"Gue Mau Putus"
Tiga kata itu Nyaris membuat Alle tak bernafas beberapa detik, sebelum akhirnya menghela nafas.
"Sayang, jangan bercanda deh. ini benar hari anniversary kita tapi kejutannya jangan gini dong, aku ngak suka. *rujuknya dengan suara manja, berfikir ini hanya prank, Ares hanya mengerjainya saja*
Ares tak membalas ucapan Alle namun dia dengan tegas menggenggam tangan gadis disampingnya dan menatap Alle dengan tatapan dingin dan muak.
"Gue udah selingkuh sama Kara, dua bulan yang lalu dan....".
"Dia sekarang hamil anak gue"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodelima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RAHASIA
"Ah Iyah." Ares lagi-lagi baru sadar jika disampingnya ada Kara yang menunggunya. Dia terlalu terlena dengan Obrolan bersama Sus Riri,
Dia jadi merasa bersalah dengan wanita itu.
Beberapa saat setelah 10 menit berjalan, Ares memasuki ruangan serba putih itu di ikuti Kara di belakangnya.
"Itu om Johan?" tanya Kara saat melihat pria yang membelakanginya sembari menatap kearah luar.
"Iyah, ayo masuk." ajak Ares sembari mendekati Papahnya yang tengah melamun.
"Mawar kamu dimana? Gumam Papah Johan sendu, yang mampu di dengar Ares dan Kara.
"Pah, Mamah udah ngak ada, kita ikhlasin yah." Ares mencoba menenangkan Papahnya sembari mengusap bahunya yang tak setegap dulu.
"Mawar, aku rindu." seolah tak melihat orang disampingnya, Papah Johan terus saja bergumam menyebut nama Mamahnya, membuat Ares semakin merasa terpukul. Jujur saja dia juga belum merelakan kepergian sang Mamah yang tiba-tiba itu. Hanya saja jika dia ikut terpuruk siapa yang akan mengurusi dan merawat Papahnya nanti.
Karna Papahnya tak merespon akhirnya Arespun diam, dia hanya mendengarkan Papahnya terus saja memanggil nama sang Mamah dengan sendu.
Sedangkan Kara diam-diam mendengus, dia malas berlama-lama ditempat yang terasa pengap itu, namun saat Ares menatap ke arahnya, Dia pura-pura memasang wajah sedih.
"Kita pulang sekarang Ra?" tanya Ares, Kara segera mencek jam yang melingkar ditangannya.
"Iyah, sepertinya kita harus segera pulang Res, aku takutnya nanti Mamah khawatir."
Akhirnya Ares mengangguk, dan pamit pada Papahnya jika dia harus pulang dulu. Dan kapan-kapan akan kembali menjenguk dan membawa makanan kesukaan Papahnya itu.
"Res, apa Alle dan Om Johan sedekat itu? Sampai-sampai dia sering kesini."
Ares menoleh, dia menatap wajah Kara yang agak menyendu namun dia tak tau apa yang dipikirkan wanita itu.
"Iyah, dulunya Mamah dan Papahku akrab pada Alle." Ares menjawab seadanya, karna jika dijabarkan lebih lanjut nanti takutnya Kara sakit hati, karna sebenarnya Mamah dan Papahnya Ares begitu menyayangi Alle dan sudah menganggap Alle anaknya sendiri. Bahkan mereka telah merestui jika waktu itu Ares dan Alle menikah muda, namun keduanya memutuskan menyelesaikan kuliahnya dulu, namun pada akhirnya semua itu tidak terlaksana sama sekali, sepertinya mereka harus mengubur rapat mimpi itu.
Tak ada obrolan apapun hingga mereka hampir sampai di parkiran, tiba-tiba saja Kara menggenggam tangan Ares. Membuat langkah pria itu terhenti dan menatap Kara dengan heran namun dia juga tak melepaskan.
"Kenapa Ra?"
"Ares tolong yah jaga rahasia ini, baik keluarga ku maupun Tico kalau ini anak om Johan, cukup aku sama kamu aja yang tau, aku mohon." Kara memasang wajah iba dengan penuh kesedihan, membuat siapa pun melihatnya tak tega. Begitupun dengan Ares alhasil dia pun mengangguk, dan mengusap tangan Kara yang masih asyik menggenggam tangannya.
