NovelToon NovelToon
SENORITA PERDIDA

SENORITA PERDIDA

Status: tamat
Genre:Misteri / Cintapertama / Mafia / Percintaan Konglomerat / Tamat
Popularitas:36k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

Series #2

Keputusan Rayden dan Maula untuk kawin lari tidak semulus yang mereka bayangkan. Rayden justru semakin jauh dengan istrinya karena Leo, selaku ayah Maula tidak merestui hal tersebut. Leo bahkan memilih untuk pindah ke Madrid hingga anaknya itu lulus kuliah. Dengan kehadiran Leo di sana, semakin membuat Rayden kesulitan untuk sekedar menemui sang istri.

Bahkan Maula semakin berubah dan mulai menjauh, Rayden merasa kehilangan sosok Maula yang dulu.

Akankah Rayden menyerah atau tetap mempertahankan rumah tangganya? Bisakah Rayden meluluhkan hati sang ayah mertua untuk merestui hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32 : Nafas yang Kembali

...•••Selamat Membaca•••...

Enam bulan telah berlalu sejak malam mengerikan itu, malam ketika Maula dibawa dalam kondisi kritis ke meja operasi. Dokter menyebutnya mukjizat.

Maula mengalami hematoma subdural kronis berukuran 12 mm, edema serebri difus, gliosis, dan kontusio minor akibat kekerasan dan trauma bertubi-tubi yang menimpa kepalanya.

Dalam kondisi hamil muda yang bahkan belum sempat ia sadari bahwa nyawanya tergantung di antara batas hidup dan mati. Kraniotomi dekompresi menyelamatkan hidupnya, tetapi tidak dengan janin dalam kandungannya.

Bulan pertama ia habiskan di ICU dan ruang perawatan neurologi. Rayden tidak pernah meninggalkannya, tidur di sofa sempit atau duduk bersandar di sisi ranjang sambil menggenggam tangan Maula seolah itu satu-satunya jangkar yang menyelamatkannya dari kegilaan.

Maula nyaris tak bisa berbicara, hanya merintih kesakitan saat pusing datang menyerang atau saat dunia terasa miring di sekelilingnya.

Di bulan kedua dan ketiga, Maula menjalani fisioterapi dan rehabilitasi intensif. Ia belajar berjalan kembali tanpa bantuan. Belajar membaca tulisan di buku tanpa merasa mual.

Belajar menata emosinya yang meledak-ledak, karena trauma membuatnya mudah tersinggung dan menangis tiba-tiba. Kadang Rayden menemukan Maula berdiri diam di balkon selama berjam-jam tanpa suara. Kadang ia terbangun di malam hari dengan tubuh gemetar, seolah kembali berada di ruang operasi.

Bulan keempat, Maula mulai membaca kembali buku-buku kedokteran. Ia tak ingin tertinggal.

Dosen privat datang seminggu sekali, diatur dengan sangat selektif oleh Rayden. Hanya orang-orang yang dipercaya yang boleh masuk ke dalam dunia mereka. Rayden membatasi siapa yang boleh datang, apa yang boleh dibicarakan, dan bahkan berapa lama Maula boleh duduk membaca. Ia menjadi penjaga yang terlalu cermat dan terlalu takut.

Di bulan kelima, Maula menunjukkan kemajuan luar biasa. Kontrol ke rumah sakit mulai jarang, dan dokter menyatakan ia sudah boleh perlahan kembali ke rutinitasnya, tentu dengan pengawasan. Di titik ini, Maula mulai bertanya. Hidup siapa yang sedang ia jalani? Dirinya sendiri, atau hidup yang ditentukan oleh ketakutan Rayden?

Kini, di bulan keenam, pagi itu, Maula duduk di meja rias, menatap bayangannya di cermin perunggu berbingkai gading. Di balik gaun putih bersih dan riasan lembut yang ia poles sendiri, tersimpan luka yang tak bisa diraba oleh mata. Tapi pagi ini berbeda. Ada semacam kedamaian yang tumbuh di dadanya. Ia akan kembali ke kampus. Ke kehidupan yang sempat dicuri dari dirinya.

