Lanjutan Beginning And End Season 2.
Setelah mengalahkan Tenka Mutan, Catalina Rombert berdiri sendirian di reruntuhan Tokyo—saksi terakhir dunia yang hancur, penuh kesedihan dan kelelahan. Saat dia terbenam dalam keputusasaan, bayangan anak kecil yang mirip dirinya muncul dan memberinya kesempatan: kembali ke masa lalu.
Tanpa sadar, Catalina terlempar ke masa dia berusia lima tahun—semua memori masa depan hilang, tapi dia tahu dia ada untuk menyelamatkan keluarga dan umat manusia. Setiap malam, mimpi membawakan potongan-potongan memori dan petunjuk misinya. Tanpa gambaran penuh, dia harus menyusun potongan-potongan itu untuk mencegah tragedi dan membangun dunia yang diimpikan.
Apakah potongan-potongan memori dari mimpi cukup untuk membuat Catalina mengubah takdir yang sudah ditentukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 : Mayuri masuk.
DISTRIK SHIBUYA – MENIT SEBELUM KECAMATAN
“Nyalir… nyalir…” Cahaya neon merah kebiruan memantul di aspal jalan yang masih sedikit licin dari hujan sore. Udara terasa kental dengan bau asap rokok, bakso dari warung pinggir jalan, dan bau ban mobil yang lewat cepat—“nyooooom…” suara mobil yang melesat membuat udara bergoyang. Di kejauhan, rumah sakit Shibuya berdiri megah dengan lampu putih yang menyala terang, seperti pelita di tengah kegelapan yang mulai menyelimuti distrik.
Catalina berdiri di sudut jalan yang sepi, tangan nya erat menggenggam tangan Kurumi. Jaket bulu pink mudanya terasa sedikit lembap karena embun malam, rambut putih gradasi pink yang terikat jepit bintang berayun lembut ketika angin bertiup—“huuu…” angin itu membawa rasa dingin yang menyentuh kulit leher mereka. Matanya kiri pink lembut dan kanan merah cerah terfokus ke arah rumah sakit, kelopak matanya berkali-kali berkedip seolah memeriksa waktu yang tersisa. Bibirnya sedikit menggigit, rahangnya mengeras.
Dia menoleh ke arah Kurumi, ekspresi wajahnya berubah dari waspada menjadi lembut tapi penuh tekad. Bahu nya sedikit miring, tubuhnya sedikit condong ke depan seolah ingin mendengar jawaban yang pasti. “Kurumi… kamu siap?” Suaranya pelan tapi jelas, menyilang bunyi lonceng sepeda yang lewat—“ting… ting…”.
Kurumi mengangkat kepala, matanya kiri diamond hijau dan kanan hijau muda menyala dengan cahaya yang kuat. Dia menggenggam tangan Catalina lebih erat, jari-jari nya memerah karena kekerasan. Badan nya sedikit menggigil, bukan karena dingin, tapi karena semangat yang membanjiri dirinya. Dia berdiri tegak, dada nya naik turun cepat karena nafas yang terengah-engah. “Iya… aku siap!!” Suaranya semakin lantang, bergema di udara yang sepi. Dia mengangkat dagunya, ekspresi wajahnya berubah dari penasaran menjadi penuh keberanian. “Demi dunia!!”
Pada saat itu, mata kiri Kurumi yang berbentuk diamond hijau tiba-tiba menyala terang—“glow… glow…” cahaya hijau kehitaman mulai melingkupi tubuhnya. Dia mengangkat tangan ke atas, jari-jari nya terbuka lebar. “CSP : NUL!!!” Teriaknya dengan suara yang melengking dan penuh kekuatan—suaranya menggema sehingga beberapa burung di pohon terbang terkejut—“kreeek… kreeek…” suara burung yang terbang.
“SWOOOOOSH!!” Suara angin yang dipotong dengan cepat. Pakaian baju dan celana jeans Kurumi tiba-tiba hilang, digantikan oleh gaun kembang berwarna silver dengan garis-garis hitam yang melengkung seperti pola bintang. Bahan gaun itu lembut seperti sutra, bergerak seperti ombak ketika dia bergerak. Di kedua tangannya, muncul dua pistol Nul silver yang unik—badannya berbentuk lonceng dengan lubang tembak yang mengeluarkan aura kegelapan hijau kehitaman yang semakin kuat—“flick… flick…” percikan cahaya gelap muncul dari ujung pistol.