Dia juga tau jika pasti Kara malu jika orang-orang tau anak yang dikandung anak dari orang yang kejiwaannya terganggu dan hasil dari pemerkosa.
"Iyah, kamu tenang aja, cuma aku sama kamu aja yang tau kok."
Tanpa mereka sadari, tanpa sengaja Suster Riri mendengar percakapan mereka meskipun agak samar dan dia hanya mendengar jika hanya rahasia mereka berdua saja.
******
"Sebenarnya rahasia apa yang terjadi diantara mereka?" gumam Suster Riri penasaran, dia menyayangkan kehadirannya mungkin telat, jika tidak mungkin tadi dia bisa mendengar percakapan mereka lebih lama lagi.
Suster Riri menatap kepergian Ares dan Kara dengan tanda tanya besar yang diserang diotaknya.
"Apa perkiraan Alle selama ini benar, jika sebenarnya anak yang Kara kandung bukan anak Ares, Ares bertanggung jawab saja." tebak Sus Riri dengan asal. "Ah, semakin aku memikirkan itu, semakin pusing kepalaku nanti aja lah coba bicara sama Alle tumben juga gadis itu ngak kesini, biasanya tiap hari berkunjung kesini."
Alle tengah berdiam mengantri Salad buah ditepian jalan, saat tadi pulang dari kampus dia melihat salad buah begitu segar dan membuatnya langsung ingin mencoba.
Namun antriannya begitu panjang, tapi karna keinginanya telah diujung akhirnya diapun turun dari taksi dan langsung ikut mengantri.
Antrian masih sekitar 10 orang lagi, kakinya terasa kebas karena kelamaan berdiri tapi dia juga tak ingin duduk, takutnya jika dia meninggalkan antrian nanti orang lain mengisi tempatnya. alhasil Dia hanya bisa sabar dan menahan rasa pegal di kakinya demi keinginannya terwujud.
Di sepanjang antrian, Untung saja banyak yang mendominasi perempuan membuatnya tak terlalu takut jika bersenggolan.
"Loh Alle, Lo juga beli."
Sontak saja Alle menoleh, dan mendapati seseorang yang manggilnya tadi, sepertinya juga akan mengantri.
"Andre." gumam Alle, Andre langsung tersenyum. setidaknya Alle mengingat namanya.
"Sendirian? Gue kesini sama cewek gue, dia juga pengen banget salad kek orang ngidam aja. Perasaan ngak pernah nyentuh." canda Andre, membuat wanita yang dibelakang Alle jarak satu orang itu mencubit lengan Andre dengan gemas. Sepertinya itu pacarnya melihat gelagat keduanya.
"Em Iyah, aku sendirian."
Setelah itu antrean pun maju dengan cepat, dan Alle tak lagi fokus dengan apa Andre tanyakan. Sebenarnya dia bukan tak menghargai Andre hanya saja dia tak terlalu akrab, dan semua terasa canggung dan tak enakkan, maka dia buru-buru menghindar saja.
Setelah mendapat pesanan, Andre yang sejak tadi hanya menunggu tempat duduk langsung mendongak, memang pacarnya yang mengantri, karna pacarnya tipikal mandiri yang tak suka mengandalkan pria saja, jadi Andre bisa leha-leha.
"Iyah Andre." jawab Alle seadanya, dan dia buru-buru pergi.
"Sepertinya mau hujan, apa sekalian aku antarin Alle aja." tawar Andre kembali saat mendengar tiba-tiba saja ada petir yang cukup keras. memang langit terlihat mendung pekat dan mungkin saja sebentar lagi akan turun hujan.
"Ah ngak usah, aku udah pesan taxi kok."
"Kenapa ngak sekalian aja, kamu teman Andre kan?" tiba-tiba pacar Andre sudah dibelakang, sepertinya sudah selesai ngantri.
"Ngak usah." Alle kekeh menolak, meskipun ada pacar Andre dia masih merasa tak nyaman. Dia tidak sedekat itu dengan Andre.
"Jangan di ajak, nanti Andre di embat. Diakan pelakor." tiba-tiba saja salah satu wanita yang mengantri ikut nyinyir dengan wajah sinisnya.
Memang pacar Andre tidak satu fakultas dengan Andre, yang artinya dia tidak mengenal Alle sama sekali.
"Kalaupun emang dia pelakor, kunci utamanya adalah cowoknya sih. Jadi gue ngak masalah."