Apa kamu bisa bertahan jika seorang yang kau kasihi dan kau hormati menorehkan luka begitu dalam.
Penghianat yang di lakukan sang Suami membuat Ellen wajib berlapang dada untuk berbagi segala hal dengan wanita selingkuhan Suaminya.
Ingin rasanya Ellen pergi menjauh namun Davit, Suaminya tidak mau menceraikan. Ellen di tuntut bertahan meski hampir setiap hari dia menerima siksaan batin. Bagaimana hati Ellen tidak sakit melihat lelaki yang di cintai membagi perhatian serta kasih sayang nya di pelupuk mata. Namun tidak ada pilihan lain kecuali bertahan sebab David tak membiarkannya pergi.
Suatu hari tanpa sengaja, Ellen di pertemukan dengan seseorang yang nantinya bisa menolongnya terlepas dari belenggu David.
Langsung baca ya👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluSi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27
Tidak seperti malam kemarin, kini Ellen kembali tidak dapat memejamkan mata. Padahal kamar yang di tempati sudah di lengkapi pendingin ruangan, namun nyatanya sejak tadi kantuk belum menghampiri.
Bosan! Ellen ingin keluar tapi takut memancing perhatian. Sejak kejadian konyol tadi siang, Yuan tidak memanggilnya untuk membuatkan kopi seperti sebelumnya. Ellen menebak jika Yuan kesal padanya.
Tadinya Ellen belum merasakan bosan karena Mbok Lela mengajaknya mengobrol. Tapi setelah Mbok Lela pergi tidur, tidak ada seorangpun yang di ajak bicara.
"Ah tidak. Kalau ada televisi malah membuatku kesal." Ellen menolak saat Johan menawarkan sebuah televisi baru. Dia takut tidak tahan melihat adegan sinetron yang menyinggung kehidupannya." Johan mana ya. Biasanya kan dia keluyuran. Apa di marahi Tuan." Imbuh Ellen berbicara sendiri.
Ellen beranjak dari tempat duduk. Dia sempat mengintip dari jendela ke bangunan utama. Lampu kamar Yuan tampak padam sehingga Ellen berspekulasi bahwa penghuninya tidur mengingat saat itu sudah pukul sebelas malam.
"Kalau ada korban lagi bagaimana? Ah bodoh lah, duduk-duduk di depan saja kan."
Ellen memutar kunci pintu dengan sangat hati-hati lalu mendorongnya. Dia berharap ada Johan namun mustahil sebab Johan selalu sibuk saat malam hari. Awalnya terdengar suara obrolan yang berasal dari beberapa ajudan. Tapi saat Ellen keluar rumah, suara itu mendadak hilang.
Mereka ada tapi tak bersuara. Keluh Ellen dalam hati sambil melipat tangannya di perut lalu bersandar pada salah satu pilar. Apa benar dia sudah mati? Kenapa aku tidak yakin? Sepertinya tadi Tuan Yu asal bicara.
Ellen menghela nafas panjang, dia sangat menginginkan kebebasan meski Ellen paham perjanjian kontrak berjalan seumur hidup. Tidak masalah jika dia harus menghabiskan sisa hidup untuk membuatkan kopi Yuan, toh Ellen sudah tak memiliki tempat tinggal. Tapi setidaknya dia di berikan waktu berjalan-jalan agar status barunya bisa di nikmati.
"Di dalam bosan, di luar dingin." Ellen merapatkan lipatan tangan apalagi sekarang dia mengenakan dress yang memiliki lengan sebahu.
Tiba-tiba Ellen mendengar suara langkah kaki, dia menegakkan tubuhnya sambil memicingkan mata di area gelap yang mengarah pada pintu belakang rumah utama. Terselip rasa takut jika sosok di hadapannya adalah David yang mungkin jadi arwah penasaran. Ellen sudah mengambil ancang-ancang untuk masuk tapi di urungkan saat mendapati Yuan berjalan ke arahnya.