Kurumi tersenyum lebar, pipinya memerah karena semangat. Dia mengangkat pistol-pistol nya ke atas, tubuhnya sedikit melompat-lompat seolah tidak percaya dengan kekuatan yang ada di tangannya. “Catalina!! Lihat ini!! Aku bener-bener bisa!!” Suaranya meriah, tapi ada secercah ketakutan yang tersembunyi di dalamnya—matanya terkadang melirik ke langit, seolah khawatir apa yang akan datang.
Sementara itu, di samping jalan yang lebih ramai, Zerav dan Ryu sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil. Zerav dengan rambut panjang putih yang mengkilap dan mata emas yang tenang berdiri di sisi pintu mobil, tangan nya lembut memegang tas Mayuri. Ryu dengan rambut kuncir dua biru muda dan mata oranye yang ceria berdiri di depan mobil, menggoyangkan permen tangkai merah di tangan—“crunch… crunch…” dia mengunyahnya dengan senyum lebar.
Mayuri berdiri di dekat ban mobil, rambut panjang putih yang diikat kuncir dua terjatuh ke wajahnya. Dia memalingkan wajah, ekspresi nya cemberut karena tadi harus berbicara dengan Kasemi. Bibirnya sedikit melengkung, tapi ada secercah senyum yang tersembunyi ketika dia melihat Kasemi yang berdiri di kejauhan. “Ih… kasian dia nggak mau main sama aku…” bisiknya pelan, tapi suara nya terdengar oleh Ryu.
“Mayuri? kamu lihat apa?” Ryu mendekat, suara nya ceria dan penuh perhatian. Dia menunduk, tangan nya menyentuh pundak Mayuri. “Kalau udah siap, kita pulang ya? Mama mau masak mie goreng favorit mu!!”
Tetapi Mayuri tidak menjawab. Matanya tiba-tiba terfokus ke arah sudut jalan yang sepi, di mana Catalina dan Kurumi berdiri. Dia melihat aura cahaya hijau kehitaman di sekitar Kurumi, mata nya membesar sampai terasa mau lepas. Bibirnya sedikit terbuka, dia melangkah perlahan ke arah mereka—langkah nya lambat tapi pasti, seolah ditarik oleh sesuatu yang kuat.
“Mayuri? mau ke mana?” Ryu terkejut, tangan nya meraih tapi terlalu lambat. Zerav juga melihatnya, matanya menjadi waspada. Dia mengangkat tangan, menahan Ryu yang mau berlari. “Tenang… dia hanya berjalan ke sana… kita ikuti saja.”
Mayuri melangkah terus, tubuhnya sedikit condong ke depan. Dia melewati jalan yang licin, sepatu kecilnya menapak dengan suara—“tap… tap…”—yang semakin jelas ketika dia mendekati Catalina dan Kurumi.
Di tempat Catalina, dia sudah mulai mengumpulkan energi di dalam tubuhnya. Dia mengangkat tangannya perlahan ke atas, telapak tangan menghadap ke langit. “Bagus, Kurumi… siap untuk langkah berikutnya…” Suaranya tegas, matanya terfokus ke atas. Dia membuka mulutnya, ingin mengeluarkan kata-kata rahasia—“HANIEL!! PINK HELL FIRE DOMAIN!!”
Pada saat itu, Mayuri tiba-tiba meraih tangan Catalina—tangannya kecil menggenggam jari-jari Catalina dengan erat. “Kalian berdua!!” Teriaknya dengan suara yang sedikit kencang, membuat Catalina terkejut dan berhenti sejenak.
“FWOOOOOMMM!!” Suara ledakan api yang besar menggema di seluruh distrik Shibuya. Sebuah barrier api pink transparan muncul dengan cepat, melingkupi seluruh kota Tokyo—“glow… glow…” cahaya pink itu terlihat seperti selimut lembut bagi Catalina dan Kurumi, tapi tak kasat mata oleh orang biasa. Dalam sekejap, semua orang di sekitar menghilang—tersembunyi di balik barrier yang aman—kecuali Mayuri yang masih menggenggam tangan Catalina.
Di luar barrier, Ryu dan Zerav melihat anak mereka tiba-tiba menghilang. Ryu menangis terkejut—“Mayuri!! dimana kamu!!” Suaranya menggelegar, tubuhnya menggigil hebat. Dia berlari ke arah tempat Mayuri berdiri tadi, tangan nya mengejar udara kosong. Zerav mengikutinya dengan langkah yang tenang, tapi matanya emas nya juga terlihat khawatir. Dia menekan bahu Ryu dengan lembut, suara nya tetap tenang: “Dia tidak jauh dari sini… lebih baik kita cari… dia pasti ada di sekitar sini.”
