atas kebingungannya.
"Aku mengendongmu," ucap Bryan dengan santai.
"Apa?" pekik Shea. Pikiran Shea melayang, memikirkan apa yang Bryan lakukan padanya saat tidur. "Apa yang kamu lakukan padaku, saat aku tidur?" tanya Shea lirih. Shea merasa takut mendapati kenyataan, jika Bryan melakukan hal itu lagi.
Mendengar suara lirih Shea, Bryan melirik sedikit pada Shea. "Aku belum ingin kehilangan setengah sahamku," ucap Bryan. Paling tidak jawaban itu sudah mewakili, bahwa Bryan tidak melakukan apa pun pada Shea.
Shea mencerna ucapan Bryan. "Saham?" batin Shea mencoba mengingat apa ucapan Bryan. Sampai akhirnya Shea menemukan ingatannya tentang surat perjanjian. "Jadi dia tidak melakukan apa pun, karena takut sahamnya jatuh ke tanganku?" tanya Shea dalam hati.
Ada perasaan lega saat ternyata perjanjiannya dengan Bryan, bisa membuatnya terhindar dari hal buruk, yang akan di lakukan oleh Bryan. Dan paling tidak itu bisa membuatnya bertahan tinggal bersama Bryan.
Mendapati perjalanan yang masih cukup jauh, akhirnya Shea memutuskan untuk memoles wajahnya di mobil saja. Mengambil pouch make up, Shea mulai memoles wajahnya.
Memakai pelembab, dan sedikit bedak, Shea membuat wajahnya lebih cerah. Sapuan lipstik pun, menambah kesan segar di wajah Shea. Mengecap-ngecap bibirnya Shea memastikan bibirnya sudah rata dengan lipstik.
Bryan yang melirik pada Shea hanya menelan salivanya saat Shea mengecap-ngecapkan bibirnya. Kaca mata yang bertengger di hidung Bryan, membuat Shea tidak akan menyadari, bahwa Bryan sedang memperhatikan Shea.
Melihat bibir Shea yang sudah terpoles lipstik warna pink, membuat Bryan membayangkan jika bibir Shea akan semakin manis, saat dia menciumnya. Dan rasanya Bryan ingin sekali, menarik tengkuk Shea dan membenamkan bibirnya.
Shea yang sudah selesai dengan kegiatan make up nya, mengembalikan pouch make up ke dalam tasnya kembali.
Beralih pada rambutnya yang masih basah. Shea mendekat pada pendingin mobil di dashboar mobil. "Bisakah ini di buat anginya lebih kencang?" tanya Shea pada Bryan.
"Untuk apa?" Bryan merasa heran untuk apa Shea melakukannya.
"Rambutku masih sedikit basah, jadi aku pikir untuk mengeringkanya dengan pendingin mobilmu."
Bryan mengerutkan dalam keningnya, entah cara apa yang di pakai Shea, Bryan tidak habis pikir. "Kamu pikir ini hair drayer," grutu Bryan. Tangan Bryan langsung menekan tombol, untuk memutar kipas di dalam pendingin mobilnya.
Shea yang mendapat grutuan Bryan menghiraukan begitu saja. Menyibak rambutnya ke kiri, Shea mendekatkan kepalanya ke arah dasboar mobil.
Bryan hanya mengeleng saat mendapati ulah Shea yang aneh baginya. Tapi fokus Bryan beralih pada leher jenjang milik Shea yang telihat jelas di mata Bryan.
Leher jenjang dan putih telihat saat Shea menyibak rambutnya ke arah kiri. Dan seketika membangkitkan gairah Bryan.
Ingin rasanya Bryan membenamkan bibirnya di ceruh leher Shea. Menikmati aroma leher milik Shea, dan menghirupnya dalam-dalam aromanya. Memberikan kecupan-kecupan kecil, yang akan meninggalkan bekas kemerahan di leher putih milik Shea.
Baru membayangkan saja, sudah membuat Bryan menegang. Sepertinya aku benar-benar sedang di uji, batin Bryan dalam hati.
Tapi untungnya Shea sudah mengakhiri kegiatannya, saat di rasa rambutnya sudah sedikit kering. Dan itu bersamaan dengan dirinya yang sampai di kantornya.
Bryan bernapas lega, saat Shea sudah sampai di kantornya. Dia merasa Shea benar-benar merusak otaknya.
"Terimakasih," ucap Shea seraya membuka seatbelt yang terpasang di tubuhnya.
Bryan tidak sama sekali menjawab. Dan membiarkan Shea keluar dari mobilnya begitu saja.
Setelah melihat Shea sudah menutup pintu mobilnya, Bryan langsung melajukan mobilnya ke kantornya.
"Sial, sepertinya aku salah memberikan perjanjian. Kalau andai saja bukan saham, aku akan bisa menikmati semua." Bryan mendegus kesal pada dirinya sendiri.
Nafsunya yang sudah bergelora saat melihat Shea benar-benar harus di tahannya, saat mengingat bahwa dia harus rela melepaskan sahamnya, jika menyentuh Shea.
**
Shea yang turun dari mobil Bryan buru-buru ke ruanganya. Melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, Shea sudah menyadari jika dirinya terlambat.
Saat sampai di meja kerjanya, Shea langsung menyiapkan diri dan masuk ke ruangan Regan untuk membacakan jadwal Regan.
Mengetuk pintu terlebih dahulu, Shea masuk setelah mendengar seruan dari Regan untuk masuk.
"Kamu terlambat, Shea," ucap Regan saat Shea melangkah mendekat meja Regan.
"Maafkan atas keterlambatan saya, Pak." Shea menyadari jika dirinya salah sudah terlambat.
"Jangan karena aku baik padamu, kamu memanfaatkan kebaikanku." Suara dingin milik Regan terdengar di ruangannya.
Shea terkesiap saat mendengar ucapan Regan. Rasanya tiba-tiba napasnya sesak saat kata-kata itu begitu menyakitkan bagi Shea. Bukan maksud hati Shea ingin terlambat, dan mendapatkan maaf dengan mudah dari Regan.
"Maafkan saya sekali lagi, Pak. Saya tidak akan mengulanginya." Shea sedikit menundukan kepalanya. Meminta maaf sedalam-dalamnya pada Regan.
"Saya tidak suka keterlambatan, Shea. Dan kamu harus ingat itu," ucap Regan dengan tegas.
"Baik, Pak." Sebagai bawahan, Shea hanya bisa menurut apa yang di perintahkan oleh Regan.
"Bacakan jadwalku hari ini!"
Mendengar perintah Regan, Shea langsung membacakan jadwalnya.
.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa like🥰
Yang mau vote, yuk di vote 🥰