NovelToon NovelToon
NOT PERFECT MOTHER

NOT PERFECT MOTHER

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Ibu Cantik

Karena bosan dengan kehidupan yang dijalani selama ini, Rania gadis cantik berusia 25 tahun yang telah menyelesaikan s2 di luar negeri ingin mencoba hal baru dengan menjadi seorang OB di sebuah perusahaan besar.

Tapi siapa sangka anak dari pemilik perusahaan tersebut justru menginginkan Rania untuk menjadi pengasuhnya.

Sedangkan Raka duda berusia 40 tahun ,CEO sekaligus ayah dari 3 orang anak yang belum move on dari sang mantan istri yang meninggal pasca melahirkan anak ke 3 nya.

Bagaimana perjalanan Rania dalam menghadapi tantangan yang dibuatnya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu Cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Minuman herbal dan kesalahan pahaman

Pukul delapan malam, Raka baru saja pulang dari kantor. Langkahnya tegap menuju kamar Zian, tempat ia biasa tidur selama putranya sakit. Saat hendak membuka pintu, pintu itu justru terbuka dari dalam, mempertemukannya dengan Rania yang juga hendak keluar.

Sejenak, mereka saling bertatapan. Mata Rania sedikit membesar, terkejut dengan jarak yang begitu dekat, sedangkan Raka hanya diam, matanya meneliti wajah wanita itu dalam diam. Keheningan melingkupi mereka beberapa detik, sampai akhirnya Raka berdeham pelan.

“Bagaimana keadaan Zian?” tanyanya dengan suara rendah.

Rania tersadar dan segera menjawab, “Sudah jauh lebih baik, Pak. Demamnya sudah turun.”

Raka mengangguk kecil. “Terima kasih sudah menjaganya.”

Rania tersenyum samar. “sudah menjadi tugas saya pak.”

Raka melirik jam tangannya. “Bisa buatkan saya kopi?”

Rania mengernyit. “Seharian ini Bapak sudah bekerja, sebaiknya jangan kopi. Saya buatkan minuman herbal saja ya, lebih baik untuk tubuh.”

Raka mengangkat alisnya, sedikit terkejut dengan usul itu. Namun, ia tidak menolak. “Baiklah,saya membersihkan diri dulu.”

***

Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaian dengan kaus serta celana santai, Raka turun ke ruang makan. Di sana, Rania sudah menunggunya dengan segelas minuman berwarna hangat yang mengeluarkan aroma rempah yang lembut. Ia duduk di kursi bar dapur, memperhatikan wanita itu.

“Silakan dicoba, Pak,” ujar Rania sambil meletakkan gelas di hadapan Raka.

Raka mengambil gelas itu tanpa banyak bicara dan menyesapnya pelan. Awalnya, ia berpikir akan terasa aneh, tetapi… ternyata rasanya cukup enak.

“Kamu yang memy ini?” tanyanya, menatap Rania dengan penuh selidik.

Rania mengangguk. “Iya pak bos, kalau bukan saya siapa lagi. Ini dari campuran jahe, madu, dan sedikit kayu manis. Bagus untuk tubuh yang kelelahan,nenek yang mengajarkan resepnya.”

Raka meletakkan gelasnya dan menatap Rania. “Buatkan setiap hari untuk saya.”

Rania terkesiap, lalu tersenyum kecil. “Baik, Pak.”

Mereka pun duduk di ruang makan, Rania menemaninya sambil menceritakan kesehariannya merawat Zian. Ia berbicara dengan antusias, menceritakan betapa manja Zian dan bagaimana bocah itu menolak ditinggal sedetik pun.

“Tapi yang paling lucu adalah saat Leon pulang,” ujar Rania, lalu tertawa kecil. “Dia kaget melihat saya di kamar Zian, terus… dia menggombali saya, lucu banget.”

Raka mengangkat alis, sedikit tertarik. “Gombal seperti apa?”

Rania menirukan dengan suara dibuat-buat, “Wow, rumah ini akhirnya diberkati oleh kehadiran seorang bidadari.”

Raka tersenyum tipis, menyesap minumannya. “Itu memang gaya Leon.”

Rania menghela napas, lalu berkata, “Terus dia bilang kalau saya sudah punya pacar, dia siap jadi kandidat terkuat. Kalau sudah punya, dia siap menggulingkan pesaingnya.”

Raka mengangkat wajahnya, menatap Rania lebih lama dari sebelumnya. Matanya tenang, namun tajam, seolah membaca lebih dalam.

“Jadi, sudah ada yang harus dia singkirkan?” tanyanya, nada suaranya datar, tapi ada sesuatu di dalamnya yang sulit dijelaskan.

Rania terdiam sejenak, tak menyangka akan ditanya seperti itu. Jantungnya sedikit berdebar, entah karena pertanyaannya atau karena tatapan pria di depannya.

Ia tersenyum samar, memilih untuk menjawab ringan. “Sepertinya belum ada.”

"lebih baik aku merahasiakan hubungan ku dengan mas Zidane." batin Rania.

Raka hanya mengangguk kecil, lalu kembali menyeruput minumannya. Tapi tatapannya tetap intens, seakan merekam setiap ekspresi yang muncul di wajah Rania.

Malam semakin larut, dan percakapan mereka terus mengalir. Tidak ada yang berlebihan, tidak ada gombalan murahan, hanya percakapan sederhana yang terasa lebih dalam dari yang seharusnya.

Suasana di ruang makan semakin terasa hangat dengan percakapan yang terus mengalir antara Rania dan Raka. Mereka berbicara dengan nyaman, saling berbagi cerita dan tawa ringan. Namun, tanpa mereka sadari, sepasang mata memandang mereka dari balik pintu, mata yang penuh kemarahan dan kebingungan.

