Menikahi Calon Suami Kakakku

Menikahi Calon Suami Kakakku

Bab 1

Kota Jakarta memang terkenal gudangnya hotel-hotel berbintang yang menawarkan berbagai venue pernikahan terbaik bagi para calon pengantin. Bukan hanya dari segi fasilitas yang membuat orang-orang kepincut untuk melangsungkan pernikahan di hotel, melainkan juga karena menikah di hotel dinilai lebih praktis dan efektif. Selain itu, tentunya wedding venue di ballroom hotel premium juga memiliki nilai prestise tersendiri.

Ballroom yang ber – tema – kan garden party dengan kapasitas tamu mencapai ribuan orang tersebut sudah ramai oleh para undangan. Lampu-lampu hias terbaik menggantung dengan indahnya menambah kesan elegant dan memanjakan mata.

Sang mempelai pria dengan tampilan bak Pangeran di negeri dongeng itu baru saja menunaikan akad nikahnya di saksikan oleh seluruh keluarga dari kedua mempelai, sedangkan mempelai wanita yang kini sudah sah menjadi istri seorang Evan Maris sedang bersiap dengan penampilan yang di gadang-gadang akan memukau seluruh pasang mata. Meski hubungan keduanya tak banyak di sorot media namun sosok sang pewaris yang di nilai sempurna itu haruslah bersanding dengan wanita yang sempurna juga.

Namun beberapa saat sebelum semua itu terjadi, peristiwa yang menegangkan terjadi di sebuah kamar hotel tempat sang mempelai wanita tengah di rias.

PRANG!

Nesya Nadine melempar sebuah vas bunga hingga memecahkan cermin hias yang berada di sebelah kirinya, wajahnya merah padam dengan kedua mata yang sama merahnya.

“Jangan seenaknya begitu, Kak! Yang harus menikah itu Kakak!” Teriak Nesya pada kakaknya yang pada saat itu akan melangsungkan pernikahan. Dia benar-benar emosi, tidak seperti Nesya yang biasanya penurut dan akan melakukan apa saja jika keluarganya membutuhkan bantuan dirinya.

“Kali ini saja, Nesya! Hanya berdiri di pelaminan saja, dan… dan lewati malam pertama…” ucapan Narra terhenti karena Nesya kembali berteriak.

“TIDAK! Sekali aku katakan tidak ya tidak!”

Kintan selaku ibu mereka adalah yang paling merasa kalut bahkan nyaris frustasi, di tengah-tengah waktu yang sudah sangat mendesak itu, Narra anak sulungnya yang pada saat itu akan melangsungkan pernikahan baru mengakui bahwa dirinya tengah mengandung dengan pria lain. Sebenarnya dia nyaris saja pingsan jika saja saudaranya yang biasa di panggil bude itu tidak segera membantunya untuk bisa lebih tenang.

“Nes, aku mohon, kali ini tolong kakakmu ini… pernikahan ini tidak boleh batal, lihatlah para tamu yang sudah hadir di bawah sana, apalagi keluarga Evan bukanlah keluarga sembarangan. Masa depan kita semua akan hancur jika sampai membuat mereka malu.” Narra dengan egoisnya terus saja memaksa adiknya untuk menggantikan posisi dirinya, lebih tepatnya menjadi tumbal demi agar nama baiknya tetap terselamatkan. Semua itu demi harta yang sudah sejak lama sekali dia inginkan dari keluarga besar Maris.

Nesya masih bersikeras dengan penolakannya, gadis berambut panjang bergelombang itu sudah di hias mengenakan gaun bridesmaid bersama seorang sahabatnya yang bernama Sifa. Tetapi karena permintaan mendadak dari sang kakak, gaun serta riasan tersebut sudah corat marit karena dia terus mengamuk tak terima. Dulu dia juga pernah marah ketika tidak bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi karena mengalah pada keinginan sang kakak yang saat itu baru saja lulus sarjana dan ingin meniti karir di dunia modeling, sehingga membutuhkan biaya yang tak sedikit dan sang ibu lebih mendukung karir Narra.

Sang ibu yang sejak tadi hanya diam merasa harus berbuat sesuatu, memikirkan masa depan keluarganya yang sudah dengan susah payah berjuang hidup setelah kepergian mendiang sang suami, kini memutuskan untuk buka suara, suara yang lembut serta bergetar namun menyesakkan dada.

“Nesya, putri ibu yang cantik dan baik hati. Ibu memohon kepadamu turuti lah permintaan kakakmu, kita sudah berjuang bersama sejauh ini, tidakkah kamu merasa semua akan sia-sia jika sampai pernikahan ini batal dan keluarga kecil kita akan terkena imbasnya?”

Nesya ternganga, air matanya langsung berderai, ketika berhadapan dengan ibunya adalah hal yang paling melemahkan hati seorang Nesya. “Apakah ibu juga tega pada Nesya?” Dia terisak.

Kintan segera menggelengkan kepalanya lalu menangkup wajah Nesya dengan derai air mata yang sama. “Maafkan Ibu dan maafkan kakakmu ya, sayang. Sungguh kita tak punya pilihan lain, semoga pilihan ini adalah yang terbaik yang Tuhan pilihkan untuk jalan hidupmu menuju kebahagiaan.” Siapapun percaya bahwa doa seorang ibu yang tulus mampu menembus langit.

