Judul buku "Menikahi Calon Suami Kakakku".
Nesya dipaksa menjadi pengantin pengganti bagi sang kakak yang diam-diam telah mengandung benih dari pria lain. Demi menjaga nama baik keluarganya, Nesya bersedia mengalah.
Namun ternyata kehamilan sang kakak, Narra, ada campur tangan dari calon suaminya sendiri, Evan, berdasarkan dendam pribadi terhadap Narra.
Selain berhasil merancang kehamilan Narra dengan pria lain, Evan kini mengatur rencana untuk merusak hidup Nesya setelah resmi menikahinya.
Kesalahan apa yang pernah Narra lakukan kepada Evan?
Bagaimanakah nasib Nesya nantinya?
Baca terus sampai habis ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Di rumah besar, Baskara telah mendengar berita menghilangnya dua orang anggota suruhannya secara misterius. Dua orang tersebut merupakan teman dari Arjun yang ikut membantu dalam proses melenyapkan Erwin Maris atas perintah dari Baskara.
Suami dari Rosaline itu tentu merasa sangat kesal, sebab dirinya sudah membuat semuanya menjadi terkendali. Membayar sejumlah uang yang tak sedikit ke berbagai pihak yang memiliki nama besar di negara ini, semua itu dengan tujuan agar dirinya bersama para komplotannya tidak di lirik untuk dimintai keterangan secara serius. Bahkan di saat hari kejadian naas itu, Baskara sengaja berada di luar negeri.
“Panggil Nyonya kemari,” perintahnya, kepada seorang pelayan melalui sambungan telepon rumah.
Setelah menutup panggilan teleponnya, Baskara hanya menunggu beberapa saat saja hingga Rosaline masuk ke dalam ruangannya.
Rosaline datang dengan mengenakan gaun tidur yang ia tutupi menggunakan jubah besar, wajahnya terlihat masih segar karena selalu rutin memakai masker wajah sebagai ritual sebelum tidur. Dia melihat Baskara yang juga tengah mengenakan setelan piyama, suaminya itu baru saja menengguk minuman terakhirnya.
“Kamu memanggilku?” tanya Rosaline, membuat perhatian Baskara mengarah kepadanya.
“Ah, ya. Kamu sudah datang? Maaf tadi aku sedang asyik minum, sayang jika tak di habiskan.” Baskara terkekeh, seperti sedang mulai terpengaruh oleh efek minuman beralkoholnya. Meski begitu, ia adalah tipe lelaki yang masih bisa mengontrol diri meski dalam pengaruh minuman keras.
Rosaline melayangkan senyumannya, kebiasaan buruk Baskara adalah sangat suka sekali mabuk-mabukan meski sedang berada di dalam rumah. Belasan tahun menikah, Rosaline sudah sangat terbiasa melihatnya, bahkan mungkin hatinya sudah mati dan memilih untuk menerimanya saja.
“Kamu baik-baik saja?” tanya Rosaline.
“Kemarilah.” Baskara tak menjawab, namun mengulurkan tangan agar Rosaline datang mendekat. Bibirnya tersenyum manis di wajah keriputnya.
Rosaline pun langsung mendekat lalu meraih uluran tangan itu, bibirnya juga tersenyum namun tidak dengan hatinya. Sudah sejak lama hati Rosaline telah membeku untuk Baskara, semua itu berawal ketika dirinya pertama kali di diagnosis menderita virus aids yang baru dia ketahui bahwa suaminya juga telah lama menyimpan penyakit memalukan tersebut. Apalagi baru-baru ini Rosaline mendapati kenyataan pahit lainnya, tentang perselingkuhan Baskara dengan wanita kepercayaannya sendiri, Kiki.
Kecupan hangat mendarat di kening Rosaline, pelakunya adalah Baskara. Rosaline nyatanya sedikit terkejut, sebab dia dan Baskara sudah sedingin itu dalam waktu yang cukup lama.
“Mari kita ke luar negeri,” ajak Baskara, tiba-tiba.
Rosaline menatap mata suaminya itu lekat-lekat sejenak. “Apa sedang terjadi sesuatu?” tanya Rosaline merasa curiga, bukan tanpa alasan, sebab jika suaminya mengajak pergi ke luar negeri maka bisa dipastikan kalau lelaki itu sedang menghindari sesuatu.
Melihat istrinya hanya diam saja, Baskara mencoba untuk meyakinkan. “Hanya beberapa bulan saja, sudah lama kita tidak pergi berlibur,” ucapnya lagi.
“Aku khawatir tidak bisa ikut, karena Evan masih harus di lantik sebagai pemimpin baru di perusahaan. Dia terus saja menolak dan itu membuatku bingung, sepertinya aku harus mempercepatnya,” jawab Rosaline, dengan wajah risau karena setelah kematin Erwin, Evan masih saja menolak untuk menjadi pemimpin resmi di perusahaan mereka.