Di dalam barrier, dunia menjadi sunyi total. Hanya suara angin yang bertiup—“huuu… huuu…” dan cahaya api pink yang menyala. Catalina melihat ke belakang, matanya membesar terkejut ketika melihat Mayuri yang masih berdiri di belakangnya, tangan nya masih menggenggam jari-jari nya. “Mayuri!! kenapa kau ada di sini!?” Suaranya penuh kejutan, tubuhnya sedikit mundur. Bibirnya terbuka lebar, rahangnya ternganga.
Kurumi juga terkejut, dia melompat mundur, pistol-pistol nya hampir terjatuh. “Eh!! dia juga ikut masuk Catalina!! kok bisa??” Suaranya penuh kebingungan, matanya bergeser antara Catalina dan Mayuri. Badan nya sedikit membungkuk, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Mayuri memalingkan wajah, ekspresi wajahnya menjadi tsundere seperti biasa. Dia menggeleng kepala, rambut kuncir dua nya berayun. “Apasih ribut amat…” Suaranya sedikit marah tapi manis. Dia melihat sekeliling, mata nya membesar ketika melihat kota yang tiba-tiba kosong. Bibirnya sedikit terbuka, dia menundukkan kepala. “Eh… di mana semua orang!! perasaan kota ini rame?”
Catalina berdiri bingung, dia menggigit bibir dalam. “Aduh… karena Mayuri memegang ku… dia juga ikut masuk ke barrier… gimana dong?” Pikirnya dengan rasa cemas. Dia mendekat Mayuri dengan langkah yang lambat, tangan nya menyentuh pundak Mayuri dengan lembut. Ekspresi wajahnya berubah dari kejutan menjadi lembut dan menenangkan. “Mayuri… tenang ya… semua orang aman… cuma kita yang ada di sini sekarang.”
Tiba-tiba, suara hebat dari langit—“SCREEECHHH!!” suara serangga besar yang terbang membuat udara bergoyang. Mayuri mengangkat kepala, matanya emas nya membesar sampai terbelalak, mulutnya terbuka lebar tapi tidak keluar suara apapun. Dia melihat ke langit, tubuhnya menggigil hebat karena ketakutan. Di sana, puluhan mutan bertubuh besar dengan sayap seperti kelelawar dan cakar yang tajam terbang ke arah rumah sakit—“roaaarr!! roaaarr!!” suaranya menggelegar membuat tanah sedikit berguncang.
“I… i… itu apa!!!” Bisik Mayuri dengan suara yang gemetar, tubuhnya menyusut ke belakang, menyembunyikan diri sedikit di balik Catalina. Matanya penuh ketakutan, air mata mulai muncul di sudut matanya. Dia menggenggam kain gaun Catalina dengan erat, jari-jari nya memerah.
Catalina dan Kurumi melihat ke depan, ekspresi wajahnya berubah menjadi serius dan waspada. Kurumi menggenggam pistol Nul nya lebih erat, aura kegelapan hijau nya semakin kuat. “Catalina… kita udah terlambat!! mereka sudah datang!!” Teriaknya dengan suara yang lantang, tapi ada secercah ketakutan di dalamnya. Matanya terkadang melirik Mayuri, seolah khawatir akan keselamatannya.
Catalina mengangguk, matanya pink dan merah nya menyala dengan cahaya yang kuat. Dia mengangkat tangannya, menundukkan kepala seolah memikirkan langkah terbaik. “Kalau begitu… Kurumi… ciptakan kloning mu untuk melindungi mayuri…” Suaranya tegas, tanpa ragu. Dia melihat Mayuri dengan mata yang penuh kasih, lalu kembali ke arah mutan yang mendekat.
“Baiklah!!” Kurumi mengangkat dagunya, ekspresi wajahnya berubah dari ketakutan menjadi penuh keberanian. Dia menyodorkan satu pistol Nul nya ke arah kepala sendiri, jari jempol nya siap menarik pelatuk. Matanya kiri diamond hijau menyala terang, aura kegelapan nya semakin membesar. “ZEITH!!!”
“KLING!!” Suara pelatuk pistol yang terdengar jelas. Sebuah peluru hijau kehitaman terbang ke arah kepala Kurumi, dan ketika menyentuhnya—“POOF!!” suara awan cahaya yang muncul, sebuah kloning Kurumi berdiri tepat di sampingnya. Mayuri yang menyaksikannya terkejut, dia melompat mundur dan teriak: “EHH!! KURUMI KAU BODOH YA!! KENAPA KAU MENEMBAK KEPALA MU SENDIRI!! KAU MAU BUNDIR YA!!”