Bukan arwah David. Ku pikir dia marah. Pasti butuh kopi, tak apalah, lumayan ada teman mengobrol. Mau ngajak bicara sembarangan orang pun akan mengundang masalah. Keluh Ellen dalam hati.
"Kenapa kamu mengulang kesalahan lagi? Apa jam di rumah rusak sampai-sampai kau tidak tahu pukul berapa sekarang?!"
Ellen sudah terbiasa mendengar sapaan kasar nan ketus dari Yuan. Meski terdengar kurang menyenangkan tapi sejauh ini Yuan tak pernah berbuat macam-macam. Wajar lah sebagai bos, mengingat dirinya juga satu-satunya wanita muda di sana.
"Pukul setengah dua belas. Jam Tuan rusak?" Jawab Ellen konyol. Yuan menghela nafas panjang, selama ini hanya Ellen yang bisa menetralisir kemarahannya.
"Kenapa tidak tidur?"
"Belum mengantuk, saya juga ingin tidur tapi tidak bisa."
"Ikut aku." Pinta Yuan. Suka sekali memancing perhatian. Keluh Yuan dalam hati. Dia sempat menoleh ke belakang untuk memeriksa apa Ellen mengikutinya.
"Ini sudah malam Tuan. Nanti malah tidak bisa tidur." Ellen pikir Yuan memintanya membuatkan kopi.
"Kau bicara apa?"
"Pasti mau kopi kan?"
"Sok tahu." Ellen tersenyum. Melegakan ternyata Yuan tidak marah.
"Memang tahu, kan kebiasaan nya begitu."
"Kalau begitu, buatkan dan jangan banyak bicara." Ellen tertawa kecil.
"Nah kan mengaku."
Yuan duduk di salah satu kursi makan sementara Ellen mengisi teko listrik lalu mencolokkan nya. Setelah meracik kopi, Ellen memutar tubuhnya menghadap Yuan yang tentu duduk dengan wajah datar.
Kenapa selalu saja di pertemukan dengan orang berwatak dingin. Kalau berprinsip sih itu bagus, nah kalau mirip lelaki itu malah menyebalkan! Sudah cuek! Tukang selingkuh pula! Umpat Ellen dalam hati. Dia tidak sadar saat beberapa kali Yuan ingin tersenyum tapi menahannya.
Ternyata alasan Yuan tidak menemui Ellen adalah untuk meredam rasa ingin tertawa atas kejadian tadi siang. Yuan sampai rela menunda rutinitas meminum kopi di sore hari.
"Buat juga untuk mu."
"Saya tidak suka kopi. Dia pahit seperti pada nasib saya." Jawab Ellen seraya mengaduk.
"Oh." Yuan berdiri saat Ellen baru saja meletakkan nampan." Kita keatas." Pinta Yuan mengambil secangkir kopi.
"Ke atas?"
"Hum ayo." Saat Yuan hampir mencapai keluar pintu dapur, Ellen belum bergerak dari tempatnya." Kenapa?" Tanya Yuan tanpa memutar tubuhnya.
"Saya kembali saja Tuan." Duh bagaimana kalau dia berbuat macam-macam? Tuan Yu kan bukan penyuka sesama jenis.
"Daripada berkeliaran di luar, lebih baik nonton televisi." Ellen tersenyum aneh sebab dia memikirkan kemungkinan buruk yang bisa terjadi apalagi dia tahu Yuan menginginkannya.
"Nanti saya malah kesal sendiri." Yuan menghela nafas panjang.
"Aku punya beberapa kaset CD kartun."
"Haha Tuan menipu saya? Mana mungkin punya kaset kartun." Ledek Ellen.
"Ikuti atau kau bayar denda nya!" Pinta Yuan dengan nada sangat kasar.
"Ngancam lagi, ngancam terus. Memang ya, lelaki kaya itu suka seenaknya sendiri!" Keluh Ellen terpaksa mengikuti Yuan." Pokoknya awas kalau sampai berbuat macam-macam! Ingat Tuan Yu, saya tidak berminat juga tidak berselera pada anda!" Imbuh Ellen ketus.