Di dalam hati Baskara dia sangat kesal, namun bibirnya harus tetap tersenyum di hadapan Rosaline. Menjadi pemimpin di perusahaan asing seperti M Corp adalah tujuan hidupnya, namun setelah berhasil menikahi Rosaline hingga menjalani hidup bersama belasan tahun lamanya, tak jua ia berhasil pada ambisinya. Sudah mencoba untuk mendapatkan keturunan dengan Rosaline, agar anak-anaknya kelak bisa menjadi pewaris, namun nyatanya Baskara tidak seberuntung itu, Rosaline telah dua kali keguguran dan rahimnya harus di angkat sebab virus yang terlanjur menggerogoti tubuhnya.
***
Keberadaan Nesya di rumah ibunya sudah membuatnya sedikit melupakan Evan dan Narra, yang selama satu minggu ini tak pernah lagi muncul batang hidungnya. Setelah mengakui semuanya di hadapan Nesya pasal penyebab kematian Erwin kala itu, Narra hilang entah dimana, namun dia pernah mengirim kabar kepada Kinan, bahwa dia sedang berada di suatu tempat untuk menenangkan diri.
Malam itu, Nesya sedang merebahkan diri diatas karpet di ruang tamu, berbaring seorang diri setelah Sifa pamit pulang kerumahnya.
Dia tengah asyik menatap layar ponselnya, tenggelam dalam dunia digitalnya sendiri menikmati kesendirian dan ketenangannya. Tiba-tiba, ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Dia melirik layar dan mata Nesya membulat.
Nama Evan muncul di layar ponselnya. “Evan? Kapan aku pernah menyimpan nomor ponselnya? Lagi pula bukankah aku tidak boleh berkomunikasi langsung dengannya?” Nesya bergumam pelan.
Mantan suaminya yang sudah lama tidak berkomunikasi dengannya itu, tiba-tiba mengirim pesan, tentu saja mengejutkan Nesya. Dia membuka pesan tersebut dengan perasaan yang berdebar-debar. Evan mengajaknya makan malam dan mengatakan bahwa dia sudah menunggu di luar rumah Nesya.
Nesya bergegas bangkit, lalu mengintip keluar dari balik tirai jendela, terlihat sebuah mobil biru tua terparkir di pinggir jalan. Nesya terdiam sejenak, merenung. Dia ingin menolak, tapi ada rasa rindu yang tiba-tiba muncul. Dia merindukan Evan, merindukan masa-masa mereka bersama meski hanya ada keributan di setiap pertemuan. Setelah berpikir sejenak, Nesya memutuskan untuk menjawab pesannya. Dia meminta Evan menunggu sebentar, mungkin akan ada hal penting yang ingin Evan bicarakan dengannya terutama perihal Narra.
Nesya beranjak dari sana dan menuju ke kamar ibunya. Pintu kamar Kinan memang tidak di tutup sehingga Nesya langsung bisa melihat sang ibu yang tengah melipat pakaian. "Bu, Nesya mau keluar sebentar ya, Evan sudah menunggu di luar," kata Nesya kepada ibunya, Kinan.
Kinan tersenyum melihat Nesya lantas menganggukkan kepalanya, “pergilah, sayang.” Ucapnya dengan lembut, menatap kepergian putri bungsunya itu, dia berdoa dalam hati agar anaknya dan Evan bisa kembali bersama. Dia pernah melihat kebahagiaan di wajah Nesya, kebahagiaan yang selalu ada saat suaminya masih hidup dan itu pernah dia lihat ketika Nesya melakukan panggilan video dengannya di saat putrinya itu masih tinggal bersama dengan Evan.
Nesya bersiap dengan pakaian seadanya, hanya mengenakan kemeja yang di padukan dengan celana jeans. Sepasang sepatu kets menutup kedua kaki mungilnya, tas selempang andalan, berisi dompet dan ponsel sudah siap didalamnya.
Evan melihat dari kejauhan, sosok mungil namun snagat berani padanya, membuatnya tersenyum diam-diam. Nesya mendekati mobil dan melihat Evan keluar dari dalam sana, lelaki gagah yang sempurna itu selalu sukses membuat Nesya memuji-muji dari dalam hati.
“Apa hanya seperti itu persiapanmu?” tegur Evan, sambil meniti penampilan Nesya dari atas lalu kebawah.
Nesya pun langsung sensi dan menjawab dengan ketus, “Ya, aku memang begini, tidak cantik dan tidak elegant sama sekali. Jadi pergi apa tidak?” Sebal sekali dia, melihat wajah sombong Evan yang kerap kali lelaki itu tunjukkan padanya.
Sambil terkekeh Evan pun membuka pintu mobil di sebelah penumpang. “Cepat masuk,” titahnya.
𝚜𝚞𝚊𝚖𝚒𝚗𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚗 𝚙𝚎𝚖𝚋𝚒𝚜𝚗𝚒𝚜 𝚍𝚒 𝚒𝚖𝚋𝚊𝚗𝚐𝚒 𝚍𝚒𝚔𝚒𝚝 𝚌𝚎𝚠𝚛𝚔𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚍𝚒𝚔𝚒𝚝 𝚋𝚊𝚍𝚊𝚜 𝚝𝚑𝚞𝚛