Kurumi tidak menjawab, dia terus menarik pelatuk pistol nya—“KLING!! KLING!! KLING!!”—sampai dua puluh kali berturut-turut. Setiap kali peluru menyentuh kepala nya, sebuah kloning baru muncul—“POOF!! POOF!! POOF!!”—dalam sekejap, dua puluh kloning Kurumi berdiri berdampingan, semua mengenakan gaun silver yang sama dan memegang pistol Nul. Dia menoleh ke Mayuri, tersenyum lebar. “Mayuri… kamu tetap di belakang!! Kloning ku akan melindungi mu!!”
Kloning-kloning Kurumi segera mengelilingi Mayuri, membentuk lingkaran perlindungan. Mereka mengangkat pistol nya ke atas, mata mereka menyala dengan cahaya hijau kehitaman. Mayuri melihat mereka dengan mata yang penuh kagum dan sedikit ketakutan, dia mengangguk perlahan, tubuhnya masih menggigil.
“Baiklah sekarang giliran ku!!” Catalina teriak dengan suara yang lantang dan penuh kekuatan. Dia mengangkat tangannya perlahan ke atas, telapak tangan menghadap ke langit yang gelap. Di ujung jari-jari nya, sebuah percikan kecil berwarna pink muncul—“flick… flick… flick…”—seperti nyala lilin yang lembut, menyala dengan cahaya yang hangat. Cahaya itu semakin membesar sedikit demi sedikit, menghasilkan cahaya yang menyinari wajahnya dan membuat rambut putih gradasi pink nya berkilau.
Lalu—“WOOOSHHH!!”—api pink meletup dari telapak tangan Catalina dengan kecepatan tinggi, berputar seperti angin spiral kecil yang kemudian tumbuh lebih besar dan lebih kuat. “Sssshhh…” suara api yang menyala terang. Cahaya itu menyelimuti lengannya dengan gerakan yang halus, seperti kain yang melayang, lalu meluas ke lengan lain, bahu, dada, sampai seluruh tubuhnya—menyembunyikan gaun putih sederhana yang dikenakannya.
Di belakangnya, bayangan besar muncul dengan cepat—“sriit… sriit…” suara cahaya yang bergeser. Bentuk sebuah scythe pink raksasa dengan bilah panjang melengkung terlihat jelas, seluruhnya berselendang api pink yang menyala terang. Batang scythe nya berwarna emas dengan ukiran bunga mawar yang rumit dan indah, terlihat kokoh dan kuat seperti baja. “Krekk…” suara besi yang bergeser ketika Catalina mengangkat scythe itu ke atas.
“PRIME CIP CATALINA—HANIEL!!” Teriaknya dengan suara yang menggelegar, menyentuh jiwa setiap makhluk yang ada di dalam barrier. Suaranya bergema di seluruh distrik Shibuya, membuat mutan-mutan yang terbang berhenti sejenak, mata mereka merah menyala memandangnya.
“BAAAMMM!!”—dalam sekejap, jaket bulu tebal Catalina robek menjadi butiran cahaya yang berterbangan di udara—“flick… flick…” butiran cahaya itu terbang ke atas dan kemudian turun kembali, membentuk gaun pertempuran yang menakjubkan. Gaun putih-pink dengan garis emas yang membentuk pola rumit seperti sayap malaikat, bagian atasnya menutupi bahu dan dada dengan ujung yang melengkung seperti sayap yang siap terbang. Bagian bawahnya bergerak seperti ombak ketika dia bergerak, terbuat dari kain yang lembut dan transparan.
“FWOOOOM!!” Suara sayap yang membuka. Dari punggungnya, muncul sayap api pink yang besar—setiap bulu sayapnya terbuat dari api yang hangat tapi tidak menyengat, berkilau dengan cahaya merah muda dan pink yang menakjubkan. Rambutnya melayang ringan seperti didorong angin lembut, helai-helai rambut putih-pinknya menyala dengan cahaya yang sama dengan api sayapnya. Scythe-nya menjulang lebih tinggi dari tubuhnya, namun Catalina mengangkatnya semudah mengangkat bunga—seolah itu adalah bagian dari dirinya sendiri.
Dia berdiri tegak, tubuhnya dipenuhi kekuatan yang luar biasa. Matanya pink dan merah nya menyala dengan cahaya yang kuat, ekspresi wajahnya berubah dari lembut menjadi kejam dan intimidasi. Dia melirik ke arah mutan yang mendekat, tersenyum sinis. “Sudah waktunya… akhiri semua ini…” Bisiknya dengan suara yang pelan tapi penuh ancaman, membuat udara di sekitarnya terasa mencekam.