Tangannya menyentuh perutnya yang masih rata—kehamilan itu tak bertahan. Operasi yang menyelamatkan hidupnya telah mengambil sesuatu darinya juga.

“Padahal Mama sangat berharap kamu bertahan nak, itu saja.”

Rayden menunggu di ambang pintu, mengenakan setelan gelap dengan dasi biru kelam. Tatapannya menusuk, seperti biasa, tapi kini dilapisi lapisan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan.

“Sayang.” Maula menatap suaminya dari cermin, tersenyum.

Kehamilan Maula memang tak bertahan lama, diusia dua bulan, ia mengalami keguguran karena memang rahimnya tak kuat untuk membuat janinnya berkembang.

“Sarapan dulu, atau aku antar langsung ke kampus?” tanyanya dengan suara serak sambil memegang kedua bahu Maula.

Maula tersenyum kecil. “Kita sarapan tapi di luar ya. Di Cafe Botanico. Tempat yang biasa.”

Rayden tidak menjawab, ia hanya mengangguk dan mencium puncak kepala Maula. Tetapi dari cara jemarinya menggenggam lengan Maula sangat erat namun penuh kehati-hatian, ia seperti pria yang terus-menerus takut kehilangan sesuatu yang baru saja dikembalikan padanya.

“Jangan pikirkan itu lagi ya, kamu harus fokus pada diri kamu sayang. Kamu baru saja mulai pulih dan aku akan terus mengontrol kamu.” Maula menempelkan pipinya ke punggung tangan Rayden.

“Kamu jangan nikah lagi ya kalau aku belum bisa kasih anak.” Rayden tertawa.

“Kalau segampang itu aku berpaling, kenapa juga harus sampai sejauh ini aku mendapatkan kamu.” Rayden menyentil ujung hidung Maula.

...***...

Café Botanico masih sama dengan meja-meja marmer, wangi kopi robusta, dan nyanyian burung dari taman kecil di belakang. Mahasiswa lalu-lalang, beberapa mengenali Maula dan menyapanya. Ia membalas dengan anggukan ringan, tetap anggun dalam balutan mantel krem dan sepatu oxford dari kulit mengilap.

Rayden duduk di hadapan Maula, tak menyentuh makanannya. Matanya hanya tertuju pada Maula, memerhatikan setiap geraknya, napasnya, bahkan ekspresi kecil yang mungkin menunjukkan rasa pusing atau mual.

“Aku baik-baik saja, Rayden.”

“Aku tahu. Aku hanya... memastikan.”

Ia menyisipkan helaian rambut Maula ke balik telinga gadis itu. Gerakannya halus, karena begitu pelan, seperti menyentuh barang porselen retak yang terlalu berharga untuk dipecahkan lagi.

“Apapun yang kamu rasakan, tolong jangan disembunyikan walau hanya sedikit. Mengerti.”

“Iya suamiku, aku tidak akan menyembunyikan apapun.”

“Sekecil apapun.” Rayden kembali menekankan.

“Iya Mr. Vindex. Aku paham sayang.” Rayden mencubit dengan gemas dagu istrinya.

...***...

Di fakultas kedokteran, Maula berjalan pelan di koridor batu yang dingin. Matanya mengamati papan pengumuman, ruang lab, dan wajah-wajah yang pernah akrab sebelum semua masalah ini terjadi. Ia kembali, tapi bukan sebagai gadis yang sama.

Dosen dan teman-temannya menyambut dengan senyum, tapi ada tatapan simpati yang mengendap di sana. Mereka tahu sebagian dari ceritanya, namun tidak semuanya. Tidak ada yang tahu bahwa Rayden pernah mengangkat tangan padanya. Tidak ada yang tahu bahwa ia nyaris mati.

“Akhirnya kita bisa bertemu lagi, rindu kamu.” Sofia memeluk sahabatnya itu.

“Aku juga, terakhir ketemu di rumah sakit ya, sebulan yang lalu.”

“Iya Mau, rumah sakit ini tanpa ocehan kamu rasanya hampa.” Mereka berdua tertawa.

Ketika jam kuliah selesai, Rayden sudah menunggunya di bawah pohon cedar tua, berdiri di samping mobil klasik Bentley Continental warna hitam pekat. Ia tidak menoleh ke mana pun kecuali ke arah Maula.

