NovelToon NovelToon
Tuhan Kita Tak Merestui

Tuhan Kita Tak Merestui

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Spiritual / Cinta Terlarang / Keluarga / Cinta Murni / Trauma masa lalu
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: YoshuaSatrio

Pertemuan antara Yohanes dan Silla, seorang gadis muslimah yang taat membawa keduanya pada pertemanan berbeda keyakinan.

Namun, dibalik pertemanan itu, Yohanes yakin Tuhan telah membuat satu tujuan indah. Perkenalannya dengan Sila, membawa sebuah pandangan baru terhadap hidupnya.

Bisakah pertemanan itu bertahan tanpa ada perasaan lain yang mengikuti? Akankah perbedaan keyakinan itu membuat mereka terpesona dengan keindahan perbedaan yang ada?

Tulisan bersifat hiburan universal ya, MOHON BIJAK saat membacanya✌️. Jika ada kesamaan nama tokoh, peristiwa, dan beberapa annu merupakan ketidaksengajaan yang dianggap sengaja🥴✌️.
Semoga Semua Berbahagia.
---YoshuaSatio---

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Duh! rada nggk biasanya.

Hari berikutnya, Yohan datang ke kantor sedikit lebih siang dari biasanya. Bukan tanpa sebab, ia biasanya melakukan beberapa hal penting lainnya di pagi hari sebelum harus tiba di kantor dengan pekerjaannya di dalam ruangan.

Setibanya di lobi, ia sudah disambut oleh sang asisten. “Siang Pak, saya mau ke konveksi yang kemarin Bapak tunjuk. Saya kesana sendiri atau ….”

Yohan terdiam sesaat, lalu menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Oke, aku bisa ikut.” Yohan memutar langkahnya kembali menuju ke mobil yang baru saja diparkirkannya. Bukan mobilnya sendiri, mobil yang ia pinjam dari ayahnya.

“Pak Yohan kenapa nggak beli mobil sendiri sih?” basa-basi Tara dalam perjalanan.

“Kamu tahu sendiri, pekerjaanku tidak selalu di satu tempat.”

“Halah, tabungan Pak Yohan buat beli mobil sepuluh juga pasti sisa banyak itu!” ledek Tara.

“Kamu ini, aku penganut faham ‘pakai aja yang ada’ Tara. Toh mobil kantor juga ada, kan Mayan bisa hemat uang perawatan kendaraan,” sahut Yohan jujur dengan penekanan pada kalimat ‘pakai aja yang ada’.

Tara terkekeh, “Hahaha … hemat sama pelit itu beda tipis loh, Pak!”

“Nah itu, berarti aku masuk golongan pelit. Hahaha ….”

“Ya harusnya tuh minimal beli motor lah gitu, masa iya sejabatan bapak gitu, kemana-mana nebeng atau harus minjem. kan ….” Tara sengaja tak melanjutkan ucapannya, ia menyadari akan kesalahan arah pembicaraannya, lalu bergegas menutup mulut dengan kedua telapak tangannya.

“Urat malu ku udah ilang, kebawa angin, santai aja. Hahaha ….” kelakar Yohan seakan tahu apa yang dipikirkan Tara.

Tak sampai satu jam, mereka tiba di tempat tujuan. Yohan memarkirkan mobilnya di halaman sebuah rumah berlantai dua. Itu yang terlihat dari depan.

“Kamu yakin ini tempatnya? Kenapa macam rumah biasa?” tanya Yohan sembari mengunci mobilnya.

Tara mengangguk mengiyakan. “Bener kok Pak, mungkin di sini menerima tamunya, pabriknya ada di belakang atau … nah itu, suara bising dari samping, mungkin di sana mereka melakukan produksinya.”

Yohan mengangguk sedikit ragu, lalu tampak seorang pria paruh baya menyambut mereka di pintu utama, dengan senyum ramah setengah bertanya-tanya.

“Masih ingat saya kan, Pak?” sapa Tara mendahului si pemilik rumah.

“Emmm iya, Teteh yang tempo hari tanya-tanya produk kan ya?” sahut pak Abdi lalu mempersilakan kedua tamunya masuk dan duduk di ruangan sederhana namun terasa sejuk dan nyaman.

“Jadi, perkenalkan, beliau adalah Pak Yohan, atasan saya, yang bertanggungjawab pada keseluruhan projek ini ….”

Tara bermaksud menjelaskan keikutsertaan Yohan ke tempat itu, namun Yohan menepuk pelan lengan Tara sebagai isyarat agar menyudahi ucapannya.

“Saya sengaja ikut kesini, untuk melihat situasi, melihat langsung bahan, serta beberapa proses produksinya hingga selesai mendatang,” terang Yohan.

“Wah, terimakasih atas kepercayaannya, kami akan mengusahakan yang terbaik!” Sebuah kebetulan, pak Abdi menyambut pekerjaan ini dengan penuh rasa syukur.

“Berikut desain, kualitas bahan serta jumlah yang kami minta Pak, semua sudah tertera di sana, berikut surat kerjasamanya.” Tara menyerahkan sebuah map berwarna biru.

Pak Andi menerima lalu mempelajarinya beberapa saat, “Iya, saya mengerti, jadi ada dua desain persis seperti ini ya?”

“Betul, tapi sebelum kita sepakati kerjasama ini, bolehkah saya berkeliling untuk melihat tempat produksi?” pinta Yohan dengan aksen tegasnya.

“Oh, boleh mari-mari silahkan, saya sendiri yang akan memandu tour kecil ini.” Dengan sangat antusias pak Abdi menjaga kliennya tersebut.