Narra menoleh cepat kearah ibunya karena merasa kurang suka dengan doa sang ibu. “Ibu, dia hanya akan menggantikan ku selama satu malam saja. Jangan mendoakannya untuk terus menjadi istrinya Evan, dia adalah calon suamiku.”

Tanpa menoleh pada Narra sang ibu menjawab. “Jalan hidup seseorang tidak akan bisa di atur oleh manusia itu sendiri melainkan atas apa yang telah Tuhan takdirkan, apalagi jika manusia itu adalah pendosa sepertimu.”

“Ibu jangan aneh–aneh begitu, cepat waktu kita tidak banyak. Nes, sekarang ganti gaunmu dengan milikku ini.” Narra tak ingin lagi menghabiskan banyak waktu agar jangan sampai keluarga Evan datang mencarinya, bisa gagal semua rencana yang sebenarnya telah dia susun sejak sebulan yang lalu itu.

Untuk sesaat, Nesya seperti sebuah manekin yang tak bisa menolak ketika gaunnya di lucuti oleh sang kakak, Kintan pun turut membantu memasangkan gaun pernikahan berwarna putih dengan hiasan butiran mutiara putih di sekeliling roknya. Nampak pas sekali di tubuh mungil Nesya, bahkan wajah keduanya begitu mirip dan sering di kira kembar oleh orang-orang jika baru pertama bertemu dengan mereka berdua. Tetapi iris mata keduanya lah yang menjadi pembeda, Narra memiliki iris mata hitam pekat sedangkan Nesya bermata cokelat terang seperti ibunya.

Usia Nesya baru menginjak dua puluh tahun di hari itu, di hari yang seharusnya menjadi pergantian usia menuju dewasa itu, dia malah mendapatkan kado yang tak di sangka-sangka yaitu bertukar peran dengan sang kakak menjadi seorang pengantin pengganti.

“Jangan kira rencana kakak ini tidak akan ketahuan, lelaki itu pasti akan tahu bahwa aku bukanlah kakak,” ucap Nesya dengan wajah datar menatap kakaknya yang berada tepat di depannya.

“Tidak perlu khawatirkan itu, wajah kita berdua sangat mirip bahkan tidak ada bedanya. Evan pasti tidak bisa membedakannya, tentang warna mata kita yang berbeda, aku sudah siapkan kontak lens berwarna hitam untuk kamu pakai.” Narra sibuk membenahi penampilan adiknya dengan gerakan cepat karena sedang di kejar waktu.

Nesya tak mampu lagi berkata-kata, ternyata kakaknya sudah merencanakan semua itu sebelumnya sampai-sampai sudah menyiapkan kontak lens juga. “Aku merasa di jebak olehmu, Kak,” ucapnya lirih.

Narra tak ingin menanggapinya lagi karena jika di teruskan maka tak akan habis-habis, kontak lens yang sudah disiapkan pun kini telah terpasang di kedua mata indah adiknya. “Selesai! Ingatlah peranmu, tidak usah banyak bicara dan jadilah pendiam, saat malam nanti katakan saja bahwa kamu sedang datang bulan maka semua akan beres. Oh ya, berikan botol ini pada salah satu pelayan lalu katakan untuk menuangkannya pada gelas minuman, bawa minuman itu agar di minum oleh Evan sehingga dia akan tertidur semalaman, setelah itu kamu akan aman. Selanjutnya serahkan saja padaku karena besok harinya posisi kita akan kembali ke semula.” Dia menyelipkan sebuah botol kecil yang entah berisi obat apa ke tangan Nesya.

Semua orang yang ada diruangan tersebut dibuat terperangah pada rencana Narra yang sangat mudah dan begitu lancar ketika dia uraikan. Sang ibu begitu miris melihat putri sulungnya yang seperti tanpa beban sama sekali, padahal jelas-jelas berbuat dosa besar dengan mengandung anak tanpa pernikahan dan yang lebih miris lagi bahwa lelaki itu bukanlah Evan, calon suaminya.

Terlebih lagi Nesya, meski sang ibu dan sahabatnya terus menguatkan dirinya, tentu saja itu tak akan cukup membuatnya menerima kenyataan pahit itu. Mengorbankan masa mudanya demi menutupi kelakuan sang kakak.

“Kamu pasti bisa, Nesya selalu bisa menghadapi apapun.” Sifa berbisik menyemangati Nesya meski dia pun ikut marah pada keputusan Narra.

Kini Nesya telah menjelma menjadi seorang pengantin yang begitu cantik, wajahnya memancarkan cahaya yang tidak terlihat di wajah Narra ketika dia mengenakan gaun yang sama sebelumnya. Berjalan dengan anggun di temani oleh sang ibu dan budenya, sambil memegang seikat bunga meski tangannya bergetar, langkah demi langkah terasa mengambang seolah kedua kakinya tak berpijak. Tiba-tiba saja dia tersadar ketika seorang lelaki tampan nan menawan tersenyum padanya dari kejauhan.

“Dia kah… Evan?”

Terpopuler

Comments

KnuckleBreaker

KnuckleBreaker

Bikin ketagihan, kapan update lagi??

2025-04-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!