Yuan menelan bulat-bulat ucapan bernada menghina tersebut. Apapun yang keluar dari mulut Ellen selalu bisa di kendalikan kecuali rasa ingin memiliki yang semakin hari terasa semakin menyiksa. Yuan bahkan sudah merindukan sosok itu saat tiba waktu malam. Setiap kali dia berbaring, Yuan sering membayangkan Ellen tidur di sisinya.
"Aku hanya tidak ingin keberadaan mu melemahkan pertahanan anak buahku."
Ellen mengangguk-angguk saja, dia paham betapa angkuh lelaki di hadapannya. Meski kenyataan rasa sudah di ketahui tapi tidak membuat Ellen terkesan karena bukan Yuan yang mengungkapkan melainkan Johan. Ellen menebak jika mungkin Yuan tidak sungguh-sungguh, sekedar kagum atau malah ingin memanfaatkannya untuk hal lain. Entahlah, yang pasti Ellen tidak mau salah melangkah.
Ini kali pertama Ellen di bawa ke lantai dua. Di sana terdapat dua kamar berukuran besar, ruang keluarga dan sebuah dapur kecil. Kedua kamar di lengkapi keamanan sensor yang hanya bisa di buka oleh Yuan dan Johan.
"Ada beberapa minuman ringan di kulkas. Pilihlah sendiri." Pinta Yuan seraya menyiapkan pemutaran film kartun seperti yang di janjikan.
Ellen berjalan ke dapur dan membuka kulkas. Di dalamnya terdapat minuman bersoda, air mineral dan roti tawar.
"Tentu saja rapi seperti penampilannya." Gumam Ellen mengambil satu botol air mineral. Jika saja ada teh, mungkin Ellen membuat teh hangat.
"Air saja?" Tanya Yuan.
"Memang hanya ada air. Saya tidak seberapa suka minuman bersoda."
"Hum. Duduk."
Ellen duduk dengan jarak aman. Memang untuk wanita normal, fisik Yuan sangatlah sempurna. Tinggi, berparas tampan, berkulit coklat meski cara bicaranya sangatlah kasar. Namun kegagalan rumah tangga di masa lalu, membuat Ellen lebih tertarik dengan lelaki berwibawa dan berprinsip.
"Astaga ini kartun lama." Ellen tersenyum mengembang. Film kartun seperti ini mungkin bisa jadi hiburan untuk nya.
"Ya." Jawab Yuan singkat.
"Tuan suka menonton kartun semacam ini?"
"Tidak."
"Buktinya punya kasetnya. Tidak masalah punya sisi lain."
"Ini tontonan saat aku kecil dan kau anak kecil." Ellen menoleh cepat.
"Bukankah Tuan yang mengajak saya menonton kartun."
"Alasannya sudah ku katakan. Berkeliaran malam hari malah melemahkan pertahanan anak buahku yang sebagian besar lelaki." Jawab Yuan sambil sesekali menyeruput kopi." Apalagi bajumu seperti itu." Imbuh Yuan.
"Mereka hanya bisa melihat."
"Berarti kau suka jadi tontonan?"
Yuan kembali kesulitan mengendalikan diri untuk mengomentari cara berpakaian Ellen. Padahal tujuannya adalah cemburu tapi Ellen malah berpikir kalau Yuan merendahkan nya.
"Tontonan apa sih? Dress ini masih sopan."
Bentuk tubuh mu terlalu terekspos bebas terutama bagian kaki. Jangankan mereka, akupun semakin tidak kuasa mengendalikan diri. Batin Yuan.
"Sebelumnya aku tidak pernah mengalah pada siapapun kecuali anak kecil. Berdebat dengan mereka akan menguras emosi." Ellen mengerucutkan bibirnya lalu beralih menatap televisi.
Tidak ada obrolan karena Ellen memilih diam dan menikmati film kartun. Entah Ellen sadar atau tidak, tapi Yuan sesekali menatap ke arahnya seraya menghembuskan nafas berat.
🌹🌹🌹