Itulah Revan, putra sulung Raka yang baru saja pulang dari kampus. Usianya 20 tahun, seorang mahasiswa kedokteran semester 6, yang sejauh ini lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, terlalu fokus pada kuliahnya untuk benar-benar peduli dengan keadaan keluarga. Namun malam itu, dia tidak bisa mengabaikan apa yang ia lihat.

Revan berdiri mematung di ambang pintu, menatap ayahnya dan Rania dengan tatapan penuh kekesalan. Ia merasa sedih dan marah melihat kedekatan yang terjalin di antara mereka. Dengan suara serak yang dipenuhi emosi, Revan akhirnya berbicara.

“Kamu siapa?!” Revan melangkah maju, mengarahkan pandangannya ke Rania. “Maksud papi apa sampai membiarkan orang asing masuk ke rumah ini ?!”

Rania terkejut, tubuhnya langsung kaku. Ia menundukkan kepala, berusaha tidak menunjukkan ketegangan yang mulai menyebar di dalam dirinya.

Raka menatap putranya dengan tajam, tidak senang dengan sikap Revan. “Revan, apa yang kamu katakan,dia adalah pengasuh Zian?” suaranya tegas, namun ada kesan kecewa yang mendalam.

Revan tidak peduli, tatapannya semakin tajam. “Mana ada pengasuh yang berpenampilan seperti ini,apa lagi berduaan dengan ayah dari yang diasuh malam-malam?” Revan menunjuk Rania dengan jari, menilai penampilannya yang sederhana, mengenakan rok dan atasan panjang yang nyaman. “palingan wanita murah yang punya niat licik."dengan tanpa rasa bersalah Revan mengeluarkan kalimat yang sangat melukai hati Rania.

Rania merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Tanpa ia sadari, ada perasaan yang menyelusup dalam dirinya sedih,marah kecewa mendengar ucapan Revan tentang dirinya. Namun ada perasaan yang mengingatkan pada masa lalu yang sudah lama ia coba lupakan. Pandangan Revan seperti menggali kenangan yang sudah terkubur dalam, membuatnya merasa tidak nyaman.

Raka, yang sudah mendengar cukup banyak, merasa kemarahan mulai mendidih. Ia berdiri dan menatap Revan dengan mata yang tajam. “Berhenti bicara seperti itu, Revan,Papi tidak pernah mengajarkan kamu bersikap kurang ajar seperti itu kepada seorang wanita!”

Revan tidak terpengaruh dengan kemarahan ayahnya. “oh jadi papi lebih bela dia, jangan bilang aku salah! Aku tahu apa yang sedang terjadi. Dia…” Revan memotong kalimatnya, sebelum akhirnya memilih untuk pergi. “Aku sama sekali tidak menyesal dengan apa yang aku katakan . Dan perlu papi ingat,tidak ada yang bisa menggantikan posisi mami di rumah ini.”

Revan berbalik dan keluar dari ruang makan, meninggalkan Rania yang kini merasa sedih dan bersalah. Suasana yang tadinya nyaman tiba-tiba berubah menjadi penuh ketegangan.

Rania menundukkan kepala, merasa tidak enak dan ingin menghindari lebih banyak masalah. “Maaf, Pak Raka. Saya… saya tidak bermaksud…”

Raka berjalan mendekat dan menepuk pundak Rania dengan lembut. “Jangan terlalu dipikirkan, Rania. Ini bukan salahmu, tolong maafkan atas ucapan Revan yang sudah keterlaluan.”

Rania menatapnya dengan mata penuh penyesalan. “Tapi saya membuat dia marah, Pak. Saya membuat ayah dan anak bertengkar…”

Raka menghela napas panjang dan duduk di samping Rania. “Revan memang sulit menerima orang baru, terlebih seorang wanita,dia selalu berpikir jika saya menikah lagi,saya akan melupakan mending istri saya, padahal itu sama sekali tidak akan terjadi. Sejak maminya meninggal saat melahirkan Zian, dia berubah jadi sangat dingin. Dia merasa kehilangan, dan salah satu alasan kenapa dia jadi begitu adalah karena dia menganggap Zian sebagai penyebab maminya meninggal.”

Rania menatap Raka dengan penuh perhatian. “Dia… membenci Zian?”

Raka mengangguk perlahan. “Iya. Sampai sekarang, Revan tidak mau memanggil nama Zian, dan sering berkata kasar padanya. Padahal Zian tidak salah apa-apa.”

Rania merasa hati kecilnya tercabik mendengar penjelasan itu. Ia tahu kehilangan orang yang kita cintai bisa membuat seseorang berubah, tapi tidak menyangka itu akan menghantui seorang anak sekecil Revan.

“Revan cuma butuh waktu,” lanjut Raka. “Dia belum bisa menerima kenyataan itu, dan itu bukan hal yang mudah. Aku harap kamu bisa bersabar, Rania. Jangan terlalu merasa bersalah.”

Rania mengangguk, meski hatinya masih terasa berat. Ia tahu, situasi di rumah ini jauh lebih rumit daripada yang ia kira. Namun, ada satu hal yang ia yakini—ia ingin membantu Zian dan keluarga ini, meskipun jalan yang harus dilalui tidak mudah.

1
🎃SЯ ШłŁŁ🎃
Ceritanya bikin seru, terus lah menulis, author!
can: Terima kasih telah mampir di karya author.😍
total 1 replies
Nagisa Furukawa
Karakter keren! 😍
can: Terima kasih sudah mampir dikarya author 😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!