Bagaimana tidak, beberapa hari sebelumnya ia tampak begitu khawatir dengan adanya penurunan penjualan, kini tiba-tiba datang pemesanan dalam jumlah yang lumayan besar. ‘Setidaknya bulan ini karyawannya akan tetap aman.’ pikirnya merasa lega.

Pak Abdi memimpin jalan di depan, diikuti Yohan dan Tara.

“Di sini, kami menyimpan bahan-bahan untuk sablon. Kami menyediakan berbagai jenis sesuai permintaan pelanggan,” terang singkat Pak Abdi.

Yohan dan Tara melihat sekilas, tata ruang yang rapi dengan ember-ember yang diklasifikasikan rapi sesuai ukuran dan merk-nya.

“Lalu sebelahnya, di sini kami menyimpan stok kain mentah, atau kain polosan, kami klasifikasikan juga sesuai jenis dan kualitas bahan.”

Yohan dan Tara manggut-manggut seolah mengerti dengan penjelasannya. Yohan tak begitu mengerti dengan jenis dan kualitas bahan, tapi yang ia perhatikan pertama adalah tata ruang yang rapih, kebersihan lingkungan kerja serta ketersediaan semua bahan utama.

Kualitas bahan dan produk nanti akan jadi tugasnya Tara dan timnya untuk memastikan itu.

“Nah, selanjutnya adalah ruang utilitas, kami menyimpan berbagai perlengkapan printilan lainnya di ruangan ini. Di sini dibutuhkan pegawai dengan ingatan yang bagus, karena harus mengingat semua jenis peralatan, warna, jumlah dan ukuran detail peralatan kecil-kecil. Hahaha ….”

Yohan yang sedari tadi memakai masker, mulai membukanya, tampak sedikit tertegun dengan penataan ruang yang begitu rapi. Etalase dengan keranjang-keranjang kecil tertata bersih dengan berbagai pernak-pernik yang tak pernah terpikirkan olehnya sebelum itu.

Tanpa Yohan sadari, di sudut ruangan itu, tampak sepasang mata mengawasinya dengan kesal bercampur heran. Pemilik mata indah itu tampak menghela napas beberapa kali.

‘Ngapain tuh manusia nyasar dimari?!’ Hampir tak ada tatapan ramah di wajah itu.

Sementara pria yang disebutnya ‘manusia’ itu sibuk dengan pekerjaannya, tak sedikitpun menoleh padanya yang justru semakin kesal.

Saat itulah ponsel pak Abdi berdering, ada panggilan masuk. Namun pak Abdi hanya melihatnya sekilas, lalu kembali memasukkan ponselnya ke saku celana.

Menyadari hal itu, Yohan merasa tak enak hati. “Angkat dulu saja Pak, kami bisa menunggu sambil melihat-lihat,” ujar Yohan berusaha memberi ruang.

“Aduh, maaf ya Pak … sebentar saja kalau begitu.” Pak Abdi mundur beberapa langkah dengan ponsel kembali di tangannya. “Eh, Silla, tolong temani klien Paman ini untuk melihat-lihat ruang produksi! Ruang desain, potong, lalu ke penjahit, kalau paman sudah selesai, nanti biar paman yang lanjutkan, tolong ya!”

Yohan masih tak menatap pada siapa staf yang ditunjuk pak Abdi. Sementara Silla tentu saja melakukannya dengan sangat terpaksa.

“Paman … aku … ah! sial-sial-sial!” gerutunya semakin kesal.

Silla berjalan mendekati Yohan dan Tara, sekuat tenaga ia berusaha profesional, namun itu sangat sulit baginya. Jangankan senyum ramah, membuka mulut untuk menyapa saja rasanya sangat malas.

“Selamat siang, Bu … mari saya lanjutkan tour-nya!” sapa Silla sangat sulit untuk memanggil Yohan, jadi ia memilih untuk tidak melakukannya.

Tentu saja hal itu membuat Tara sedikit terkejut, beruntung ia tak begitu memperdulikannya.

Silla memimpin jalan di depan, diikuti Tara yang sedikit menjadi canggung. “Pak?” ucapnya lirih menatap Yohan.

Yohan mengibaskan kedua tangannya sebagai isyarat agar Tara mendahuluinya. “Dia memanggilmu, kamu saja duluan, aku bisa santai sambil lihat-lihat.” sahut Yohan dengan senyum mengandung sedikit rasa geli dan lucu.

“Kayaknya dia terpesona sama pak Yohan, sampai grogi nggak berani nyebut Pak Yohan!” bisik Tara sedikit berkelakar.

“Hush! Aku rasa dia mengira kamu bosnya , dan aku bodyguard nya!” ujar Yohan membalas candaan Tara, tanpa menyadari siapa wanita yang sibuk menahan kesal tengah memimpin jalan mereka.

“Nah, jadi ini ruangan para desain kami mengerjakan pembentukan pola!”

SET! DEG!

Mata Yohan terbelalak saat Silla membalikkan badan.

...****************...

Bersambung ....

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
lain kali hati" ya Silla 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
berarti Yohan laper 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
emang biasanya begitu wajahnya,datar 😐
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
karena seblak makanan favorit Silla 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
buat yg spesial ya 🤭🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
Ayo semangat Silla 💪🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
sabar Silla 🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
mereka terpesona 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
Waduh Silla,pagi" udah mengkhayal 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
masa ditawarin seblak buat sarapan 🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
ga usah kasih alasan tapi bicaralah jujur Silla 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
mimpi gara" si Amat 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
Dasar Silla 🤣🤣🤣
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ
muka.u???
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
sodaranya kali tuh 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
masa Tante" 🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
bodo amat
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
berisi makanan
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!