“Kamu ini udah kayak pengawal aja, Ray. Aku istrimu loh.”

“Justru itu, karena kamu istriku makanya aku jaga sebegininya. Kalau istri orang buat apa? Ntar dilabrak lagi sama suaminya.” Maula terkekeh dan memukul pelan lengan Rayden.

“Maula!” Rayden dan Maula menoleh ke sumber suara, itu Anna dan Reba, teman yang sering nongkrong dengan dia di kantin.

“Hai.”

“Nanti malam ada pesta di rumah Terios, kamu datang kan? Please datang ya Mau. Kami rindu sama kamu dan ini juga jarang karena jadwal kita sangat padat,” ujar Anna. Maula langsung menatap suaminya seakan meminta izin.

“Maaf, malam ini Maula tidak bisa keluar.” Rayden menolak dengan tegas karena dia paham betul bagaimana kondisi istrinya. Ditambah lagi Maula belum boleh meminum alkohol.

“Hanya malam ini.” Reba mencoba memohon tapi Rayden menggeleng mantap.

“Sorry. Lain kali mungkin aku ikut, have fun guys.”

Rayden membimbing istrinya memasuki mobil dan mereka langsung pulang.

“Ada yang sakit?” tanya Rayden sambil mengusap pipi Maula yang sudah mulai chubby.

“Ada.” Rayden menoleh dengan ekspresi khawatir.

“Apa? Bagian mana? Kita ke dokter sekarang?” Maula tersenyum dan menyandarkan kepala di bahu Rayden.

“Ini. Ini. Ini. Ini. Dan... Ini.” Maula menunjuk tangan, kaki, paha, perut, dan punggung.

“Kita ke rumah sakit ya.”

“Bukan butuh rumah sakit, tapi butuh pijatan lembut dan sedikit sentuhan ringan,” goda Maula.

“Ouhh paham, oke. Aku akan eksekusi nanti malam.” Mereka berdua tertawa renyah, seakan beban tugas hari ini terselesaikan dengan baik.

“Love you, Ray.” Maula menatap lembut suaminya dan dihadiahi ciuman mesra di bibir oleh Rayden.

...•••Bersambung•••...

1
Putri vanesa
Semoga Maula kuat dan msih aman sma yg lainnya, Ray knpa gk minta tolong papamu dan om axelee
Putri vanesa
Sukaa banget setelah sekian lamaaaa Mauuulaa ❤️❤️
Vohitari
Next, seriesnya seru thor
Pexixar
Lanjut lagi
Miami Zena
Series yg paling ditunggu, mentalku aman kok thor
Sader Krena
Lanjutan ini selalu kutunggu, cepat rilis thor
Flo Teris
Selalu nungguin series nya, btw mentalku aman banget
Cloe Cute
Segerakan series 3 kak, udah gak sabaar aku tuh
Bariluna Emerla
Aku menunggu series 3 kak
Zayana Qyu Calista
Sedih kan kamu Ray, mana istri lagi hamil lagi kamunya berulah. Sekarang Maula hilang malah kelimbungan, cepat rilis yang ketiga kak, udah gak sabar mau baca
Rika Tantri
Puas banget sama pembalasan Maula tapi kesel banget sma Rayden. Udah tau si barabara itu otaknya gesrek, masih aja diikutin
Zayana Qyu Calista
Ditunggu banget nih series 3, yg paling dinanti ini mah. Cepetan kak ya
Arfi
Cepat di rilis kak, gk sabar aku
Arfi
Puas banget sama Maula ih, salah cari lawan kan lo Bar
Hanna
Kamu tuh ceroboh banget tau dak sih Ray, gak bisa baca apa kalo dia pura2
Hanna
Wajar aja Maula ngamuk dan ninggalin kamu Ray, dia ngeliat pergulatan panas kamu sama barbara.
Hanna
Puas banget aku weehh
Hanna
Dia nyoba ngeracau pikiran Maula ini mah
Ranti Zalin
Puas banget ngeliat dia diginiin, mampos
Ranti Zalin
Bikin masalah nih org njirr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!