Nafisa, gadis istimewa yang terlahir dari seorang ibu yang memiliki kemampuan istimewa. Tumbuh menjadi gadis suram karena kemampuan aneh yang dimiliki.
Melihat tanda kematian lewat pantulan cermin, membuatnya enggan bercermin seumur hidupnya. Suatu ketika ia terpaksa harus berdamai dengan keadaannya sendiri, perlahan ia mulai berubah. Dengan bantuan sang sahabat, ia menolong orang-orang yang memiliki tanda kematian itu sendiri.
Simak kisah menarik Nafisa, kisah persahabatan dan cinta, juga perjuangan seorang gadis menerima takdirnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ERiyy Alma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Special Chapter
Hari-hari dijalani Fisa dengan begitu membosankan, beruntung ia masih memiliki Nuria di sampingnya. Sejak kepergian Arjuna, sekolah tak lagi semangat. Belum lagi di rumah, saat mama dan ayah Arjun datang, hanya Reynar kecil yang menemaninya. Gadis itu benar-benar kehilangan sosok sahabat.
“Naf…”
Fisa berbalik cepat, dadanya berdenyut sakit mendengar panggilan khas yang hanya dipakai Arjuna untuk memanggilnya. Senyumnya terbit, tapi tak lama hingga ia sadar jika yang memanggilnya adalah siswa kelas XII yang diketahuinya bernama Hendru, dia salah satu rekan Arjuna di klub bela diri dulu.
“Oh, Kak Hendru, aku kira siapa, ada apa Kak?”
“Itu, kamu dicariin Nuria tadi, aku nggak sengaja ketemu dia di kantin. Oh iya, nama kamu Nafisa kan? kok aku panggil Naf kayak terkejut gitu?”
“Ah, hanya nggak terbiasa saja Kak, panggil aja Fisa,” jawabnya. Hendru mengangguk, lalu berpamitan pergi. Setelah itu Fisa pergi ke kantin menemui Nuria, mereka memang sempat berpisah saat di toilet tadi, Fisa mengaku akan pergi ke kantin terlebih dulu. Tapi lihatlah, ia bahkan tak sadar berjalan jauh sampai mushola.
Begitu sampai kantin, ia melihat Nuria melambai di salah satu meja. Gadis itu sudah memesan es jeruk dan bakso untuknya, Nuria benar-benar menggantikan Arjuna, gadis itu sendiri yang bilang. Katanya, Fisa berubah murung sejak kepergian lelaki itu. Dan Nuria berinisiatif melakukan apapun yang sering dilakukan Arjuna dulu.
“Kamu dari mana sih? katanya mau ke kantin dulu, eh nyatanya aku duluan yang nyampe,” tegur Nuria. Fisa tersenyum kecil, duduk di depannya. “Nih, udah aku pesenin bakso, pentolnya banyak pake siomay sama tahu putih, tapi no seledri, benar kan?”
Fisa mengangguk, mengucapkan terima kasih, lalu keduanya mulai meracik bakso masing-masing. Karena merasa pusing, Fisa sengaja menuang sambal cukup banyak di mangkok baksonya, cara seperti ini biasanya ampuh menghilangkan pusing dan pening di kepala.
“Woy, jangan banyak-banyak, entar diare loh,” tegur Nuria, Fisa hanya tersenyum memilih mengabaikan teguran temannya, “eh Fis, gimana kalau besok kita pergi ke pesantren Kak Arjun, nanti kita berangkat bareng-bareng sama Kak Pandu, Haikal si tengil dan Alena, gimana?”
Alis Fisa menukik, meletakkan punggung tangan di kening Nuria. “Kamu sehat?”
Nuria menepis tangan temannya itu, “ya tentu sehat lah, maksudnya apa coba?”
Fisa tersenyum tipis, mengaduk sambal di mangkok baksonya. “Nuria, dimana ada pesantren yang kasih izin santrinya dijenguk selain mahram? kalau cuma Haikal dan Pandu aja mungkin masih bisa diterima.”
“Ha ha ha, benar juga kamu, maklumi lah Fis kan nggak pernah mondok, mana aku tahu,” katanya.
“Lagian, kenapa tiba-tiba ngajak jenguk Arjun?”
“Yah habisnya kamu, sedih mulu sejak cintanya pergi.”
Fisa memukul pundak temannya itu, dan Nuria menjengit kaget. “Apa sih?” protesnya lagi.
“Kamu sih, cinta cinta, siapa juga yang cinta Arjuna? kita itu cuma sahabat dari kecil Nuria, nggak lebih dari itu.”
“Fis, nggak ada persahabatan yang murni antara lelaki dan perempuan, percayalah! lagi pula orang itu buta yang tak bisa melihat cinta di mata kalian berdua, sudahlah makan saja baksonya. Oh iya, jangan protes, coba tanya hatimu sendiri.” Nuria mengangguk mantap, lalu mulai menyuap bakso ke mulut, dan tersenyum senang karena berhasil mendapat rasa sesuai yang diinginkan.
Sementara itu, Fisa memikirkan ucapan temannya itu. Benarkah dia dan Arjuna saling menyukai? dan mungkinkah ini alasan dia terus-terusan galau, bahkan makan pun rasanya tak berselera sejak kepergian lelaki itu, ya… Arjuna Fatih.
...